Jumat, 10 Desember 2010

Kejar Setoran Pajak, Gayus Dilepas, Warteg Diperas

Ada kabar di jakarta yang sungguh memuakkan. Mulai Januari 2011 katanya warteg2 bakal dikenai pajak karena konon pendapatan mereka per tahun di atas Rp 50 juta. Jumlah warteg yang ada lebih dari 2.000 buah.

Gimana saya ga bilang memuakkan? Dengan modal kecil, tanpa bantuan siapa pun, mungkin malah pinjem dari rentenir, mereka memulai usaha warung makan untuk kaum buruh dan orang2 di sekitarnya, yang hidunya juga ga lebih miskin dari dia. Tau2 setelah dikira punya penghasilan, lalu kucluk-kucluk para pamong datang menagih pajak dari tempat mereka mengutang makan siang.

Oke, katanya ini demi keadilan. setelah dihitung2 (entah oleh siapa), pendapatan mereka mungkin emang tinggi. Para karyawan di gedung2 tinggi yang makannya di warteg2 itu aja dipajakin, biar adil, ya wartegnya juga dipajakin. Toh penghasilannya, katanya sama.

Tapi harap diinget, sistem keuangan di warteg ga ada yang nyatet. Beda sama para karyawan miskin berpenampilan kaya itu. semuanya dihitung sampe detil oleh bagian keuangan sehingga pajaknya gampang dipotong. Nah kalo ini diberlakukan terhadap warteg, bisa2 para pamong asal maen potong aja. Lha pencatatannya ga ada.

Bisa2 yang berlaku adalah sistem jatah preman. Lo setor ke pamong tertentu dengan jumlah tertentu, maka lo akan aman, ga usah bayar pajak. atau bisa juga rugi dua kali. Bayar ke preman atau pamong, bayar pajak pula. Trus anak istri dan pegawai yang banting tulang bangun subuh tidur menjelang subuh untuk nyiapin hidangan di warteg akhirnya dapet apa?

Belum lagi, setelah pajak mereka bayarkan, apakah manfaatnya akan kembali ke mereka? Apakah harga-harga sembilan bahan pokok akan lebih murah buat mereka? Apakah harga gas akan lebih murah buat mereka? Jangan2 malah akan makin mahal karena mereka dianggap industri. Apalagi nunggu beras murah pun sepertinya makin sulit karena Bulog harus ngimpor dari luar dengan dalih, beras RI adalah yang termahal di dunia. Dengan begitu, makanan pinggir jalan ini pun akan makin mahal demi tetep dapet untung yang ga sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan.

Kok ya ngejar pajak sama semut2 kecil yang mudah digencet? Jelas2 di depan mata ada gajah, yang duitnya super gede, dibiarin gitu aja. Ada gayus yang walopun dipenjara tetap bisa melenggang kangkung jalan-jalan ke Bali ketemu klien lamanya, kok nggak diapa2in selain dikenai pasal gratifikasi? Pengemplang pajak juga begitu dilindungi negara.

Kalo mau pundi-pundi daerah dan pundi-pundi negara terisi penuh, tangkap para koruptor, suruh kembaliin uang negara, naikin pajak mobil setinggi-tingginya, lakukan efisiensi, hentikan jalan2 ga penting para anggota dewan.

Banyaaaak hal yang bisa dilakukan tanpa harus menggencet orang bawah, mister foke! Dan, uang tagihan pajak yang udah ada jangan dipake buat pesta2! Oke, foke menunda meneken peraturan daerah tentang pajak warteg ini. Tapi cuma nunda kan? Dan kita udah hapal bener, saat kita lengah, bisa saja perda ini tau2 udah berlaku. Jadi, tetep waspada!