Rabu, 28 November 2007

Kampanye cuci tangan dan cuci piring

Keadilan makin mengukuhkan diri sebagai sebuah mimpi indah yang terlalu mewah untuk diraih mereka yang hidup dalam gusuran lumpur panas lapindo yang terus meluber. Pengadilan Negeri Jakarta pusat yang mengukuhkannya. Para hakim menolak gugatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terhadap pemerintah dan Lapindo Brantas Incorporated (Inc) terkait penanganan semburan lumpur di Porong Sidoarjo.

Para hakim yang terhormat itu bilang, Lapindo sudah maksimal menangani korban, karena mereka udah mengeluarkan kebijakan diantaranya membentuk tim penanggulangan lumpur. Mereka pengungsikan penduduk ke Pasar Porong, menyediakan angkutan, membayar kontrak rumah, menanggung sekolah anak2 korban, membayar jatah biaya hidup, dan sebagainya. Hakim juga bilang pemerintah tidak terbukti melakukan perbuatan yang melawan hukum akibat tidak terpenuhinya hak ekonomi dan sosial para korban semburan lumpur.

Apa iya kenyataannya seperti itu? Benar korban mengungsi ke Pasar Porong, sebab tak mungkin membiarkan diri mereka mati tertimbun lumpur panas. Benar mereka disediakan angkutan ke pengungsian, tapi setelah itu, mereka digusur dari pengungsian. Benar mereka diberi jatah biaya hidup, nasi bungkus yang sudah basi. Benar mereka dibayarin kontrakan rumah, tapi sisanya 80 persen, akan dibayar kapan2, tak sepadan dengan kerugian yang mereka alami. Sekolah anak- anak dibayarkan? Di sekolah bawah tanah, eh, lumpur?

Kenapa hakim tak melihat kenyataan awal, bahwa Lapindo lalai hingga terjadi semburan lumpur panas? Mengapa hakim tak melihat kenyataan kini, bahwa pemerintah memang tak peduli dan tak memilih menyelamatkan ribuan nyawa tapi memilih menyelamatkan satu orang, sang pemilik modal? Mengapa persoalan kesengsaraan para korban direduksi menjadi "Lapindo udah ngeluarin banyak duit", padahal itu karena kelalaiannya sendiri?

Ouh, si pemilik modal sibuk kampanye cuci tangan. Dan si bapak sibuk kampanye cuci piring. Padahal mereka juga pelaku!!! Benar2 gajah di pelupuk mata ga keliatan tapi semut di seberang benua tanpa pake teropong dan radar pengintai bisa keliatan.
Ah, benar kata para korban, hanya pengadilan Allah yang bisa adil! Tapi ini bukan kalimat untuk menyerah. Esok masih panjang, berpegangan tanganlah, berjuang bersama!

Senin, 19 November 2007

Sssttt...Besan Katanya Terlibat!

Lagi2 pers disalahin. Ical gerah disebut sebagai pejahat lingkungan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji, maka yang disalahin wartawan. Kata Ical (dengan gaya pongahnya), Hendarman ga ngomong gitu, tapi wartawan memelintir ucapannya. Padahal, sehari sebelumnya, Hendarman memang ngomong gitu dan mengambil contoh peristiwa Lumpur Lapindo sebagai bentuk kejahatan lingkungan yang berdampak luas. Tidak hanya itu, Hendarman menyebut tindak pidana oleh pelaku ekonomi atau perseroan ternyata mempunyai dampak yang lebih luas daripada kejahatan perorangan.

Nah, si bos lumpur itu bilang dia ga keganggu dengan pernyataan orang lain yang menyebutnya sebagai penjahat lingkungan, tapi buru2 minta klarifikasi ke Hendarman. Ical juga menantang orang untuk membuktikan tentang adanya kerusakan lingkungan dalam pengelolaan lumpur Lapindo, tapi dia udah lebih duluan masang iklan di koran bahwa Lapindo bukan kejahatan lingkungan.

