Rabu, 23 Februari 2005

TIDAK BISAKAH....?

Rabu, 23 Februari 2005

Tidak bisakah kita tidak bergegas bangun saat subuh?
agar bisa melanjutkan percintaan semalam yang tak tuntas

Tidak bisakah kita tidak tergesa di pagi hari?
agar bisa menikmati wajah ceria bocah kita dalam seragam putih, merah, biru

Tidak bisakah kita tidur lebih lama lagi?
agar mata tak silau pada kemewahan dan kemegahan cahaya pagi

Tidak bisakah kita tidak mandi dan menggosok gigi pagi ini?
agar manisnya kecupan bibirmu tak terhapus dari bibirku

Tidak bisakah kita tak mengenakan kemeja licin, dasi panjang dan sepatu mengkilap hari ini?agar leher tak terjerat rutinitas mimpi dan terengah kejaran setan waktu

Tidak bisakan kita merelakan mobil kita dipakai Mang Udin sesekali?
Agar kaki indahku bisa kau pandangi saat aku berjalan

Tidak bisakah kita tidak berbasa basi melalui telepon kantor?
agar percintaan di sela makan siang nanti terasa lebih lama

Tidak bisakah kita tidak langsung pulang ke rumah sore ini?
agar indahnya semburat jingga kala senja tak terlewatkan

Tidak bisakah kita meniadakan aksi diet malam ini?
agar wangi soto jeroan masakan Bi Mirah terasa lezat di lidah

Tidak bisakah kita tidak melewatkan malam di bawah kilau lampu pesta?
agar kasur tipisku puas melepaskan rindu pada harum tubuhku

Tidak bisakah kita...?
Oh, ternyata tidak bisa

Kita terlanjur menikmati dunia penuh kilau ini

Bermalasan di tempat tidur,
menonton anak berangkat sekolah,
mengangkat kaki saat di meja makan,
tampil kucel dengan kaos butut dan sandal jepit,
cekakak cekikik di telepon,
berpeluh di gang sempit dan bau,
menikmati senja dan makan angin,
makan seenaknya tanpa takut gemuk,
terangkul dalam pekat malam dengan lelap,

adalah permata masa lalu yang tak mampu terbeli saat ini!!!

Jumat, 18 Februari 2005

TAPI, MENGAPA HARUS ATJEH?

Selasa, 28 Desember 2004

Baru Ngeh Dua Hari Setelah Bencana...., entah, mungkin ini tanda ketidakpekaanku atau karena peristiwanya begitu mencekam, memukau, hingga menghilangkan sejenak kesadaran orang-orang terutama aku.


Mengapa harus Atjeh?
Belum sembuh derita akibat darurat sipil dan militer
kini Atjeh kembali terkoyak dengan luka menganga
Darah mengalir bersama derai air mata
Pengorbanan bertahun-tahun
disertai cucuran keringat, air mata dan darah
Lenyap dalam sekejap
tertelan air bah yang datang tanpa permisi
Meski marah dan sesal menggumpal di dada
Kuasa Tuhan, kekuatan alam, siapa yang bisa melawan?
Tak ada yang bisa diperbuat selain bergerak bersama mengulurkan tangan bagi korban
TAPI DI SINI, DI SEBUAH ISTANA EMAS
yang bercokol di pulau besar seberang Atjeh
Mereka juga sedang marah
Hingga tak mendengar jeritan saudaranya dari Serambi Mekkah sana
Karena sibuk mempertahankan posisi
Demi keselamatan diri sendiri
Dari ujung timur negeri, tangan suci para relawan terulur ke Atjeh
Dari istana emas terulur tangan berlumur darah, merenggut kuasa yang terlanjur dinikmati
Di Atjeh, mayat, korban luka, dan puing-puing bertebaran sepanjang jalan
Di sini, spanduk dukungan bagi yang mulia mengotori jalan
Di Atjeh, tak ada uang untuk membeli dan memang tak ada yang bisa dibeli
di sini, uang dihaburkan demi sebuah kursi berduri
Di Atjeh, sepotong gerobak pun tak tampak untuk mengangkut logistik, mayat dan korban luka yang mungkin bisa tertolong
Di sini, truk-truk dikerahkan mengangkut massa meneriakkan dukungan palsu
Di Atjeh, suara serak para ibu kehilangan anak dan suami
Anak-anak menangis, terluka, kehilangan ayah, ibu dan saudara
Para lelaki panik menyelamatkan yang bisa diselamatkan
Di sini, seorang lelaki arogan berkumis tebal, panik selamatkan jabatan
Pendidik bangsa dikerahkan, memenuhi ambisi pribadinya
Tak ada pemandangan yang lebih memuakkan
Saat generasi Oemar Bakri dipaksa berteriak mengelukan namanya
Hingga jatuh korban ibu dan anak
***
Saat malam pergantian tahun tiba
Dengan gegap gempita mereka berpiknik di tengah kota
membunyikan terompet meraungkan knalpot
berpesta warna warni kembang api
Tak secuil pun kesedihan, keprihatinan yang tampak di wajah mereka
padahal tahun pasti berganti tanpa dirayakan
Sementara saudara di Atjeh
Merayakan tahun baru ditengah sepi dan pedih
tanpa terompet, suara klakson dan kembang api
mereka hanya bisa membunyikan terompet duka
dibawah siraman hujan dan guncangan gempa
dengan tatapan kosong dalam kesepian panjang
menatap gelimpangan mayat yang berserakan
Yang telah membusuk tak tahu harus dikubur dimana
MENGAPA HARUS ATJEH?
daerah yang membuat Jakarta tak bergeming
Dibawah pemerintahan siapapun, tak ada yang pernah sadar
bahwa Jakarta dan Indonesia, bernama karena Atjeh
Hasil bumi dan kekayaan Atjeh yang diangkut ke Jakarta untuk membangun Jawa dan Indonesia
Jakarta pertama kali melihat pesawat karena Atjeh
Semua dari Atjeh tapi mengapa harus Atjeh yang tertimpa musibah lalu diacuhkan?
MENGAPA HARUS ATJEH?
Mereka belum sembuh dari sakit karena perang
di bawah pemerintahan siapapun mereka belum pernah mengecap bahagia
saat hidup mereka susah, mati pun susah, tak terkubur
trauma center untuk daerah konflik tak pernah ada
Mega yang pantatnya berat masih lebih cepat geraknya dibanding SBY
kumpulan artis-artis setelah berpesta di malam tahun baru
dengan segala omong kosong, ramai-ramai ke Atjeh dengan pesawat terbang
hanya untuk mengantarkan seupil sumbangan
Apakah mereka pikir Atjeh kini sebuah tempat piknik?
Mengapa dana itu tak dipakai untuk mencarter pesawat terbang
mengangkuti para relawan dan logistik?
Relawan lebih dibutuhkan dibanding kehadiran artis
Tak lama, rombongan pejabat susul menyusul tak ingin kalah dengan pejabat tetangganya
Datang ke Atjeh, berfoto di depan Masjid Baiturrahman
Untuk bukti bagi masyarakat bahwa mereka berhasil ke Atjeh menyerahkan sumbangan
Seraya berharap berkah dari Masjid Baiturrahman
agar dosa masa lalu dan kerajinan tangan menyunat dana sumbangan korban,
tak mendatangkan kengerian tsunami baginya dan harta bendanya
...TELAH HABIS KATA UNTUKMU ATJEH-KU....