Jumat, 20 Juni 2008

gajah bertarung, siapa jadi semut?

Ketika semalam saya menyaksikan berita penangkapan Muchdi PR di tv ini, ucapan pertama yang keluar dari mulut saya adalah: ada sandiwara apalagi di balik penahanan ini? Saya sudah tak pernah begitu yakin dengan apapun tindak tanduk aparat penegak hukum dan pejabat negeri ini. Contohnya udah terlalu banyak, tak terhitung. Kasus terbaru ini contohnya. Tak usah bertanya soal rasa malu, mereka udah ga punya. :p

Kasus Munir ini pun, sama. Setelah empat tahun, tak ada titik terang. Polycarpus memang pernah dipenjara. Tapi ini sebuah dagelan maha lucu. Semua orang pun tahu, Polycarpus pasti bukan siapa2. Ada kepentingan apa seorang pilot membunuh Munir? Seharusnya memang ada siapa2 di belakang Polycarpus. Dan inilah saatnya. Mungkin.

Tapi baru saja memasuki tahap pemeriksaan awal, aura ketakutan karena entah tertekan, terteror atau apapun istilahnya, mulai menghembuskan aroma busuk. Ada dua kekuatan di dua institusi besar yang selama ini tak boleh diutak-atik, tapi kini harus ditelanjangi. Sepertinya butuh keberanian ekstra untuk mengungkapnya. Tak heran kalo pengawalan bagi pejabat yang menangkap, diperketat. Saatnya gajah melawan gajah, lalu siapa yang akan jadi semut yang mati keinjek2?

Satu 'semut' telah pergi. Maaf, bukan mengecilkan arti kepergian Maftuh Fauzy. Tapi ia korban. Ia-lah semut itu, yang harus dikorbankan karena menolak kenaikan BBM. Nah, bagaimana dengan kasus Muchdi? Saya tetap menduga, akan ada 'semut' lain jika aktor utama tak ditangkap. Sebab banyak gajah yang harus dilindungi kewibawaannya, jabatannya, dan citranya.
eh eh...tapi masa sih, ini skenario pengalihan perhatian untuk kenaikan BBM tahap kedua? capeee deeee....

Selasa, 17 Juni 2008

sebuah gedung bundar berisi orang gila

seminggu lebih pengadilan penuh riuh dengan suara rekaman pembicaraan di telepon. semua mata dan telinga mau tak mau tertuju ke sana. menyaksikan kehebatan akting para penegak hukum [katanya]. meski sering denger kasus2 kongkalikong antara penegak hukum dan tersangka, tapi pertunjukan artalyta dan orang2 di kejaksaan bener2 kejadian langka dan memalukan. lantas siapa lagi yang bisa dipercaya di negeri ini?

keriuhan berlanjut ke makassar. oleh para cerdik pandai, percakapan itu dijadikan ringtone untuk bahan kampanye anti korupsi. hmmm...bagus juga! boleh-boleh aja Kemas protes, atau bahkan jaksa agung atau siapapun, buat gw, ini pelajaran. kalo ga mau dijadiin bahan olok2an seperti itu, ya jangan berbuat. lagian maksudnya apa, telpon2an bicara soal suap dan skenario2 segala macem. Ah, duit, siapa tak ngiler?

ini nih, ringtone dan obrolan2 gila antara mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman (KYR) dan Artalyta Suryani (AS)

AS : Halo....
KYR : Halo
AS : Ya siap
KYR : Sudah dengar pernyataan saya? he..he..he..
AS : Its good, very good
KYR : Jadi tugas saya sudah selesai, he..he..he..
AS : Siap, tinggal...
KYR : Sudah jelas, itu gamblang, tidak ada permasalahan lagi
AS : Bagus itu
KYR : Tapi saya dicaci maki, sudah baca (koran) Rakyat Merdeka nggak?
AS : Aah, Rakyat Merdeka mah nggak usah dibaca.
KYR : Bukan, saya mau dicopot, ha..ha..ha. Jadi gitu ya
AS : Sama ini Bang, Saya mau infokan.
KYR : Yang mana?
AS : Masalah si Joker
KYR :Oh nanti,nanti, nanti
AS : Oh nggak, itu kan saya perlu jelasin Bang,
KYR : Nanti,nanti, nanti, tenang aja
AS : Hari Selasa saya mau ke situ
KYR : Nggak usah, nggak usah. Itu gampang itu. Nanti..nanti. Saya sudah bicarakan dan sudah ada pesan dari sana. Kita...
AS : Iya, sudah
KYR : Sudah sampai itu
AS : Iya, tapi begini Bang.
KYR : Jadi gini..gini.. . Ini sudah terlanjur kita umumkan.Ada alasan lainya jadi sudah ada dalam perencanaan

Obrolan dengan Urip Tri Gunawan (UTG) dan Artalita Suryani (AS) ga kalah gilanya. Bagus juga nih buat ringtone, ada nggaruk2nya, plus minta NAMBAH!!! gila ga tuh? ngemis aja lo di jalan, sana!

