Rabu, 25 Mei 2005

Manusia Bodoh

Selasa, 24 Mei 2005


Menangislah jika kau anggap itu adalah sebuah penyelesaian. Tetapi jangan sampai air mata itu menenggelamkanmu dalam kesedihan yang menyakitkanmu, karena itu adalah siksa yang paling nyata bagimu. Dan ingatlah bahwa tidak akan pernah terdapat suatu jawaban dalam suatu tangisan.
Kata-kata itu entah ditulis oleh siapa dan kukutip dari buku mana, telah menohokku sekali ini. Aku memang menangis, bukan menangisi kepergiannya, tapi menangisi kebodohanku.
Sejak awal aku sudah salah
Aku terlalu bodoh telah mempercayainya
Aku terlalu naif memberikan segalanya
Padahal apa yang bisa kuharapkan benar-benar menjadi nyata dari dunia maya ini?
Dua tahun kubiarkan diriku menjadi manusia bodoh
Padahal sejak awal kutahu tak mungkin dia terus menungguku di ujung waktu seperti kata puisinya waktu itu
Dua bulan lalu dia menghilang, dan hari ini muncul dengan kalimat petirnya....
aku baik baik saja dan udah nikah
Betapa naifnya aku...
Jelas, siapapun lelaki itu
Pasti lebih memilih menikahi perempuan lain
daripada sekedar bercinta denganku di dunia cyber
karena aku tak lebih dari seorang pemimpi
yang terus menunggunya di ujung waktu

....kupikir aku akan kuat....aku sakit menahan ini...
Kenapa menahan begitu lama kalau memang sakit? Atau kau memang menginginkan luka itu infeksi? Kini aku tahu alasan kemisteriusanmu, agar bisa menghilang setiap saat tanpa harus merasa telanjang
Dan kau sangat sadar bahwa aku tak mungkin meraihmu

aku masih menyimpan rasa sayang dan cinta untukmu di hatiku
Kenapa harus menyimpannya? Itu hanya akan menyakiti perempuan yang kau nikahi. Sudahlah, buang saja rasamu. Carilah bahagiamu. Kita jalani hidup kita (semoga ini melegakanmu)
Tetap saja aku berterima kasih, karena dua tahun pertemanan kita, aku mengambil banyak hal darimu! Aku pun akan berhenti mengenangmu!

Che Bukan Jodohku

Minggu, 22 Mei 2005
Sejak semalam sibuk pindah kantor. Tempat baru ini lumayan enak, lebih dingin dari kantor lama yang setengah kumuh tapi penuh kenangan itu. Ruangannya juga lebih manusiawi, penuh warna, seperti di play grup, hehehe..., tapi asik!

Lalu temen2 kantor pun ramai-ramai membongkar barang bawaan, menatanya di ruangan masing-masing. Aku ngapain ya? Hanya sibuk menggosok komputer dengan cairan berbusa putih yang tak kutahu namanya, tapi hasilnya....cemerlang! Komputerku, --eh, komputer kantor ding-- tampak baru lagi.

Temen2 pun sibuk memasang dan menempelkan benda-benda kenangan di dinding ruangannya atau di meja kerjanya. Ada yang menempelkan foto keluarga, foto ponakan yang lucu, menempatkan bunga plastik di mejanya, dll deh. Aku nempelin apa ya? Ga ada foto bagus yang bisa dipamer karena aku ga pernah bisa memotret wajah orang yang membuatnya kelihatan lebih cantik dari wajah sebenarnya alias fotogenic seperti kata majalah2 remaja.

Aaah....akhirnya dapet. Ada selembar poster entah milik siapa dari kantor lama yang ikut dalam barang bawaanku. Poster berisi gambar orang-orang dari suku yang menurut orang terkebelakang, dari seluruh benua. Mungkin karena mereka tidak tinggal di kota dan memilih hidup apa adanya bersama alam maka mereka dicap terkebelakang. Padahal orang sekarang justru rame2 ngomong soal post moderisme.

Aku suka wajah polos mereka. Eksotis. Lebih penting lagi, warna warni poster yang ujung2nya udah sobek itu sangat cocok (menurutku) dengan warna biru dindingku. Hmm....bagus juga, setidaknya dindingku tidak kesepian dalam satu warna. Dan ruanganku pun tidak kalah dengan ruang teman2 yang lain.

Aha....kalo nggak salah kemaren aku juga melihat poster bekas temenku, warna merah menyala bergambar lelaki berambut gondrong dengan bintang di topinya dan cerutu di bibirnya. Semoga temenku ga berminat lagi memasangi dindingnya dengan gambar pejantan itu. Tapi upss....cat dinding ikut mengelupas dan poster sobek saat aku mencoba melepasnya dari dinding. Maaf, Che...kau belum berjodoh dengan dinding biruku!