Rabu, 25 April 2007

Blogging for democracy or Tebar Pesona?

Mungkin mengikuti jejak sang pemimpin, maka Partai Demokrat meminta kadernya rame2 bikin blog. Katanya buat menggaet simpati kaum muda melek internet yang jumlahnya emang gede banget. Biasalah, buat persiapan Pemilu 2009. Akhirnya sekitar 15 politisi partainya SBY ini dikasih kursus gratis bertema 'Blogging for Democracy' dari Friedrich Naumann Stiftung (FNS), lembaga donor asal Jerman. Konon, saking serius dan semangatnya, Ibu Negara ngirim sms buat nyemangatin kader2nya.

Partai lain yang sudah melakukan duluan adalah PKS. Nah, Demokrat beralasan, mereka pengen terlihat lebih cerdas dan ga lagi pake sistem kampanye kampung yang harus mendatangkan artis2 dan pelawak. Aduh, bakal ga laku nih Thukul. Mereka pun berniat meniru Libya yang membagikan komputer untuk penduduknya. Kalo misalnya ntar ada referendum atau pemilu, pemilih tinggal nyoblos dari rumah, ga pake TPS2an.

Hmmm...serius? Ga dipake buat tebar pesona sama cerita pacar2an di ruang rapat DPR kan? Saya inget dulu, saya nulis soal blognya Angelina Sondakh yang salah satu isinya tentang awal berseminya cinta Angelina-Adjie Massaid setelah tatap2an di ruang sidang. Halah...! Blog Angel itu pun 'diresmikan' oleh ibu negara, ada kata pengantarnya segala. Waktu itu, commentnya sampe ratusan. Apalagi poto2 cantiknya si putri Indonesia itu dipasang banyak banget!

Kemaren ga sengaja nonton acara gosip2 di tipi, konon hubungan Adjie-Angel dah bubar. Lalu iseng saya buka blognya Angel lagi. Dan udah ga ada soal pandang2an, reses, senyum2an, dan debar2an Angel-Adjie di sana. Cuma ada dua postingan soal duta orangutan dan kariernya di DPR. Commentnya 'cuma' 30-an lebih. Mungkin abis diganti kali ya, bukan yang dulu lagi.

Politisi ikut ngeblog mungkin memang lebih baik ketimbang mereka ngobrol ga jelas di gedung sirkus sana, plus gontok2an, ato bikin pilm biru. Biar lebih ngerti teknologi dan kalo nanti dapet pembagian laptop, udah bisa make sendiri. Kalo banyak duit kek Achmad Mubarok yang getol kampanye blog ke kader Demokrat yang laen, ya gpp juga kalo mo mbayar orang Rp 2 juta sebulan buat ngurusin blog melayu dan blog englishnya. Konon nih, pengunjung blognya Mubarok udah 69.000 lebih dalam 10 bulan. Dan dia bangga karena konon jumlahnya melebihi pengunjungnya Blognya Wimar Witoelar. Iyalah, apapun, asal kegiatannya bener aja dan bukan tebar pesona yang negatip.

Selasa, 24 April 2007

Percaya Diri dengan Lumpur

Dengan sangat percaya diri, pencipta kemiskinan baru di Sidoarjo itu mengaku tidak terpengaruh dengan ribut2 soal resuflle kabinet. Kenapa? "Kinerja saya bagus sekali," katanya. Ziiggghhh....pede kali kau Cal! Oke, posisinya sebagai pemilik perusahaan pengeboran lumpur panas itu memang ga satu kursi dengan jabatan menterinya. Tapi justru disana letak kerancuannya. Ngurusin perusahaannya aja ga beres2 dan malah menciptakan kesengsaraan baru bagi orang2, eh, berani2nya ngaku kinerjanya di kementerian 'bagus sekali'. Dasar asem! Meski blepotan lumpur, dia tetap percaya diri yak?

