Ada yang bilang, orang pusat ga adil soal lumpur Lapindo dibandingkan bencana banjir di Jakarta. Katanya, sejak beberapa tahun lalu Jakarta dikasih anggaran rehabilitasi Rp2,7 Trilun, sedangkan luapan lumpur Lapindo ga dikasih. Padahal saat ini dana yang diperlukan di Sidoarjo untuk membangun kanal ke laut sebesar Rp670 miliar, biaya relokasi infrastruktur jalan tol sebesar Rp2,7 triliun, biaya relokasi rel Kereta Api, pipa gas, jaringan listrik dan sejumlah sarana transportasi lainnya.
Katanya, kanal ke laut dibutuhkan secepatnya agar lumpur ga merusak lingkungan hidup, pemukiman dan infrastruktur yang lebih luas lagi. Apalagi jalan raya Porong merupakan urat nadi sektor perhubungan di Jatim. Banyak industri jatuh bangkrut, pengangkutan hasil bumi, barang kebutuhan pangan juga terganggu, rel kereta dan pipa gas rusak mengganggu industri di Jatim.
Untuk alasan itu, ya, semua bener menurut gw. Tapi kalo sampe ngomong orang pusat ga adil, nanti dulu. Emang sapa yang bikin lumpur mpe meluber kemana2? Orang Lapindo kan? Yasud, tuntutlah Bakrie. Jangan karena sesama orang Golkar trus sok nyalah2in orang pusat (yang bukan Golkar pasti). Kejarlah si Bakrie, udah terlalu lama dia jadi anak emas. Pura2 lupa soal lumpur panas Lapindo. Mungkin pengen dibawain lumpur lagi, trus disuapin bubur lumpur. Gw yakin, realisasi ganti rugi, mungkin tak akan terjadi sampai semua perumahan di Sidoarjo tenggelam dalam lumpur.
Tapi diam lalu menyerah, ga akan menghentikan aliran lumpur panas di sana.
Banyak orang ngomong solusi buat korban banjir Jakarta dan lumpur Lapindo. Transmigrasi katanya. Apa ga cuma memindahkan masalah sosial kota ke daerah lain? Apa orang2 mo disuruh berdagang di lahan pertanian? Lalu, pemindahan ibukota negara. Tak ada yang aneh dan ga mungkin, kecuali emang ga niat. Toh pemindahan ibukota pernah dilakukan para leluhur. Pertama pindah ke Yogyakarta, dan yang kedua pernah pindah ke Bukittinggi.
Bahkan jauh sebelumnya, konon beberapa kerajaan di Jawa juga pernah melakukan hal sama. Kerajaan Mataram dari Kotagede, dipindah ke Kartasura lalu dipindah lagi ke Surakarta. Pusat pemerintahan kerajaan Yogyakarta yang semula dibangun Sultan Hamengku Buwono I di Ambarketawang, Sleman. Karena alasan tertentu, pusat pemerintahan kemudian dibangun di Yogyakarta dan berdiri hingga sekarang.
Ga ada yang ga mungkin kalo emang niat. Kecuali perilakunya sama dengan majikan2 yang mengurung pembantunya di rumah2 mewah mereka yang kebanjiran sementara para majikan mengungsi ke hotel. Atau para penghuni perumahan elit yang hanya senyum2 dari balik jendela rumah mewahnya memandangi tetangganya di bantaran kali yang kelelep. Orang2 macam mereka, orang macam Bakrie yang menenggelamkan Sidoarjo dengan lumpur panasnya mungkin cuma butuh satu hal, peluru tajam!
NB: Dalam sakit, saya mengalami dejavu, Mencari Langit. Izinkan untaian kata tak berguna ini saya titipkan di sini...
sepanjang hidupmu sunyi
katamu tak pernah bersambut
pijakmu tertolak tanah kelahiran
dalam senyap kau menengadah mencari langit
hanya ada burung-burung yang mengiringimu menghadap-Nya
menyusul Pramoedya
Selamat jalan Pak Sobron!
5 komentar:
pertamax... wah muncul angka-angka lagi.. dari mana tu mbok?
napa sih lu ga bisa dibilangin? baru pulang dari rumah sakit juga :(
istirahat, jangan ngeblog dulu! duh...
istirahat bu... updet emang penting, tapi kalo badan ga sehat mending ga updet dulu dweh!!
Wah...wah...wah...jadi sedih bacanya. Tapi kalu sedih2 melulu gak nyelesain masalah juga kan?!!!
Sebagai salah satu warga yang mengalami musibah banjir juga, entah kenapa gw gak terlalu menyesali keadaan. Mungkin karena memang ulah kita sendiri warga Jakarta yg umumnya lebih arogan, ngerasa diri lebih hebat dari orang2 daerah lainnya. Ato mungkin juga gw ngerasa penderitaan orang lain lebih parah drpd gw. Gak patutlah gw marah2 dengan keadaan. Emang udah gilirannya kita mendapatkan hal yg sama seperti warga Indonesia lainnya.
Tuhan memang Maha adil...
Biar apa yang terjadi membuat Bangsa ini menjadi lebih baik. I love Indonesia! Do you?
=====
www.yeah-oops.com
Posting Komentar