Kamis, 31 Maret 2005

Negeri Bencana

Kamis, 31 Maret 2005

Indonesia negeri berdarah,
teramat banyak peristiwa,
Ambon, Atjeh, Poso, Papua, tragedi semanggi, tragedi trisakti, tragedi 27 Juli. peristiwa Lampung, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Malari, Banyuwangi, Timor Leste, Sampit, dan masih banyak yang lainnya....

Itu kata lagu anak-anak gerakan pasca '98 dulu. Memang amat banyak tragedi, tapi semuanya bikinan manusia, konflik elit yang sengaja dirembeskan ke akar rumput. Tragedi yang sengaja dibuat biar ada alasan bagi sekelompok orang untuk kembali berkuasa, menjadi orang nomor satu di negeri ini, untuk bisa berbuat lagi semaunya lagi.

Liat aja, belum setaon berkuasa, bencana demi bencana datang. Pas tiga bulan bencana gempa dan tsunami di Atjeh dan Sumut melanda, gempa dahsyat kini kembali mengguncang Nias. Itu pun masih diselingi naiknya BBM, Ambalat, bencana lalu lintas, pembunuhan berencana terhadap Munir, bencana alam yang levelnya sedikit di bawah bencana Atjeh seperti banjir, tanah longsor, berbagai wabah penyakit, semuanya menelan korban nyawa. Pas Nias dilanda bencana, di Pulau Nan Cantik Bali sana, duo bersaudara lagi berebut pucuk pimpinan karena keduanya merasa pantes jadi anak kandung ideologis Bung Karno.

Sementara anggota DPR ga mau kalah, pas BBM naik, mereka ikut minta gaji naik, lalu berkelahi di depan umum. Pantesnya polisi nangkepin mereka, bukan hanya pelajar yang tawuran di jalan yang ditangkap. Anak-anak itu kan mencontoh dari wakil-wakilnya di DPR sana.

Lalu SBY tenang-tenang aja, orasi di sana sini, mempertontonkan kejagoannya berpidato, omong besar berantas korupsi, nyatanya cukong kayu diloloskan, jaksa tetep bisa disuap. Kini Jusuf Kalla dan Abu Rizal Bakri mo ikut-ikutan tender bikin jalan tol. Dasar ga punya malu, katanya mo berantas KKN tapi mereka sendiri yang notabene adalah pejabat (pejabat pengusaha ato pengusaha pejabat) mo ikut-ikutan tender yang pasti akan dengan gampang dimenangkan. Lha wong yang punya negara cuma mereka.

Semuanya emang taek kucing!!!
Sebenernya gw ga begitu heran. Sebelumnya gw dah bilang kalo tangan SBY emang panas, makanya yang ada bencana mulu di negeri ini. Gw percaya karma. Jika di masa lalu SBY tangannya berlumuran darah orang tak berdosa yang ditembakinya saat masih tentara aktip, kini saat memimpin, banyak pula darah bercucuran di sana sini. Tapi dia ga bakalan sadar, terlanjur terlena dengan kekuasaan yang diimpikannya sejak dulu.
Hmmm....enak kan kalo ada yang disalahin jika terjadi sesuatu. Timpakan aja semuanya pada SBY!!!!

Kamis, 10 Maret 2005

Nukilan Diari

Kamis, 10 Maret 2005, pukul 03.16
Hampir empat minggu, insomnia menderaku tanpa ampun, bahkan lebih parah dari sebelum-sebelumnya, membuatku terjaga hingga pukul 03.00 atau 04.00 menjelang pagi. Obat tidur ternyata tak begitu berguna sehingga separuh sisanya kujebloskan lewat kisi jendela hingga air selokan menghanyutkannya. Kata dokter, gw harus mengkonsumsi vitamin, minum susu, refleshing, dll, dsb, masa bodoh.
Tapi penyakit yang sungguh menyiksa ini membuatku punya waktu membuka-buka diari masa SMP, SMA dan saat kuliah. Hmm....ternyata banyak catatan dan puisi yang tersisa dari sana. Inilah sebagian nukilannya.....