Kinerja pejabat macam apa yang membiarkan warganya terlunta-lunta di Jakarta memperjuangkan nasib mereka agar bisa hidup di tempat yang layak seperti semula? Pejabat macam apa yang seperti berlomba-lomba menyibukkan diri agar terhindar dari keluh dan tangis para pemilik lahan yang rumahnya sudah kelelep dalam lumpur itu? --Salut dan terima kasih bagi mereka yang peduli dengan mengirimkan makanan, minuman, hingga pakaian dalam bagi para korban lumpur panas yang setia bertahan di pelataran tugu proklamasi. Patung proklamator ternyata lebih punya perasaan--

Hei...lihat di sana. Bapak menteri satunya lagi, gagal menyaksikan pusat semburan lumpur di Porong karena tekanan gas beracun H2S sedang tinggi dan tanggul masih rawan. Lha...kok mundur? Nggak malu sama warga di sana? Sepanjang hari selama setahun ini mereka terus menerus menghirup gas beracun itu, tidur di tenda, makan tak teratur, anak2 ga bisa sekolah dengan baik, kehilangan rumah, teman dan keluarga, dan dihindari seperti pengemis saat mereka menuntut haknya! Dan Anda, bapak menteri yang terhormat, lari terbirit2...! Pelayan rakyat macam apa!

UPDATE : Abis Magrib tadi, akhirnya SBY-JK menemui para korban lumpur dan ada kemajuan kecil yang dicapai yakni pembayaran segera dilakukan meski tetap dengan format 20:80. Secara gw emang nyolot, gw cuma mo bilang, Ada apa ya, mendadak berminat ketemu korban. Komunikasi politik?

Jumat, 20 April 2007

Mengapa Harus Kartini?

Saya tidak anti Kartini atau anti Jawa seperti dituduhkan beberapa teman yang mendebat pertanyaan saya soal peringatan Hari Kartini. Saya cuma bertanya, Mengapa Harus Kartini? tapi kok tanggapannya malah jadi rasis gitu? Padahal Agus juga Jawa dan dia berpikir gimana kalo surat2 Kartini isinya bukan seperti dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang tapi resep masakan? Saya ngotot bertanya pada Mas Mbilung di postingannya, tidak berarti saya memilih Hari Malahayati. Bukan pula karena ikut2an Tamara Geraldine (halah...) yang katanya dukungan Tjut Nyak Dien terhadap suaminya adalah sebenar2nya emansipasi.

Sekali lagi saya cuma bertanya. Dan akhirnya, saya menemukan tulisan seorang kawan dan tulisannya mengenai kontroversi Kartini sebagian saya kopas ke sini dengan seijinnya.

Kontroversi-1. Keaslian pemikiran RA Kartini dalam surat-suratnya diragukan. Ada dugaan bahwa J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda saat itu, melakukan editing atau merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Kita hanya disuguhi tulisan-tulisan yang bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Abendanon semata.

Kontroversi-2. RA Kartini dianggap tidak konsisten dalam memperjuangkan pemikiran akan nasib perempuan Jawa. Dalam banyak tulisannya beliau selalu mempertanyakan tradisi Jawa (dan agama Islam) yang dianggap menghambat kemajuan perempuan seperti tak dibolehkan bersekolah, dipingit ketika mulai baligh, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal, menjadi korban poligami. Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan bersedia untuk dimadu pula. Namun demikian, bertolak belakang dengan pemikirannya, RA Kartini rupanya menerima untuk dinikahkan (bahkan dipoligami) dengan bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903, pada usia 24 tahun. Pada saat menjelang pernikahan, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu.

Kontroversi-3. RA Kartini dianggap hanya berbicara untuk ruang lingkup Jawa saja, tak pernah menyinggung suku atau bangsa lain di Indonesia/Hindia Belanda. Pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam rangka memperjuangan nasib perempuan Jawa, bukan nasib perempuan secara keseluruhan. Walaupun demikian ide-idenya dianggap menyeluruh secara nasional karena mengandung sesuatu yang universal.