(saya akan bikin pengakuan memuakkan. di koran, saya mendampingkan berita ini dengan iklan Ical. ada 'pagar api' tapi tak bisa dilihat semua orang sebagai pagar api. ah, menyedihkan, saya memang telat masuk kelas pelajaran tentang amnesia)

Lalu saat ditanya soal biota sungai yang menggelapar dan kemudian mati di sepanjang sungai Porong yang dialiri lumpur Lapindo, otak kadalnya mengeluarkan jawaban: "Ah Porong itu kan asalnya dari laut, makanya airnya asin. Yang keluar dari lubang pancaran itu asin bukan tawar". Ya Tuhan, apa ga pengen nabokin manusia satu ini?

Ketika Ical ngomong begitu, di luar pagar istana, para korban lumpur Lapindo yang cuma diwakili 20-an orang itu sedang bentrok dengan polisi yang jumlahnya dua kali lipat. Bukan lawan yang seimbang. Tapi bukankah orang-orang yang datang menuntut haknya memang harus dimatikan agar pemerintah tetap terlihat baik dan tak kekurangan wibawa?

Korban lumpur itu, tak berhak mengkritisi Kepres yang mengatakan ganti tekor tanah rakyat akan diangsur 20 persen dan sisanya dibayar kapan-kapan. Jadi, ketika mereka menuntut pembayaran ke tukang janji di istana itu, protokoler istana tinggal menagih surat permohonan-bertemu-tuan- presiden-nya. Dan korban pun berseru: Apa presiden juga berpikir, Lapindo itu minta ijin kami dulu apa tidak ketika menenggelamkan rumah-rumah kami di Sidoarjo?

Sssttt..., jangan brisik pak! Tuan Presiden dan anak emasnya sedang berunding, memilih pohon yang akan ditebang karena katanya sang besan juga tengah terlibat!

Rabu, 14 November 2007

Ikut Wamil Lalu Lawan!

Ada obrolan tentang harga minyak dunia yang terus melambung. Di pinggiran sana, ada antrian panjang orang2 yang ingin membeli minyak tanah dengan uang pas-pasan, karena tabung gas yang dijanjikan sedang dikirim dari luar negeri. Ada pengeboran yang menghasilkan berjuta kubik lumpur di sana, menimbun sumber kehidupan orang-orang, menyingkirkan pemiliknya, jauh dari tanah tumpah darahnya.

Ada kabar dari AP, di India, tiga petani meninggal karena berunjukrasa menentang seorang pengusaha asal Indonesia yang akan mendirikan pusat industri kimia perminyakan di lahan pertanian mereka. Di desa-desa kita, perampasan tanah juga masih terjadi. Sementara di kota, setiap hari ada penggusuran, agar yang kumuh dan miskin, tersingkir jauh dan tak terlihat mata pejabat.

Ada kata2 baru dalam rapat penting para pejabat, remunerasi. Katanya, gaji 2.000 orang dari mereka harus dinaikkan. Sementara di luar sana, 37.000.000 jiwa berkutat dalam kemiskinannya. Tak tahu arti remunerasi. Mereka hanya bisa mencari sesuap nasi di belantara beton, karena di belantara hutan, tak ada lagi yang bisa dipunguti. Hutan sumber hidup mereka, telah habis dimakan cukong (dan dibagi sedikit untuk pesta pemilihan presiden) sebelum kabur entah kemana.

Ada tangis pilu dekat padang ilalang sana. Seorang anak tersambar peluru dalam latihan menembak berseragam loreng. Di kampung sebelah, ada tangis juga setelah banyak kematian karena gigitan nyamuk dan kotoran unggas? Seorang lagi mati terkena ranjau ketika berjuang mendapatkan pecahan ranjau untuk dijual ke pasar loak, karena harganya konon mahal, bisa untuk makan anak istri 3 hari ke depan.