BOCAH
* tanpa catatan waktu, mungkin sekitar 1993

Asap knalpot merebak dalam kota
Terik matahari memanggang kulit
Sungai-sungai airnya kuning dan bau
Semua tak peduli

Bocah meraung-raung
Sebagian lagi mengais jejak tapak manusia
Sementara orang dewasa telah mencakar langit
Semua tak peduli

Ditinggal aku menatap mereka
Menelusuri wajah tanpa dosa
Kaki bocah telah pegal
Dan kini aku memilih
Menyusuri satu jalan damai
Karena semua tak peduli

ULTRA VIOLET I
* November Rain 1994

Nama itu berdengung dalam nafasku
Baunya lalu terbawa angin
Sambil tak lupa mencolek hidungku
Menyakitkan!!!

ULTRA VIOLET II
* Akhir November 1994

Bias cahaya senja kemarin masih terasa
Tapi kini matahari kembali merekah
Jangan terlalu yakin sobat
Karena sore nanti pasti akan meredup lagi
Walau esok kan muncul lagi
Dan meredup lagi sore harinya

RESAH
* September 1994

Saat ini meletihkan sekali
Keringat resah dalam genggamanku
Karena sesuatu yang tak pasti
Karena gelisah dalam keraguan
Ujud yang tak jua bersua
Jiwa yang entah kosong entah berisi
Amat dahsyat membelenggu badan
Sampai kini tak kutemukan kunci belenggu itu

Yang ini tahun 1994 juga, tapi ga tau judulnya apa....

Mulanya polos
Lalu kukumpulkan segala tahu
dan kutaburkan di permukaannya
Hingga kini muncul
Dan nanti akan mekar
Baunya akan tercium orang
Kan kupetik
Dan kembali kutaburkan untukmu
Sampai waktu terus menggulirkan segalanya
Dan...hanya Tuhan yang tahu!

11 April 1996

Hiruk pikuk camar beterbangan ke sana ke mari
Entah apa yang terjadi di sana
Mungkin mereka sedang merayakan sesuatu
Atau malah sedang berduka
Aku tak mengerti, karena aku seperti tak merasakan apa-apa
Kala kini, bagai elang ataukah kalong?
Entah....
Yang jelas saat ini suasana ramai dan ceria mengelilingiku
Tapi kurasakan keramaian itu
justru berubah menjadi kesepian yang mencekam
Kalong...
dia terbang bergerombol
riuh suara mereka
tapi dinginnya angin teramat tajam menusuk tulang
Elang...
Sinar matamu tajam dan keras
Seakan ingin menerjang karang obsesi
yang menghadang gerakan sayapmu
tapi apa daya
obsesimu kuat, kepakan sayapmu dahsyat
menyibak awan
menggetarkan sukma
tapi kamu terbang dalam kesendirian
Walau kepakan sayapmu kadang membuat kupu-kupu bergetar
Tanpa kawan kamu terbang
Kalong dan Elang...
Selamanya tak akan melangkah bersama, apalagi seiring sejalan
Kalong terbang di malam hari
Elang terbang di siang hari
Jarak kalian memang jauh
Sejauh matahari dan bulan

Rabu, 09 Maret 2005

Apa semua tentara harus jadi presiden?

Rabu, 9 Maret 2005, pukul 00.15

Heran, kenapa semua orang sibuk soal Ambalat? Katanya sih demi harga diri bangsa yang berujung dendam pada bangsa serumpun di seberang sana.

Ambalat pun memunculkan pedang bermata dua bernama nasionalisme pada segelintir pemuda yang ramai-ramai minta dilatih tentara dari tingkat Koramil, Kodim hingga Kodam.

Mereka pun ramai-ramai menggunakan istilah 'ganyang'. Kok mirip yel yel taon 65 sih? Gw pun mikir, kalau bukan SBY yang bikin isu Ambalat jadi gede, pasti pengguna kata GANYANG udah diciduk aparat, dikira ekstrimis kiri. Pikiran optimis akhirnya muncul juga, mungkin sejarah mulai terungkap, bahwa salah satu angkatan yang bergerak di daratan sebenarnya terlibat taon 65, hahaha....!