Kontroversi-4. Tidak jelas persinggungan RA Kartini dengan perlawanan melawan penjajahan Belanda seperti umumnya pahlawan yang kita kenal. Tak pernah terlihat dalam tulisan dan pemikirannya adanya keinginan RA Kartini untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda saat itu, apalagi membopong senjata sebagaimana Pahlawan Wanita lainnya seperti; Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Emmy Saelan atau Christina Martha Tiahahu.

Kontroversi-5. Dari sudut pandang sejarah, pemikiran RA Kartini dalam emansipasi wanita lebih bergaung daripada tokoh wanita lainnya asal Sunda, Raden Dewi Sartika, walaupun langkah gerak Dewi Sartika justru lebih progressif. RA Kartini lebih terkenal dengan pemikiran-pemikirannya, sedang Dewi Sartika tak hanya giat berpikir, tapi juga mengimplementasikan pemikirannya ke gerak nyata dalam masyarakat dengan mendirikan sekolah khusus putri, Sekolah Kaoetamaan Istri pada tahun 1902.

Kontroversi-6. Penetapan tanggal kelahiran RA Kartini 21 April sebagai hari besar juga diperdebatkan karena terkesan terlalu melebih-lebihkan sosok beliau, sementara masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Mereka mengusulkan untuk merayakan Hari Perempuan secara umum pada tanggal 22 Desember.

Apapun kondisinya, tidak bisa saya pungkiri bahwa sejarah Kartini yang diajarkan di sekolah telah membuka mata saya bahwa laki-laki tidak selalu lebih baik daripada perempuan. Tapi tetap saja saya bertanya, Kenapa Harus Kartini, terutama setelah mendengar dan membaca kisah Laksamana Malahayati jaman kecil saya dulu.

Rabu, 18 April 2007

Lumpur dan Karpet Merah

Tetap tegar, apapun yang terjadi, tetaplah tersenyum!
Pesan yang indah. Apalagi diucapkan seorang Giring Ganesha, vokalis Nidji yang diidolakan banyak orang. Kalimat itu menurut Kompas, diucapkan Giring bagi korban lumpur Lapindo saat bandnya melakukan konser sosial di pengungsian warga di Sidoarjo sana. Menghibur mereka, para penghuni tenda yang terlupakan karena soal2 IPDN, resuflle kabinet, laptop, uang Tommy, yayasan2 Soeharto dan sebagainya yang jauh lebih seksi untuk dibincangkan.

Sementara sebagian dari mereka, berduyung2 ke ibukota, meski dihalangi aparat di stasiun kereta. Di ibukota, mereka tidur di hadapan patung bapak bangsa, Soekarno-Hatta. Sebab hanya patung yang bisa diajak bicara. Sebab hanya pelataran tugu yang mau menerima mereka. Sebab dua orang yang zaman kampanye dulu sempat mengaku2 sebagai penjelmaan patung dua orang di tugu proklamasi itu mengaku terlalu sibuk untuk menemui mereka. Si bapak tak mau istananya terperciki lumpur, sedangkan si wakilnya hanya melirik korban lumpur dari balik kaca mobil mewahnya yang mungkin dibeli dari sebagian pajak orang2 berbau lumpur itu.

Yang punya negara, bapak yang gagah itu, hanya mengeluarkan kepres berisi ganti rugi cukup 20 persen aja! Wakilnya, hanya menjamin, si empunya pabrik lumpur adalah keluarga baik2 yang ga mungkin lari dari tanggung jawab. Sementara yang punya lumpur, ga ada di kantornya, sibuk keliling penjuru negeri, katanya mengentaskan kemiskinan, SETELAH menciptakan kemiskinan baru di Sidoarjo sana. Ckckck... rakyat dibikin makin menderita sementara konglomerat didorong untuk makin berjaya!