UTG : Beres. Sip! Tinggal dengerin press release
AS : Bahasanya dah diatur?
UTG : Sip buanget pokoke. Sesuai dengan sip! Sip bianget pokoke. Enggak nyinggung macem-macem, sip buaaanget pokoke. Garuk-garuk tangan ya?
AS : Apa? Garuk-garuk tangan?
UTG : Saya garuk-garuk tangan iki lho. Wiiiis sip tenan iki lho. Lha yo, saya garuk-garuk tangan. Ngerti to?
AS : Ngertiiii....
UTG : Beritanya aman. Tenang saja
AS : Awas itu jangan keceplosan
UTG : Angkanya enggak disebut bos... Begini lho bos. Nanti begini lho bos, saya kan ikut ngomong. Berdasarkan penyelidikan itu kan memeriksa narasumber ini narasumber ini, berdasarkan itu tidak ditemukan bahwa ini sesuai dengan peraturan ini ini ini... dan itu benar semua

jangan2 satu gedung bundar itu isinya emang orang gila dan ga tau malu semua?

Senin, 02 Juni 2008

FPI Bringas Malah Dibela x-(

Kemarin, saya baru saja membaca ajakan aksi menolak kekerasan dan menyikapi kelompok2 penebar kebencian dalam masyarakat di blog Mas Andreas dan Mbak Nong. Pikirku, sukurlah, masih ada sekelompok orang yang ga ikut gila ngelarang2 orang Ahmadiyah hidup di negeri ini. Kalo aksinya di sini, atau saya lagi di jakarta, pasti saya ikut bergabung.

Lalu beberapa menit setelahnya, saya membaca dan menyaksikan di tivi, tentang pemukulan terhadap mereka yang ikut aksi itu oleh sekelompok orang, FPI katanya. Mereka baru berkumpul, ketika tiba-tiba diserang massa yang membawa tongkat bambu, memukuli kepala, pelipis, tengkuk, punggung dan sebagainya. Mereka tak peduli pada jeritan ibu-ibu yang bahkan menggunakan kursi roda.

Dan polisi, seperti di film2 India, selalu datang belakangan dan tak berbuat apa-apa. Sedemikian berkuasanya FPI sampe polisi pun tak berdaya? Mengapa aksi yang begitu telanjang di depan mata malah dibiarkan? Mengapa tidak ada yang ditangkap? Mengapa perlakuan polisi begitu berbeda saat menangani aksi mahasiswa Unas dan yang lainnya?

Ataukah FPI memang kelompok yang dibentuk pemerintah sebagai anjing penjaga yang setia pada tuan pemberi tulang? Tapi kenapa mereka selalu mengatasnamakan pembela Islam? Padahal sebagai orang Islam, saya tidak merasa perlu dibela oleh sekelompok orang yang selalu bertindak dan memicu terjadinya kekerasan dan menjadi teror bagi manusia lainnya. Saya tidak mengenal mereka.

Katanya ini negara hukum. Tapi yang berlaku hanya hukum rimba. Siapa beringas, dia yang kuat dan dibela. Dan seperti biasa, bapak2 pembesar itu baru mengeluarkan statement saat kondisi udah parah, saat yang jadi korban juga pembesar. Tapi saat orang kecil yang jadi korban kekerasan FPI, mereka tak bergeming. Korban seolah tak ada harganya.

Mereka semakin meyakinkan saya bahwa FPI memang dibentuk sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk melegalkan tindak kekerasan di bumi Indonesia ini. Terlebih saat polisi mengatakan, mereka tidak ditangkap karena polisi tidak ingin memperkeruh suasana. Lho? Saat menyerang kampus Unas mereka malah bilang: siapa yang bisa melarang polisi masuk kampus? Hah, pembelaan sesama a****g!
Eh, atau pengalihan isu BBM??? Cara intelejen yang terlalu norak dan kasar!

*gambar Munarman lagi nyekik orang diambil tanpa izin dari blog Momon