Tapi kok kemaren pas kejadian TKI yang nyawanya diburu-buru, nggak disikapi? Giliran denger soal Ambalat yang berlimpah minyak, semua langsung bereaksi. Padahal kalo pun dikasih ke Indonesia untuk diekplorasi, berapa rupiah sih yang bisa dinikmati rakyat? Yang selama ini terjadi, semua habis di pusat, diteteskan sedikit ke provinsi, lalu sedikit lagi ke kabupaten/ kota penghasil minyak. Sebagian besarnya tetap dikuasai oleh perusahaan pengeksplorasi tambang.

Hasilnya bisa dilihat di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim, yang merupakan daerah terkaya se Indonesia karena daerah ini pusat tambang minyak, gas dan batu bara. Tapi Kutai juga adalah daerah yang terbanyak penduduk miskinnya, daerah yang paling banyak utangnya, dan daerah lebih banyak wartawannya daripada penduduk biasanya.

Tidakkah terpikir oleh orang-orang bahwa isu Ambalat menguntungkan SBY atas kecurangannya menaikkan harga BBM?
Kalo emang niat konfrontasi, kenapa konsulat kita di sana ga segera ditutup?
Kenapa TKI ga ditarik agar mereka ga jadi tumbal jika terjadi sesuatu?
Kenapa relawan dan tentara Malaysia di Aceh tetep dibiarkan?
Ga malu terima bantuan dari lawan?
Terbukti, semua hanya dagelan politik!
Dikira perang itu enak?
Kenapa pas kejadian di Atjeh, laskar pemuda setengah militer ini nggak bergerak se-antusias sekarang?
Ambalat katanya persoalan harga diri. Berapa sih harganya?
Apa harga diri TKI dan warga Atjeh lebih kecil nilainya dibanding kita?
Jangan sok deh! Perang ga ada untungnya!
Trus...kalau yang ke perbatasan sana pemuda semua, lantas tugas tentara yang buanyak itu apa?
Masa semua tentara hanya jadi presiden?

Minggu, 06 Maret 2005

Tiga Fase Gelisahku

Minggu, 6 Maret 2005

Fase Pertama, 6 Desember 2001, pukul 00.16
Aku sedih tak tahu kenapa
Aku kecewa tak tahu pada siapa
Aku jengkel sekaligus ada getar indah
Aku ingin marah tapi rasanya sayang
Aku sedang senang tapi hatiku juga perih
Aku sehat tapi merasa tak berdaya
Aku ingin berlari kencang tapi begitu indah berjalan pelan dimusim gugur
Aku ingin mimpi indah tapi takut tidur
Aku ingin berkata-kata tapi tulisan lebih bermakna
Aku ingin terbang tapi angin tak sudi memberiku sayap
Aku ingin PULANG tapi di luar begitu indah
Aku ingin berteduh tapi tak ada pohon yang cukup rindang
Aku ingin jadi lembaran duit tapi takut kotor
Aku ingin jadi wewangian tapi takut kau di awang-awang...

Lalu di suatu tempat di suatu masa
Aku mengalami kegelisahan yang sama di fase keduaku
Saat kebosanan meradang, menghujam diri
Bosan, sepi, nelangsa, gamang, sumpek, apa yang kumau?
Ingin menangis tapi takut airmataku menjadi murahan
Aku ingin ada di Poso, menyelamatkan yang bisa diselamatkan
Aku ingin ke Timor Lorosae, menjadi relawan atau apapun yang bisa kulakukan
Aku ingin ke Kalimantan, Sumatera, Papua, entah....
Mencari dan memulai hidup baru di sana
Aku ingin jauh dari kota ini
Jauh dari aturan kaum feodal
Berdiri di atas kaki sendiri, dianggap ada, punya sesuatu yang bisa kubagi pada orang lain
Aku marah melihat kebodohan berlarut di dekatku
saat ayat suci dibentang sedemikian lurus tapi bukan di jalan-Nya
Aku ingin seperti yang aku ingin!!!