Aha, hampir lupa! Bapak yang terhormat itu, juga sibuk menggelar karpet merah bagi pengemplang dana BLBI. Ya, 10 tahun lewat, kasus utang BLBI yang macet senilai Rp 600 triliun wajar jika telah dilupakan. Wajar pula bila kehadiran Anthony Salim bolak balik ke istana tak membuat orang ngeh bahwa dia salah satu pengemplang itu. Mungkin karena jumlahnya cuma Rp 36 triliun. (kurang yakin sih, ada ya duit segini di negeri ini?)

TRILIUN!!! Mungkin ga ada apa2nya dibanding duit yang dibawa lari Eddy Tansil. Apalagi kalo cuma dibandingkan dengan total jumlah dana yang dibutuhkan untuk ganti rugi korban lumpur. Lalu kenapa pemerintah begitu berat melunasi hak-hak korban lumpur itu? Tinggal menyita aset pembuat gara2nya (si Ical). Kalau belum cukup juga, tuh, sita aset para koruptor, suruh balikin duit negara buat membangun Aceh, membangun Jogja, membangun Sidoarjo agar mereka yang di sana tidak terus2an tinggal di dalam tenda! Punya telinga dan hati ga sih???

Senin, 16 April 2007

Mahasiswa vs Anak Sekolah Tinggi

Ini kisah anak STPDN
Calon pemimpin terbaik dari seluruh negeri dikumpulkan di ibukota provinsi. Dengan pesawat mereka diangkut ke sana. Dijemput masing2 dengan satu mobil untuk satu orang. Jika mobil belok kembali ke bandara, berarti ga lulus, dan kalau terus ke Jatinangor, berarti mereka lulus. Kemewahan menunggu di sana. Gaji bulan pertama sudah menanti. 100 persen dibiayai uang rakyat. Makan tiga kali sehari sudah ditanggung. Pakaian dari ujung kaki hingga ujung rambut sudah tersedia. Tidak ada cerita pakaian kotor dan lusuh menumpuk, karena tukang loundry siap sedia setiap saat. Tak perlu memikirkan uang kost setiap bulan karena tempat tidur empuk telah tersedia. Tidak perlu memikirkan biaya transportasi, karena tinggalnya di dalam kampus. Bangun pagi, masuk kuliah di ruangan ber-AC, selepas kuliah latihan baris berbaris plus gebukan. Tiba saatnya KKN, tinggal ngambil data di kantor bupati. Saat wisuda, dikukuhkan oleh presiden, mendagri dan segala pejabat. Tamat dari sana, jabatan sudah menunggu. Enak kan?

Simak kisah si mahasiswa
Mahasiswa (ingat, mahasiswa, bukan anak sekolah tinggi atau institut) ini sebenernya teman sebangku si anak sekolah tinggi di SMA dulu yang nilai raportnya jauh lebih baik daripada si anak sekolah tinggi. Si mahasiswa cuma kalah tinggi 1 cm dan kalah duit buat ganjelan. Akhirnya mereka berpisah jalan. Si mahasiswa mempersiapkan diri ke ibukota provinsi, mencari kost-an yang murah meriah meski tinggal di pinggir kali, berbahan tripleks tanpa ventilasi. Kerja serabutan demi membiayai kuliah. Ke kampus jalan kaki. Makan dua kali sehari dengan lauk tahu tempe (sesekali beruntung dapet undangan seminar, bisa makan gratis). Pagi2 mandi alakadarnya, mengenakan kaos dan kemeja lusuh serta jins belel, masuk kampus, belajar dan berdiskusi, bersosialisasi dengan segala lapisan. Di universitas, si mahasiswa mewakili Indonesia mengikuti kompetisi ilmu pengetahuan tingkat internasional. Saat wisuda, dengan baju pinjaman, dikukuhkan oleh rektor. Masa depan suram menantang mereka dengan sombongnya karena medali internasionalnya (yang pernah membuat nama negeri ini berkilau) ternyata tidak cukup mempan dipakai buat ngelamar kerja!

