Selasa, 27 September 2005

Hati-hati, SBY berulah lagi tengah malam nanti

Dimana-mana polisi berjaga
Siap menggebuk pengunjuk rasa
Besok, saat semua orang terlelap,
setelah kelelahan panjang antri BBM di SPBU,
setelah sibuk berebut setetes minyak tanah,
setelah kejengkelan memuncak karena listrik sebentar-sebentar padam,
setelah keringat tergerus habis menggali mata air yang tak kunjung mengalir dan tergantikan debu,
setelah mata perih dirasuki kabut asap dari hutan-hutan yang terbakar,
setelah kepanikan melanda karena tetangga mati kena flu burung,
setelah raungan si kecil mereda karena susu tak terbeli, harga gula pun naik
setelah semua bencana, rebutan kursi,
segala kebrengsekan ini tak juga berlalu
dengan kelicikan yang sama, malam nanti
pukul 00.00 tepat 1 Oktober (mengingatkan peristiwa September 65)
SBY kembali berulah
menaikkan harga BBM
Selalu dengan alasan yang sama
mengacu pada harga pasaran dunia
membandingkan dengan harga minyak di negara lain
untuk sebuah pembenaran
soal harga disamaratakan, tapi upah buruh dibuat timpang
Kenaikan harga yang Maret kemaren, ada Ambalat jadi tameng
Hari ini mungkin pake isu flu burung
tapi kata Menkes yang cantik itu, jumlah korban di Indonesia belum ada apa-apanya dibanding negara tetangga
Nyawa sedemikian tidak berartinya bagi mereka
apalagi kalo hanya jeritan orang yang tidak mampu membeli sebungkus nasi
atau jeritan anak-anak yang berunjuk rasa kena popor senapan
tidak akan ada artinya...karena setiap 30 jam sekali, tangan2 kotor SBY bisa menangkapi mereka,
membungkam mereka, menjebloskannya ke penjara, bahkan me-munir-kan mereka.
Apa sih yang sulit untuk seorang presiden yang militeristis?
Paling dijawab, I don't care about my popularity....

Selasa, 13 September 2005

Penumpang Norak

Makin banyak aja kecelakaan pesawat terbang. Semua ditandai dengan kecelakaan besar lalu diikuti yang kecil-kecil. Masih inget Lion Air yang nyungsep di kuburan Jogja? Lalu terakhir yang memakan banyak korban, kecelakaan Mandala di Medan, yang mendarat di atap rumah warga. Pada hari yang sama, lalu esoknya, hingga hampir seminggu berturut-turut, halaman depan koran memberitakan tentang kecelakaan pesawat di daerah lain. Kenapa harus berentetan kejadiannya? Apa para pilot lagi grogi? Atau karena penumpangnya yang norak?

Bolik balik naek pesawat, sekarang ini rasanya ga beda ma naek bus. Kelakuan penumpang, asli norak abis. Tapi gw yakin bukan karena murahnya harga tiket sampe penumpang pesawat berlaku sama kek penumpang bus ato angkot. Soalnya, berkali-kali ada penumpang yang ngaku pegawai BUMN atau pengusaha, yang ga mau mematikan hp di pesawat meski pramugari2 cantik berkali-kali mendatanginya dengan senyum. Bah... keras kepala. Padahal semua orang juga punya hp, semua orang juga punya urusan penting, ga usah pamer, norak!

Blum lagi penumpang yang bawa barang banyak buanget dan berat2. Seabreq-abreq dah! Napa sih ga naek kapal laut aja? Abiz itu, benda2 yang di belakang kursi dipretelin semua. Malah ada yg sibuk belanja2 di pesawat. Entah beli kaos, topi ato apapun yang ada cap perusahaan penerbangan. Jadi inget ma bus yang mampir ke SPBU trus abang2 yg jual gorengan pada naik ke bus nawarin dagangan....ini pesawat apa bus ya? Yang jelas gw bukan sirik karena ga bisa belanja2.

Eh, pulang cuti taon 2004 kemaren, gw terpaksa naek pesawat perintis yang cuma muat 24 penumpang. Soalnya lagi full seat, maklum musim liburan. Mba2 yg jualan tiket dah berkali2 mastiin gw berani pa kagak naek pesawat perintis yang biasanya parkir di pinggir2an bandara itu. Gw juga rada ngeri sih, soalnya naek eskalator di mall aja suka takut ngeliat ke bawah. Sama juga kalo mesti naek jembatan penyeberangan, gemeteran abis lutut gw. Ga sampe beberapa detik tuh gw nyebrang soalnya gw bisa lari kenceng buanget buat ngilangin rasa takut.