Berhentilah mengeluh, berhentilah menangis. Sebentar lagi ada latihan militer besar-besaran. Walaupun 97 persen dananya masuk ke kantong safari mereka, kalian bisa makan nasi gratis di atas ompreng. Walaupun latihannya berat, mungkin akan membuat kalian kuat untuk melawan ketika teraniaya! Ya, Lawan!

Sabtu, 10 November 2007

Menunjuk Gajah di Pelupuk Mata

Bahasan blog soal kopas-mengkopas dan contek-menyontek lagi ngetren. Saya akhirnya pengen ikut gerbong yang rame itu sebagai penumpang. Saya pernah mengalami kejadian serupa. Postingan saya dikopas utuh di sebuah blog. Saya baru tau postingan saya dikopas, setelah diberitau Bu Polwan yang suka kebangetan ituh, hehehe. Rasanya? Aneh...seperti bertemu hasil kloningan setelah dewasa. Rasanya juga agak sebel karena aaya yang sibuk mikir untuk mencari isu lalu merangkai kata, eh, orang lain tinggal masang di blognya seolah2 sebagai hasil karyanya.

Tapi itu udah berlalu dengan penuh pemakluman (apalagi saya nyadar, postingan itu terinspirasi dari hasil liputan kawan saya di lapangan. walaupun bukan kopas, saya tinggal ngembangin bahan yang ada). Mungkin yang punya blog lagi ada tugas sekolah, belum bisa bikin tulisan sendiri, tapi konsen bikin blog, isinya tinggal kopas dari blog lain. Atau bisa jadi, kopas itu juga salah satu latihan, hehehe.

Lalu akhir2 ini, blog para seleb sibuk membahas kasus serupa, soal kopas mengkopas. Di blog seleb satu ini bahkan dibikin seperti serial. Mulai dari proses mengagumi sebuah blog, lalu membahasnya karena blog yang telah dicitrakan itu diduga blog yang hanya berisi kopasan. Seleb lainnya baru saja ngajak saya ngobrol soal itu. Maaf, kopas cetingan kami udah kehapus, tapi kira2 intinya seperti ini:

Saya: Soal kopas itu, sampe dibahas kek serial ya, Mas, di blognya Ndoro.
Mbilung: Kenapa sampe dibahas rame gitu?
Saya: Mmm...karena dia perempuan, cantik, jadi banyak yang kritik dan sirik
Mbilung: Kira2 kalo saya yang kopas, akan seramai itu juga ga?
Saya: Anda siapa?
Mbilung: Saya seleb
Saya: Mmm...kalo ketahuan
Mbilung: Jadi kalo ga ketahuan, boleh kopas?
Saya: nggak boleeeeeh
Mbilung: Kenapa maling ayam dan pejabat korup nasibnya beda? Padahal sama-sama maling?
Saya: Karena satunya terkenal, satunya orang biasa
Mbilung: Jadi kalo kasusnya kopas blog, kalo seleb yang kopas dan ga ketahuan, gpp?
Saya: Ga boleeeeeehhhh! Jujur kek sama diri sendiri. Tapi kalo kasus kopas, saya juga pernah ngalamin. Saya baru tau setelah dikasih tau sama Tika
Mbilung: Kasus itu juga mungkin sama, tau karena ada yang ngasih tau.
Saya: Ya kalo saya juga tau, punya bukti, saya juga akan ngomong, posting. Jadi penumpang dan ikut ngetop, hehehe
Mbilung: Kalo kamu ngeliat seleb ngopas posting seleb, kamu akan diem aja?
*Mbilung nunjukin gajah di pelupuk mata
Saya: Hah??? Ndoro tau?
Mbilung: Penting ga dia tau?
Saya: *nyengir. Mmm...mungkin semut di seberang lautan keliatan, gajahnya diumpetin. Karena sekarang saya baru ditunjukin gajahnya, ya saya ngasih tau sekarang.