Hahaha....iri ga lo, anak2 mahasiswa? Gw ga ngomporin lho...gw ga memprovok...gw cuma memaparkan fakta yang diambil dari kisah nyata! Eh, ga boleh nyolot soal KEBERUNTUNGAN dan jangan bawa2 nama Tuhan! Kita maen fair aja, selayaknya sesama manusia :p

Jumat, 13 April 2007

Biaya dan Jabatan Bagi Pembunuh

Tau ga berapa anggaran yang disiapin negara yang diambil dari APBN alias uang rakyat untul Institut Preman itu? Konon jumlahnya sekitar Rp 150,8 miliar! Rp 2,4 miliar diantaranya dipakai untuk biaya pengembangan sumber daya manusia misalnya biaya pelatihan fisik dan mental. Pembinaan fisik dan mental ini, apakah untuk perpeloncoan atau pembunuhan, entahlah!

Ini baru dari APBN lho...belum termasuk biaya yang dikeluarkan APBD masing-masing daerah yang mengutus siswa ke sana yang mencapai Rp 46,75 juta per siswa untuk 4 tahun pendidikan. Entah berapa yang tidak terlihat alias sogokan. Dulu, salah satu tetangga saya harus menjual mobilnya seharga Rp 50 juta yang difungsikan sebagai oli, eh...pelicin. Dengan rela mereka membayar harga itu sebab konon siswa di sana telah digaji layaknya PNS setiap bulan.

Dan kemanakah para narapidana yang dinyatakan sebagai pembunuh Wahyu Hidayat tahun 2003 lalu? Ah, mereka ternyata menjalani kehidupan yang aman sentosa. Bukan di dalam penjara. Mereka tetap CPNS dan jelas menerima gaji setiap bulan, seperti impian para siswa di sana. Misalnya, YS- Ajudan Bupati Sukabumi, YM- Karyawan BKD Ciamis, HS- staf Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, DRF- Staf Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani, Kota Bandung, BRN- Staf Kelurahan Margasenang, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, SR- Sekpri Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Lex Laksamana, GAR- Staf di Pemkab Sumedang, DH- Staf di Pemkab Sumedang, dan dua lagi DS dan OM ga tau kemana rimbanya.

Kalo Cliff Muntu dan Wahyu Hidayat meninggal, paling nggak, mayatnya ada, bisa dikuburkan dengan baik dan bisa diziarahi oleh sanak keluarganya. Tapi praja dari Kabupaten Pasir, Kaltim, Abdul Rahman yang hilang sejak 1992 itu, hendak dicari kemana dan siapa yang harus dimintai tanggung jawab? Benar2 hilang ditelan bumi seperti pesawat Adam Air.

Kamis, 12 April 2007

ayo, ngaku!

Sapa yang nyiptain lagu Naik-naik ke Puncak Gunung?

(gw baca iklannya di Kompas, Kamis 12 April 2007 di bagian Klasika halaman 43. dan gw tergelitik pengen tau juga, hehehe! sapa ya? ayo, ngaku!)

Senin, 09 April 2007

Pergi Sehat, Pulang Jadi Mayat

Saya gemes baca berita semalem. Konon, Inu Kencana Syafei bakal diberi sanksi karena membeberkan keburukan institusi tempatnya mengajar, IPDN. Tindakannya dianggap tidak pantas dan menyalahi aturan. Saksinya, Inu ga boleh ngajar. Sejak awal, Inu sudah sadar bakal ada konsekuensi yang akan dihadapinya. Tapi sanksi ini, tetap saja aneh, janggal, tolol dan bikin dongkol.

Kenapa yang dihukum malah pelapor? Padahal sebagai warga, saat melihat dan mengetahui ada tindak kejahatan, emang harus lapor polisi. Kenapa yang berusaha melakukan kejahatan dengan memberi formalin pada mayat Cliff Muntu, menyatakan orang tua Cliff menolak otopsi dan mengatakan Clifft meninggal karena sakit lever justru jadi orang yang dilindungi? Padahal tindakan orang itu jelas-jelas penuh niat menutup-nutupi kejahatan.