Lalu fase ketiga dalam gelisahku tiba....
Aku ingin muntah, otakku buntu, dadaku sesak
Ingin keluar dari kota ini, dari tempat ini setelah kuraih kegelisahan fase keduaku
Tapi harus kemana?
Tiba-tiba aku takut menghadapinya
Banyak tawaran indah yang justru menakutkanku
Jika kuterima, apakah langkahku akan terhenti begitu saja?
Apakah penawar itu bisa mengiringiku, mendorongku atau bahkan menjegalku?
Kalau keluar dari tempat ini, aku harus kemana?
Aku merindukan rumahku nun di lembah sana
AKU INGIN PULANG, mom....
Tapi kehangatan masihkan ada di rumah kita?
Aku takut rumah akan membekukanku
Tapi tak ada lagi pohon rindang untuk berteduh di jalanan
HARUS KEMANA ANAK PEREMPUANMU INI, mom....
Aku tak mau melemah, tapi aku bingung
Tidak bisakah hidup benar-benar mengalir seperti air
tanpa sikap, tanpa pikiran, tanpa di cap bodoh dan tak berpendirian
Hanya mengalir menuju muara....AKU CAPEK, mom.....!

Rabu, 02 Maret 2005

Dia Kawanku...

Senin, 2 Agustus 2004

Bangun pagi banget, maklum baru pindah kota, masih semangat. Apalagi kota ini sedikit lebih dinamis dibanding kota yang kemarin gw tinggalin. Pagi-pagi, ada unjuk rasa dari lautan buruh pabrik kayu, hmm....pagi yang asik!

Tapi belum sempat berbaur dengan mereka, gw terseret ke sebuah hotel mewah. Katanya hari ini gw ga boleh ada di jalanan, gw harus ngorbanin mimpi sementara waktu. Gw harus ada ditempat yang lebih menjanjikan dengan segepok mimpi. Mimpi indah milik orang lain, punya pemilik kapital.

Padahal sungguh mati, gw ga suka acara berbau primordial ini. Apalagi dalam suasana pemilu ini, ada bau sarat kepentingan, gw bisa alergi. Kalo saja gw punya kekuatan, gw bakal arahin aksi unjuk rasa tadi ke gedung ini, menggugat pertemuan basa nan basi ini.

Tak dinyana, gw bertemu seorang kawan lama dari Papua yang pernah sengaja menghilangkan diri, merunduk sedalam-dalamnya, lari dari kampus dan hidup di kampung, jadi pedagang kecil demi menyambung hidup.

Dia memberitakan nasib seorang kawan lain yang berambut keriting asli Papua. Dia tewas diterjang peluru BRIMOB atau Koppasus, gw ga ngerti. Yang gw tau, pembunuhnya berloreng ijo, tentara, bangsat, yang tak pernah menghargai nyawa mahluk lain.

Aku ingat sekarang, kejadian itu bersamaan dengan diculiknya Abang Berambut Putih Keriting yang juga tewas beberapa hari setelahnya. Rasanya sakit bener saat gw ingat kalimat yang diucapkannya sambil bercanda, pada seorang kawan yang terkena DBD. Katanya, "Lebih baik abang mati diterjang peluru TNI daripada mati digigit seekor nyamuk!" Dan itu terbukti kini.

Aku juga jadi teringat kawan lain dari ujung barat negeri ini, Atjeh.
Seorang kawan, yang jauh-jauh datang ke Jakarta untuk berkumpul bersama kami, curhat tentang negerinya yang dilanda beribu amuk.
Dia kawanku, datang dari Atjeh hanya berbekal baju yang melekat di badan. Sebab di kampung dikira TNI, di kota dikira GAM, nasib!
Dia kawanku, jauh-jauh dari Atjeh, ke Jakarta naik bus, dengan 1.000 kali pemeriksaan orang- orang bersenjata
Dia kawanku, hidup susah di negeri sendiri, hingga harus jual ganja beli senjata
Dia kawanku, datang ke Jakarta kota jahiliah, mau pulang ke Atjeh harus ngamen dulu
Kawanku bertanya, mana pesawat yang dulu dibeli dengan uang kami?
Kawanku juga berkata, negeri elok, aman, damai yang kau janjikan, ternyata penuh pertumpahan darah
Kini kawanku hilang, mungkin ditelan tsunami, mungkin pula jadi korban darurat sipil, atau kini telah bertemu kawan dari Papua, bertemu Munir sang pembelanya, di alam sana.

