Rabu, 31 Desember 2008

Kado Hakim buat Janda Korban Konspirasi

Awalnya saya mau pake judul mirip dengan di kompas, Suami Terbunuh, Keadilan pun tak Dapat. Tapi itu terlalu biasa. Tidak sebanding dengan luka, kesakitan, dan ketidakadilan yang dialami Suciwati. Dia, bertahun-tahun, berjuang sendirian membesarkan dua anak, terus mencari kebenaran tentang siapa pembunuh suaminya.

Dan hari ini, majelis hakim memberinya kado akhir tahun. Membebaskan Muchdi, orang yang selama ini diyakini menjadi dalang pembunuhan Munir. Padahal, bukti2 dibeber. Empat kali percobaan pembunuhan. Hubungan telepon puluhan kali dengan Polly membicarakan rencana pembunuhan. Ada saksi-saksi. Dan sebagainya. Tapi yang dihadapi Suciwati emang sebuah tembok maha tebel. Ini soal kehormatan korps. Dijaga ribuan prajurit dalam satu komando.

Padahal seperti omongan orang2 pinter yang pernah saya tulis di sini, Munir bukanlah musuh prajurit. Munir aktivis HAM, bukan musuh tentara. Munir punya sumbangsih besar dalam pembuatan UU TNI, tapi dia bukan musuh TNI. Tesis Munir tentang militer bukan berarti dia menjadi seorang yang berbahaya bagi negara. Di banyak sejarah Munir membantu tentara. Munir paling banyak yang menyelamatkan anggota Kopassus saat disandera oleh GAM. Banyak cara dilakukan Munir. Negosiasi terutama, bahkan pernah dengan barter beras.

Jasa Munir dalam RUU TNI adalah memasukkan pasal mengenai "prajurit yang cacat atau meninggal dalam perang, layak mendapatkan kompensasi". Munir pula yang menginginkan pasal "seorang prajurit TNI yang diperintahkan komandannya dalam bertugas, tidak sesuai batas kewajaran, maka prajurit punya hak menuntut sang komandan". Apakah setelah memberikan jamian ekonomi dan hukum bagi tantama, bintara dan perwira pertama lantas Munir harus dihilangkan oleh negara? Lalu, kalau Munir punya banyak dokumen penyimpangan Dephan dan Mabes TNI, apakah nyawanya harus dicabut paksa?

Jadi, jelas, kalo ada yg musuhin Munir, pasti bukan prajurit rendahan. Dan kalo orang2 itu dibebaskan, mungkin ini simbol ketakutan negara atau Jaksa dan siapapun --seperti kata Suciwati-- sehingga mereka harus pergi dari Indonesia agar tidak lagi harus berhadapan dengan kasus ini.

Pendeknya: empat tahun menanti dan pembunuh itu sengaja tidak ditemukan. Mungkin benar apa yang tertulis di kaos istrinya, Munir Dibunuh Karena Benar. Mungkin akan lahir pepatah baru di buku pelajaran anak sekolah: Dibunuh karena benar, disanjung karena korupsi.