Lalu, saya komentar di blog Ndoro dan Mbilung. Di blog Mbilung saya bilang: Gajah yang di seberang lautan baru keliatan, jadi baru bisa nunjuk sekarang :p nih, gajahnya dan ini. gajah kembar kan? Di blog Ndoro, saya bilang: ndoro, yang terhormat…, saya mau tanya. gimana pendapat ndoro tentang postingan ini dan postingan ini ??? kenapa yang itu ga dibahas, dan postingan sarah di bahas sampai beberapa serial? apa karena sarah cantik, ngetop dan perempuan? atau kalo seleb, boleh kopas? segitu aja pertanyaannya. ma kasih. Oh iya, ternyata, comment di tempat Ndoro sekarang pake moderasi.
Sir, sekian laporan gajah dari seberang lautan :p


UPDATE:
- Comment di blognya Ndoro ga pake moderasi lagi
- Mas Mbilung, Anda benar, tak ada yang peduli. Kawan memang tak boleh dilibas :p

Jumat, 09 November 2007

Warga istimewa itu kabur lagi?

Belum habis rasa kaget saya karena Adelin Lis divonis bebas oleh majelis hakim, padahal jaksa menuntutnya 10 tahun penjara, kini katanya Adelin Lis malah udah menghilang lagi sebelum polisi sempat meringkusnya untuk kasus lain. Ada apa ini, ada apa?

Siapa sih Adelin Lis? Kenapa ia begitu istimewa sehingga konon semua pejabat ingin melindunginya? Katanya lagi, bahkan ada kirim2an surat cinta antara menhut, hakim, polisi, jaksa dan pengacara. Belakangan, konon lagi, mungkin presiden akan disurati juga.

Kenapa untuk kasus ini, kehutanan dan kepolisian bisa berseberangan gitu? Trus, kok begitu njomplang antara tuntutan dan vonis yang diajukan jaksa dan diputuskan hakim? Belajar ilmu hukum dimana ya, mereka?

Lalu, terlihat sangat transparan, sangat jelas, bahkan oleh orang buta, bahwa Menhut membela Adelin Lis ketika Menhut menyerang Polri. Lihat, kata Menhut, "Polri harusnya introspeksi diri dong, lha wong Adelin Lis itu memiliki izin HPH yang dikeluarkan Dephut". Ehm...kok ditelinga saya yang kadang2 budek ini kedengaran seperti: "Heh, polri, berani2nya lu ya! Lu ga tau, gw ini bekingnya Adelin Lis"

Trus Polri menjawab: "Menhut dong yang introspeksi, kan tugas polisi cuma membantu penegakan hukum khususnya UU Kehutanan, pasal 50, bahwa pemegang izin HPH tidak boleh melakukan perusakan hutan". Rasa2nya seperti berbunyi: "Lu boleh jadi beking tapi kan gw bagian keamanan. Bagi2 dong, duit pengamanannya".

Ketika dua gajah berkelahi, semut mati keinjek dan hutannya tetep gundul. Tapi pengacara tetep kek belut, licin abis. Jaksa dimainin, hakim dibodohin, dan bebaslah sang klien. Kita yang ga tau masalah, cuma bisa bengong. Apalagi saya yang buta soal hukum, cuma bisa ternganga2 dan senyum kecut...ada apa sih ini?

Ketika tahun lalu gw nulis di blog ini juga soal Adelin Lis setelah dia ditangkap di Beijing, ada yang nyolot di comment. Katanya, harusnya gw ga cuma katanya katanya, tapi harus membuktikan kalo orang2 yang gw tulisan di blog itu bener2 korupsi. Lho...saya ini cuma seorang pemarah yang nulis di blog ga berguna! Gimana membuktikannya ya? Sekali lagi, apa gw hapus aja blog ga berguna ini? Huh, capek!