Selasa, 01 Maret 2005

Hari-hari I Don't Care

1 Maret 2005

BBM naik tinggi
Susu tak terbeli
Orang pinter tarik subsidi
Bayi kami kurang gizi....

Lagi-lagi pagi ini gw terbangun karena lagu yang sama, lagu Iwan Fals yang disertai bau tak sedap. Ada bau SBY, bau bensin, bau tak populis, bau bangkai. Kalau SBY bilang I Don't Care About My Popularity karena udah naikin harga BBM, maka gw akan bilang, sapa juga yang peduli ma popularitas lu? I don't care with your popularity! Tapi gw ga akan nambahin kata We Care With Our Peoples, biar ga dibilang sok belain rakyat tapi juga ga berbuat apa-apa.

Gw cuma peduli bahwa ternyata pagiku yang adem terusik bau tak populis. Harusnya pagi ini gw bangun dan bisa menghirup udara segar tanpa polusi, ternyata gw harus tercekik harga BBM yang membumbung tinggi. Bayangin, 30 persen. Belum lagi gw harus jalan kaki karena angkot mogok pengen naikin tarif, plus belum sarapan. Sial!

Ternyata baru saja gw membuka mata pagi ini, harga gula ikut naik, beras naik, semuanya naik gila. Tenyata saat semua orang terlelap pukul 00.00 semalam, Bapak Presiden yang katanya jago pidato itu, mengetukkan palunya, mulai 1 Maret 2005, BBM naik.

Panteslah seorang pegawai rendahan di kantor walikota yang kutemui pagi ini basah kuyup oleh keringat karena harus jalan kaki, tak ada angkot. Katanya juga, dia tak punya televisi (heran, padahal PNS lho...) sehingga nggak tau kalo hari ini BBM naik. Dia pun bingung, mau masak pakai apa? Kayu bakar? Bukannya hutan kita sudah terbabat gundul, tak menyisakan kayu sepotong pun. Batu bara? Habis diekspor! Gas? Harganya malah lebih duluan naik, awal Januari lalu.

Hmm....Indonesia memang adalah sambungan pulau-pulau, juga sambungan persoalan yang muncul karena pejabatnya terus melakukan pembiaran-pembiaran.
Gas dibiarkan naik karena katanya yang pake orang kaya, nyatanya yang miskin juga kena akibatnya.
Lalu ada bencana di Aceh, disambung dengan pengejaran terhadap TKI di Malaysia yang untungnya sedikit diberi kelonggaran dulu, pemerintah pun membiarkannya.
Lalu, ada perkelahian di gedung TK sana, saling tuding maling dan uztad. Sapa yang nyolong sapa yang tereak sih? Sama saja!
Lalu hari ini, BBM naik, masa kelonggaran TKI pun berakhir, saatnya perburuan dilakukan. Tapi biarkan saja, mungkin itu kata pemerintah!
Sebentar lagi, akan ada perayaan 50 tahun Konferensi Asia Afrika. Ga peduli lagi susah, kok sempet pesta sih? Dulu setiap ada acara para pemimpin dunia di Jakarta sana, pasti pemerintah beli mobil-mobil baru anti peluru yang hanya akan dipakai beberapa menit. Tanpa mau peduli dana itu mengorbankan jutaan nyawa sekian tahun ke depan. Utang, utang dan utang lagi.

Katanya, subsidi BBM ditarik biar lebih adil karena akan dialihkan untuk dana bantuan rakyat miskin. Paling yang kebagian adalah rakyat miskin moral, yang mengantongi dana subsidi BBM, memasukkannya dalam rekening pribadi mereka.Lantas siapa yang jadi uztad di kampung maling mana? Who Care's???