Tapi waktu itu, gw jawab juga kekhawatiran mba2 penjual tiket. Kalo gw ga ngambil, gw bisa ga pulang dan nunggu seminggu lagi sampe ga full seat. Bisa dipecat gw. Skalian uji nyali, biar phobianya bisa berkurang. Sakit kan harus dilawan....hidup Lawan...lha...hehehe :p

Nah parahnya, di pesawat perintis yang gw tumpangin itu, ya ampun, penumpangnya sampe pangku-pangkuan. Gila, baru sekali itu gw ngeliat, ada yang duduknya dipangku, di pesawat gitu lho....Bayi aja dapet seat biasanya. Apa beda kali ya? Makin kek bus kota deh...angkot sarden malah! Nih mumpung tiket pesawat murah, apa pilot dan awak pesawat ga merhatiin lagi soal keselamatan penumpang?

Malah ada yang sempet ribut ma pramugara (bukan pramugari, mungkin emang disiapin buat ngedepin keributan, hehehe) karena diminta memasang safety belt (bener ga nulisnya?). Ada juga yang ribut karena nolak matiin hp...nah kan? Katanya dia banyak urusan penting daripada sekedar berurusan dengan pramugara. Katanya juga, "Saya ini sudah sering naik pesawat, ga perlu dikasih tau soal ginian," katanya sambil mlototin pramugara. Lha...gw senyum2 kecut (plus takut), pak...pak... jadwal terbangnya lebih sering mana, bapak ato pramugara? Dasar penumpang noraks...!

Sabtu, 10 September 2005

P e n g e c u t

2 September 2005

Tadi gw jalan bareng adek temen kantor gw. Ngobrol lamaaa, jadi curhat. Gw paling inget kata-kata ini, "Sebelum pergi, aku ingin bisa berbuat baik ke orang lain". Persis ma cita2 gw ingin jadi ikan. Ikan, kata Ochan, dagingnya ga akan ikut asin meski hidup di air asin. Tapi hidupnya berguna bagi semua mahluk. Makanya gw pake gambar ikan di halaman depan blog ini...tapi ikannya ga gerak2 sesuai nama blognya, hiks...:p

Balik ke soal adek temen gw... Dia ngomong gitu karena lagi sakit. Jenis sakitnya sama kek gw tapi tingkatannya jauh lebih parah dia. Kista di kandungannya udah ukuran 6 cm lebih. Padahal usianya jauh di bawah gw. Pertama kali terdeteksi oleh dokter, dia ditawari dua alternatif, operasi biasa atau dengan sinar x. Dua-duanya ditolak, karena resikonya 50:50=mati.

Dia akhirnya memilih caranya sendiri, teraphy, sama seperti anjuran dokter ahli kandungan ke gw. Agar kista tak kian membesar, dia juga menjadi vegetarian dan hanya minum air putih. "Setidaknya dengan begini, aku masih tau kalo aku masih bisa bertahan, tak harus berakhir di meja operasi" katanya.

Semangatnya untuk bertahan cukup kuat. Kini dia dikontrak untuk mengajar sempoa di sekolah-sekolah pinggiran, dekat pedalaman. "Anak-anak miskin di daerah terpencil juga pasti ingin pintar. Itu salah satu yang membuatku tetap semangat untuk bertahan hidup. Aku ingin bisa berbuat baik sebelum pergi," katanya lagi.

Memiliki semangat sekuat baja itu juga didapat dari teman lainnya, sesama penderita kista di kandungan yang meninggal karena kistanya berkembang menjadi kanker ganas. Kini dia pun mengajakku untuk memiliki semangat yang sama, sebelum semuanya menjadi makin parah. Karena beda usia kami, mungkin dia cukup enggan berucap ini, "Mba...jangan jadi pengecut, menghindari kematian dengan tidak memeriksakan diri ke dokter. Semakin cepat ketahuan tingkat keparahannya, semakin cepat kita bisa berbuat sesuatu sebelum pergi". Tapi bibirnya hanya komat kamit, memandang gemes padaku, pada pengecut ini! (hay)