Senin, 22 September 2008

anda kenal rizal ramli dan calon kapolri?

gw ga kenal ma Rizal Ramli. so, gw ga peduli urusan dia yang katanya sedang sibuk menggalang dukungan ke tokoh2 nasional setelah jadi inceran polisi karena dituduh menggerakkan demonstrasi anti kenaikan harga BBM kemaren. tapi omongan si calon Kapolri [calon kok cuma satu] yang bilang demo BBM kemaren disetting ma penguasa bikin gw eneg!

cari muka banget sih? apa dikira dia baru akan diangkat sebagai kapolri kalo udah bikin pernyataan kayak gitu? gw juga ga peduli kalo demonstran berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM ternyata dibayar. gw lebih peduli pada apa yang mereka suarakan. dari 200 juta rakyat Indonesia, berapa kepala aja sih yang ga terpengaruh kenaikan harga-harga? kenapa selalu saja yang disorot adalah aksi2 di jalanan? kenapa isi tuntutannya ga diperhatiin?

tanpa survei2 segala macem, siapapun tau naiknya harga BBM kemaren makin memperpanjang daftar orang miskin di negeri ini. jadi hanya pejabat bodoh yang ngaku terhormat yang stengah mampus membantah kejadian di Pasuruan bukan dampak kemiskinan. kalo mereka ga miskin, ngapain berjejal2 di depan pintu rumah orang cuma buat dapetin duit Rp 30 ribu yang ga cukup untuk makan sehari sekeluarga itu?

mereka berjejal di gang sempit depan rumah orang kaya itu hingga kehilangan nyawa, karena mereka ga punya kuasa untuk memeras pengusaha seperti kalian yang di atas sana. mereka cuma punya kupon zakat. mereka ga kenal travel cek senilai Rp 500 juta. dan kalian masih menyangkal mereka itu bagian angka-angka kemiskinan yang selalu ingin kalian sembunyikan?

capek! ngangkat pejabat baru, yang sama aja kelakuannya. cari muka. ga mau melihat ke bawah. lalu apapula itu Dewan Keamanan Nasional? oh, lembaga buat nangkap2in orang yang ga mau memilih ybs [baca: yang bersangkutan] pada 2009? lalu si pejabat baru itu disuruh ngawal? makin bagus aja kelakuan pejabat2 ini. capek!

Selasa, 02 September 2008

Salah Tangkap, dari Sengkon hingga Asrori

Belakangan setelah kasus Ryan si penjagal menyeruak dan menyita perhatian publik, kini kasus Asrori, salah satu korbannya Ryan juga ramai dibicarakan. Tak cukup kemarahan orang terhadap Ryan pembunuh berdarah dingin, kini kemarahan juga ditimpakan pada polisi dan jaksa yang menangani kasus Asrori.

Ryan mengakui membunuh Asrori. Sementara udah ada orang yang dipenjarakan karena didakwa membunuh Asrori. Setelah serangkaian tes, akhirnya temuan terbaru mementahkan dan menggugurkan proses hukum kasus tewasnya "Asrori" di Jombang sebelumnya yang memenjarakan Hambali alias Kemat (26), dengan pidana 17 tahun, dan Devid Eko Priyanto (17), yang diganjar hukuman 12 tahun penjara. Terdakwa ketiga masih proses sidang.

Bagaimana rasanya dituduh dan dipenjara sebagai pembunuh sementara ia tidak melakukannya? Apa nda pengen skalian membunuh polisi ma jaksa yang menuntutnya? Apalagi si korban salah tangkap udah ngakuin kalo mereka ditekan oleh polisi2 pemeriksanya untuk mengaku sebagai pembunuh. Ya Tuhan, ga dipercayai atau dituduh ngomong dusta aja rasanya pengen bunuh orang, apalagi kalo dituduh membunuh dan harus dipenjara?

Rupanya ini bukan kasus pertama. Dulu tahun 1974, katanya, juga terjadi kasus serupa. Alkisah, Sengkon dan Karta ditangkap dengan sangkaan merampok dan membunuh pasangan suami istri Sulaiman Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi. Polisi menyidik kasus ini dan meyakinkan Sengkon-Kartalah pelakunya. Hingga tiga tahun kemudian, kedua petani itu tetap menyangkal tuduhan jaksa. Tapi, hakim Djurnetty Soetrisno lebih memercayai cerita polisi ketimbang pengakuan kedua terdakwa.

Sengkon pun divonis 12 tahun penjara dan Karta 7 tahun. Suatu saat, seorang penghuni LP, yang masih kerabat Sengkon, Gunel, mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang sebenarnya. Sengkon dan Karta melaporkan pengakuan itu. Gunel kemudian diadili dan memang terbukti bersalah. Ia dihukum 10 tahun penjara.

Kasus itu kemudian menggemparkan. Albert Hasibuan, anggota DPR dan pengacara, mengupayakan pembebasan kedua petani itu. Hasilnya, kasus Sengkon Karta menyumbangkan sesuatu untuk perkembangan hukum: Mahkamah Agung menghidupkan lembaga peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan dacti (herziening).

Januari 1981, Ketua Mahkamah Agung Oemar Senoadji memerintahkan kedua orang itu dibebaskan. Namun, kesalahan para penegak hukum terhadap kedua orang itu tidak tertebus hanya dengan herziening. Keluarga Karta, dengan dua istri dan 12 orang anak, kocar kacir. Melarat. Sebab, menurut istri Karta, semua sawah dan tanah milik mereka telah dijual habis untuk biaya hidup dan "membiayai" perkara suaminya.

Nasib Sengkon pun tidak banyak berbeda. Walau hanya menanggung beban seorang istri dan tiga anak, Sengkon tidak mungkin meneruskan pekerjaannya sebagai petani karena sakit TBC terus merongrongnya. Berdasarkan semua itu, kuasa Sengkon, Murtani, merasa layak menuntut ganti rugi kepada pemerintah. Tapi semuanya ditolak dengan berbagai alasan. Kisah Sengkon dan Karta pun tetap berakhir tragis.

Tapi konon ada yang lebih tragis lagi. Saya nggak dapet file-nya, hanya cerita dari mulut ke mulut. Kasus serupa terjadi zaman Soeharto juga, di Jogja. seseorang dituduh membunuh lalu dipenjara selama 20 tahun. Setelah hukumannya akan berakhir, pembunuh sebenarnya baru terungkap. Dia pun dibebaskan. Tapi untuk mencegah wibawa aparat yang salah tangkap itu dirongrong, termasuk penguasa saat itu, saat keluar dari penjara, ia pun ditabrak mobil hingga tewas. kasus selesai, aparat aman! tragis!