Rabu, 07 November 2007

Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu

Saya kelamaan ngeblog menye2 tak berguna sampe lupa menengok lingkungan saya, hingga semalem seorang temen ngirim sms, isinya tentang kejengkelan pada Pilkada di Sulsel. Pilkada di sana udah berlangsung 5 November kemarin. Tapi ribut2nya sampe semalem. Kata temen saya, Makassar macet abis, dari sore sampe tengah malam. Katanya tol ditutup karena banjir, tapi lebih banyak yang percaya akibat konvoi pendukung calon gubernur. Dari tiga calon, ada dua calon yang mengklaim kemenangan ada di pihak mereka. Pendukung keduanya lalu konvoi kemana-mana, padahal pengumuman resmi baru pekan depan. Yang menderita rakyat juga, sampe banyak yang jalan kaki. Apa yang seperti itu yang akan jadi gubernur? Cuih, kesehatan gratis katanya? Hueks, teori, bullshit! Mana ada dokter gratis, sekolah mahal-mahal trus jadi dokter yang ngasih harga gratis? Puih! (aslinya sms ini dengan logat makassar dalam kejengkelan yang memuncak!) Temen saya juga bilang; sebenernya dia tak marah, dia cuma jengkel (bedanya apa ya?) karena urusan pilkada udah masuk ke wilayah pribadinya padahal dia golput. Katanya lagi: kalo kamu mau jadi gubernur, terserah, asal jangan menyusahkan orang lain, karena cuma kau yang akan kaya, dan itu bukan urusan saya!

Hohoho...kemarahan yang amat sangat!
Tapi, emang seperti itu kondisinya. Pilkada dan pemilu dimana2 ga ada yang membawa perubahan. Yang ada setelah pemilihan, orang2 yang terpilih dengan terpaksa itu, hanya berlomba2 memperkaya diri sendiri, sibuk dalam usahanya mengembalikan modal, dan separuh masa jabatan berikutnya berlomba2 lagi ngumpulin modal buat ke pemilihan berikutnya. Dan kita, dapat apa? NOL besar! Jalanan tetap seperti kubangan kerbau, macet, banjir, hutan habis, susah nyari kerja, air bersih ga ada, listrik padam terus, harga minyak tanah dan beras mahal. Ga usah berbicara tinggi-tinggi dengan judul penegakan hukum dan HAM, karena yang kecil2 saja tidak pernah terjamin.

Ketika pekan lalu, seorang pejabat berkunjung ke kantor kami, dia dengan wajah yang sungguh- sungguh prihatin (saya percaya dia benar2 prihatin), bercerita tentang kondisi pedalaman Kaltim yang merupakan daerah terkaya di Indonesia ini dengan sumber batubara terbaik di dunia. Di pedalaman sana, satu sak semen, harganya satu juta rupiah! Padahal di kota, satu sak semen hanya sekitar Rp 50 ribu. Lalu, di daerah pedalaman lain, harga ayam potong mencapai Rp 120.000 per ekor! Bisa dibayangkan, berapa duit yang harus dikeluarin untuk membangun sebuah rumah sederhana, atau untuk menikmati hidangan sekali makan, tanpa menghitung biaya lain2 seperti beras dan teman-temannya.

Tentu saja, orang-orang pedalaman, tidak cukup akrab dengan rumah tembok/semen karena mereka terbiasa dengan lingkungan yang sepenuhnya bergantung pada alam. Mereka bisa membuat rumah berbahan kayu. Lalu makan bukan dengan lauk ayam. Tapi kenyataan soal harga-harga ini bener2 menyesakkan. Perbandingan harga yang sedemikian timpang, menunjukkan bahwa pembangunan bener2 sangat tidak merata. Padahal katanya kita udah merdeka dari tahun 1945??? Dan masih ada daerah yang tidak terjangkau sepotong pun alat transportasi?