Bener2 sekolah bodoh, pencetak manusia2 bodoh penuh dendam, dan sangat layak dibubarkan. Buat apa ada sekolahan yang mencetak birokrat tukang pukul dan pembunuh? Ketika lulus dan harus mengabdi, budaya kekerasan dan korup di sekolahannya dulu hanya akan terbawa2 ketika mereka menjabat sebagai sekretaris lurah atau ajudan bupati. Militer aja kalah ma mereka.

Emang aneh aturan di negeri ini. Yang ngelaporin kejahatan yang dihukum. Pelaku kejahatannya, bebas2 aja. Kalo kek gitu terus, mana ada lagi orang berani yang akan lahir di negeri ini? Cerita2 tentang Munir, tentang Baharuddin Lopa, tentang entah siapa, hanya akan tinggal cerita dan ga akan dituliskan dalam buku sejarah anak2 sekolah.

Sebab cerita tentang kejujuran dan keberanian, akan merusak mental anak sekolah. Yang boleh dituliskan dalam buku sejarah hanya cerita tentang kekerasan, balas dendam dan pertumpahan darah. Lalu melahirkan bangsa fasis dan kanibal.
Pertanyaan gw, masih adakah orang tua yang rela anaknya dididik di sekolah macam itu? Sehat dan segar bugar ketika meninggalkan kampung halaman membawa mimpi indah untuk masa depan, tapi pulang2 ternyata hanya jadi mayat?
turut berduka untuk keluarga Cliff Muntu (maaf, telat)

Selasa, 03 April 2007

Pesta Ultah Rp 2 Miliar

Dia pangeran, junjungan, orang kuat, dan telah digariskan nasibnya untuk boleh berbuat apapun sesukanya. Ga ada yang berhak melarangnya menggunakan hartanya entah untuk apa. Sebab dia memang punya banyak harta. Sangat cukup untuk digunakan hingga keturunan ketujuh, delapan, sembilan, sepuluh, mungkin. Apalagi untuk anak terkasih dari istri muda tersayang.

Maka demikianlah. Ketika si istri muda memimpikan perayaan ulang tahun super meriah bagi bayinya yang genap berusia setahun, sang pangeran langsung mengabulkan. Tak peduli jika pesta itu harus menghamburkan hartanya (yang ga bakal habis) sebesar Rp 2 miliar. Toh saat aqiqah-an bayinya, biaya yang dikeluarkannya cuma Rp 500 juta, apalagi untuk sebuah pesta ulang tahun. Tak peduli bahwa bayi kecil yang menyandang nama pangeran sebagai nama belakangnya itu takkan peduli pada pesta. Sebab yang ia tau, ada susu yang diberikan sang ibu padanya di setiap rasa lapar menyerangnya.

Pun ketika ibunya, perempuan muda yang suka menyanyi itu, meminta agar pesta dirayakan jauh dari ibukota, sang pangeran menyanggupi. Pangeran pun pasti tak mau, pestanya gagal karena serangan istri tua, menjebol pagar besi, seperti kejadian tengah malam tahun lalu. Mereka pun boyongan ke tanah kelahiran sang istri muda.

Bayi kecil yang mahal...nikmati pestamu, nikmati rezekimu.
Jangan sampai kau mengalami nasib seperti bayi lain seusiamu yang terus merengek di gendongan bundanya yang sibuk mengeruk pasir, memecah batu, demi sesuap nasi hari ini. Jangan sampai kau ikut kepanasan dan mabuk bau lumpur di tenda2 pengungsian Sidoarjo. Jangan sampai kau kehausan justru ditengah guyuran hujan nan lebat.

Mimpi bayi-bayi lain seusiamu, telah lama mati direnggut kejamnya hidup. Maka, nikmati tidumu bayi kecil yang mahal...nikmati mimpi indahmu. Klan paling berkuasa negeri ini, pasti takkan kehabisan harta buatmu, hingga anak cucumu lahir kelak. Asetnya di banyak yayasan, akan membuat masa depanmu terjamin.