Lalu Kunamai Kau RR...

Selasa, 31 Agustus 2004
Aku sayang kamu
Tapi aku juga ingin kau memberiku pengertian
Hubungan seperti apa yang sedang kita jalani?
Masih ingatkah kau?
Kalimat pertamamu padaku
Tentang romantisme sang revolusioner
Lalu kalimat keduamu
Masihkah hari ini sajadahmu basah dengan air dari keningmu?
Hari ini....
kalau kau masih menyukai kejujuran
dan letupan-letupan rasaku
Ingin kukabarkan...
Mengingat kalimat-kalimatmu kini
Air bening mataku meleleh tanpa permisi
Di pipi kusam yang kian coklat
Kutanya kau sekali lagi
Apakah hubungan kita sebatas
hamburan aksara berbalur birahi
yang bertaburan di lembaran putih
yang menolakkan tubuh kita ke awang-awang
Aku tak keberatan, aku rela
aku hanya bertanya
Aku tetap sayang kamu!

BABU JUGA MANUSIA

Sabtu 19 Februari 2005
Bukan hanya mahluk berdasi dan berdompet tebal yang layak disebut manusia. Seperti kata Serious Band, Rocker Juga Manusia. Intinya, jangan menilai orang dari penampilannya saja, tapi menyeluruh, termasuk isi kepalanya. Saat ini gw tertarik membedah isi kepala para artis yang suka seliweran di layar tivi. Jangan salah, banyak yang punya otak tapi kadang ga make otaknya, hanya ngandelin udel. Tapi khusus artis berikut, gw berusaha percaya kalau mereka punya pemikiran yang orisinil dan boleh dipercaya.

Nurul Arifin: Kalau saja Soekarno masih Presiden Repoblik Indonesia, mungkin saat ini dia telah melakukan konfrontasi lagi dengan Malaysia. Kita terhina, saudara kita yang jadi TKI diperlakukan serupa babu. Padahal kalau pun babu, dia juga manusia. Ini sudah pelanggaran HAM, juga terutama perlakuan mereka kepada kaum perempuan.
(Ehmm..., komentar ini cukup bagus dan pas keluar dari mulut seorang Nurul karena dia memang dikenal sebagai artis cerdas yang tetap sekolah disela kesibukan syuting. Dia pun aktifis AIDS dan perempuan. Sayangnya berbau kuning, lepas dari apakah Partai Golkar hanya jalan yang ditempuhnya menuju perubahan dan gw bilang itu bullshit!!!)

Bimbim Slank: Dua ribu dari lima ribu orang yang nonton konser kita di Banjarmasin nggak bayar tiket masuk. Yang nggak bayar itu pasti dari tentara, hahaha....!
(Bener banget Bim, pasti tuh! Komentar ini dilontarkan Bimbim saat nyeritain hasil konser Bersatu Untuk Damai-nya bareng Iwan Fals di Lapangan Rindam VI Tanjungpura, Banjar Baru. Dari 5.000- an penonton, cuma 3.000 ribu yang bayar tiket. Langsung aja Bimbim bilang yang ga bayar itu pasti tentara, kebiasaan sih, apalagi acaranya emang di kandang mereka. Padahal hasil penjualan tiket itu untuk bangun sekolah di Aceh. Dasar!!!)

Iwan Fals: Kok banyak banget ya kejadian pas SBY memimpin negeri ini? Dari kecelakaan sampe bencana alam. Saya cuma berharap dia nggak menggunakan ketentaraannya saat berkuasa. Eh, SBY juga ahli pidato ya? Apa dia juga ahli ngurus negara? Semoga 60 persen suara orang yang memilihnya adalah suara orang berakal dan nggak dibawa sembarangan sama dia!
(Banyak korban berarti dia banyak bunuh orang saat masih tentara dulu Bang! Itu karma tangan pembunuh, korbannya rakyat ga berdosa. Untung gw ga ikut nyoblos dulu, kalo iya, gw bisa tergolong orang-orang ga berakal dong!)
.....ga tuntas, nanti disambung lageee.....