Yup, karena setiap pemilu, yang terpilih adalah orang2 yang hanya ingin duduk enak di kursi empuk, ogah tertusuk duri dan onak di hutan (yang udah gundul), anti kena lumpur di jalanan yang becek (apalagi di Porong). Intinya, saya pengen bilang ke temen saya yang semalem ngirim sms, kemarahanmu, seperti biasa, mungkin akan percuma. Sama seperti isi blog saya yang ga berguna ini, hanya akan lalu diterbangkan angin! Dan jika Sulsel besok atau lusa akan rusuh karena Pilkada, maka kerusuhan itulah yang akan dipanen oleh rakyat seperti kita. Akan selalu seperti itu, menang jadi arang, kalah jadi abu!


PS: kalo blog ga berguna, memang sebaiknya dihapus aja, toh?

Jumat, 02 November 2007

Wajib Militer dan Dana Pemilu

Tempointeraktif kemarin memberitakan tentang wajib militer yang akan diberlakukan di Indonesia. Udah lama sih dengernya, udah pernah gw posting juga di sini. Ga tau napa baru muncul lagi. Katanya rancangan undang-undang lagi digodok. Huh! Nanti, warga negara yang usianya 18-45 tahun wajib ikut. Dan...jika pemerintah meminta, semua warga negara, apapun profesinya, ga boleh nolak! Padahal tanpa wajib militer pun, negeri ini sudah sangat sangat fasis! Liatlah, ada Pamswakarsa, FPI (hiks...), Satpol PP juga (alat negara yang dipake buat menggusur2 orang itu!) ataupun kelompok2 semi militer pendukung partai-partai politik. Singkatnya, orang2 sipil yang dipersenjatai. Sikap mereka, lebih militeristik dari militer sendiri. Loreng palsu yang lebih songong daripada loreng asli. Menjijikkan!

Tapi masih ada yang lain yang juga menjijikkan. Tuh, dana buat menggelar pesta pejabat tahun 2009. Gede banget! Rp 47,9 triliun! Belum lagi kalo misalnya dikalikan dengan jumlah 33 provinsi dan 500 lebih kabupaten kota (kalo ga salah :p). Belum lagi kalo misalnya harus ada pemilu putaran berikutnya karena dukungan putaran pertama belum cukup. Dan...eh, masih sedang disorot aja, KPU udah bilang: kemungkinan dana Rp 47,9 triliun itu masih akan bertambah 40 persen karena banyak daerah dimekarkan.

Belum lagi kalo misalnya ada pengerahan massa khusus untuk ngamuk karena seolah2 ga puas jagoannya ga menang (padahal yang nyuruh ngamuk si jagoan). Habislah semua fasilitas negara dibakar2, tapi diam2 disambut gembira sebagian besar pejabat sebab itu berarti ada alasan lagi minta dana pembangunan yang bisa di-mark-up. Ah, mahalnya harga demokrasi ya? Apa iya setelah pesta2 pejabat itu, trus akan terpilih pemimpin yang bikin makmur, adil, bukan koruptor, yang bener2 bekerja untuk rakyat? Udah berapa puluh tahun sih kita diboongin? Apa dikira kalo ongkosnya gede trus hasilnya juga baik?

Duit hampir Rp 50 triliun itu buat apa aja? Bukannya masih bisa pake alat-alat yang dipake tahun 2003 lalu? Serusak apa sih kaleng-kaleng mirip bekas krupuk itu? Kalo bolong kan bisa dilakban. Duh, cuma buat dipake stengah hari aja, masa harus keluar duit segitu banyak? Hasilnya juga cuma buat lima tahun (kalau beruntung), yang bukan dipake kerja buat rakyat tapi dipake buat ngembaliin modal. Coba kalo dana buat beli kaleng2 krupuk (yang pasti nyaring bunyinya itu), dipake bikin sekolah dan membiayai pendidikan. Brapa banyak tembok2 sekolah yang terbangun? Coba, sebanding nggak, anggaran pemilu yang cuma bermanfaat (?) untuk lima tahun dengan anggaran pendidikan kita yang akan bermanfaat seumur hidup bagi anak-anak kita? Ziiiggghhh....emang udah harus dilenyapkan orang2 yang ga punya otak dan hati itu!