Tanpa mengurangi rasa duka cita dan keprihatinan saya pada musibah terbakar lalu tenggelamnya Kapal Levina I, ada beberapa fakta dan kejanggalan yang tercatat saat kapal itu karam. Ini dia:
1. Levina I aman-aman aja pas mulai ditarik, tidak tenggelam. Gelombang cukup besar tidak mampu menenggelamkan kapal. Meski telah menjadi puing, kapal tetap dijamin tidak mudah tenggelam
2. Levina I tenggelam sekitar pukul 13.00, Minggu (25/2) satu jam saat tim puslabfor dan KNKT melakukan pencarian bukti-bukti di dalam kapal
3. Pengisian air balas ke Levina I yang telah dilakukan sebenarnya telah menyeimbangkan kapal yang tadinya miring sekitar 20 persen, sehingga tidak tenggelam kalau tidak bocor. Faktanya, di sekitar Muara Gembong, tidak ada hall yang membuat Levina I bocor seperti kandas di karang. Lha kok tiba2 tenggelam dan bocor waktu itu?
4. Sesuai prosedur, kapten atau nakhoda harus yakin betul kapal ini layak berlayar. Artinya memastikan tidak ada ancama bahaya. Kalau ada benda-benda berbahaya yang mudah terbakar, setiap mobil yang masuk harus dikeringkan tankinya, termasuk bahan kimia
5. Nilai pertanggungan (klaim) asuransi akan penuh kalau kapal tenggelam, sedangkan kalau terbakar masih harus disurvei termasuk sebab-sebab kebakaran. Hmm...poin ini sangat layak diperhitungkan kan?
6. Djoni Lantung sebagai Kepala Syahbandar seharusnya bertanggung jawa atas posisi kapal hingga saat ini. Dia harus membuat surat kepada Dephub dan selanjutnya meminta Mahkamah Pelayaran menggelar sidang membuktikan sebab-sebab kebakaran. Malasahnya adalah, Djoni udah dicopot dari jabatannya
7. Saat kapal di lokasi kebakaran masih dekat ke darat, masih kelihatan dengan kasat mata, tidak perlu pakai radar. Jadi mestinya sih ga perlu ditarik, cukup berlabuh, pakai jangkar. Tapi ga tau ya kalo buat orang2 pinter, pasti punya alasan khusus
Jangan ditanya duka saya khususnya pada kawan wartawan yang meninggal. Gw bisa membayangkan usahanya untuk menyelamatkan gambar yang telah terekam dalam kamera yang luar biasa berat itu, tak peduli pada tubuhnya yang tergerus pusaran air. Mungkin semua wartawan akan melakukan hal yang sama, menyelamatkan kamera dulu sebelum menyelamatkan nyawanya sendiri padahal nyawa ga sebanding dengan harga kamera.
Tapi sebagai pelajaran (dan sedikit penyesalan), tiga poin gw catet:
1. Kapal itu tengah ditarik ke pelabuhan. Buat org2 labfor, KNKT atau siapapun, napa ga nunggu aja di pelabuhan untuk menyelidik? Buat kawan2 wartawan, bukannya sudah ada dokumen gambar yang diambil sebelumnya? Kenapa harus ikut kapal rusak?
2. Karena naik kapal rusak, jelas penuh resiko. Jangan lupa, PAKAI PELAMPUNG dan alat keselamatan lain. Aturan ini berlaku dimanapun, tidak cuma di laut.
3. Pesan paling penting: jangan sembrono, jangan meremehkan apapun, jangan takabur, jangan sombong.
Prosedur keselamatan harusnya dijalankan dengan tertib. Pemerintah jangan cuma bisa berkelit dan main tuding karena musibah udah terlalu sering terjadi. Kalo kapal ga layak berlayar, jangan diijinin. Kalo pesawat ga layak terbang, jangan diijinin. Kalo keretanya reot, dibenerin. Jangan karena terima sogokan dari operator trus pemeriksaan dilolosin begitu aja. Atau tinggal memecat dua Dirjen di Dephub, masalah selesai.
Operator dan penerima sogokan emang sama2 untung. Tapi, orang2 yang menggunakan jasa operator harus berjudi. Ga main2, taruhannya nyawa. Apa segitu pesimisnya sama program KB sampe harus mengurangi jumlah penduduk dengan cara seperti ini? Berjudi nyawa!