Tampilkan postingan dengan label sebodo pokoke nulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sebodo pokoke nulis. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Februari 2007

Lumpur Lapindo dan Banjir Jakarta

Ada yang bilang, orang pusat ga adil soal lumpur Lapindo dibandingkan bencana banjir di Jakarta. Katanya, sejak beberapa tahun lalu Jakarta dikasih anggaran rehabilitasi Rp2,7 Trilun, sedangkan luapan lumpur Lapindo ga dikasih. Padahal saat ini dana yang diperlukan di Sidoarjo untuk membangun kanal ke laut sebesar Rp670 miliar, biaya relokasi infrastruktur jalan tol sebesar Rp2,7 triliun, biaya relokasi rel Kereta Api, pipa gas, jaringan listrik dan sejumlah sarana transportasi lainnya.

Katanya, kanal ke laut dibutuhkan secepatnya agar lumpur ga merusak lingkungan hidup, pemukiman dan infrastruktur yang lebih luas lagi. Apalagi jalan raya Porong merupakan urat nadi sektor perhubungan di Jatim. Banyak industri jatuh bangkrut, pengangkutan hasil bumi, barang kebutuhan pangan juga terganggu, rel kereta dan pipa gas rusak mengganggu industri di Jatim.

Untuk alasan itu, ya, semua bener menurut gw. Tapi kalo sampe ngomong orang pusat ga adil, nanti dulu. Emang sapa yang bikin lumpur mpe meluber kemana2? Orang Lapindo kan? Yasud, tuntutlah Bakrie. Jangan karena sesama orang Golkar trus sok nyalah2in orang pusat (yang bukan Golkar pasti). Kejarlah si Bakrie, udah terlalu lama dia jadi anak emas. Pura2 lupa soal lumpur panas Lapindo. Mungkin pengen dibawain lumpur lagi, trus disuapin bubur lumpur. Gw yakin, realisasi ganti rugi, mungkin tak akan terjadi sampai semua perumahan di Sidoarjo tenggelam dalam lumpur.

Tapi diam lalu menyerah, ga akan menghentikan aliran lumpur panas di sana.
Banyak orang ngomong solusi buat korban banjir Jakarta dan lumpur Lapindo. Transmigrasi katanya. Apa ga cuma memindahkan masalah sosial kota ke daerah lain? Apa orang2 mo disuruh berdagang di lahan pertanian? Lalu, pemindahan ibukota negara. Tak ada yang aneh dan ga mungkin, kecuali emang ga niat. Toh pemindahan ibukota pernah dilakukan para leluhur. Pertama pindah ke Yogyakarta, dan yang kedua pernah pindah ke Bukittinggi.

Bahkan jauh sebelumnya, konon beberapa kerajaan di Jawa juga pernah melakukan hal sama. Kerajaan Mataram dari Kotagede, dipindah ke Kartasura lalu dipindah lagi ke Surakarta. Pusat pemerintahan kerajaan Yogyakarta yang semula dibangun Sultan Hamengku Buwono I di Ambarketawang, Sleman. Karena alasan tertentu, pusat pemerintahan kemudian dibangun di Yogyakarta dan berdiri hingga sekarang.

Ga ada yang ga mungkin kalo emang niat. Kecuali perilakunya sama dengan majikan2 yang mengurung pembantunya di rumah2 mewah mereka yang kebanjiran sementara para majikan mengungsi ke hotel. Atau para penghuni perumahan elit yang hanya senyum2 dari balik jendela rumah mewahnya memandangi tetangganya di bantaran kali yang kelelep. Orang2 macam mereka, orang macam Bakrie yang menenggelamkan Sidoarjo dengan lumpur panasnya mungkin cuma butuh satu hal, peluru tajam!

NB: Dalam sakit, saya mengalami dejavu, Mencari Langit. Izinkan untaian kata tak berguna ini saya titipkan di sini...

sepanjang hidupmu sunyi
katamu tak pernah bersambut
pijakmu tertolak tanah kelahiran
dalam senyap kau menengadah mencari langit
hanya ada burung-burung yang mengiringimu menghadap-Nya
menyusul Pramoedya
Selamat jalan Pak Sobron!

Selasa, 06 Februari 2007

Kado buat Harmoko

Gw baru membaca sebuah berita di detik tentang kasus pembunuhan lima wartawan asing di Balibo, Timtim, pada Oktober 1975. Kasus ini masih terus disidangkan di pengadilan Sydney, Australia. Saksi mata warga Timtim dengan kode Glebe 2 mengatakan, saat kejadian, dia melihat dua pria berkulit putih dengan kedua tangan di atas kepala. Ada banyak teriakan dan tembakan. Si Glebe 2 kemudian mengidentifikasi Yunus Yosfiah dari militer Indonesia sebagai orang yang pertama kali menembaki para jurnalis.

Saat peristiwa terjadi, Yunus Yosfiah menjabat sebagai komandan pasukan elite, dikenal dengan nama Tim Susi, yang datang ke Timtim pada 1975. Tim Investigasi PBB pada tahun 2000 mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Yunus Yosfiah, Christoforus da Silva dan seorang warga Timtim, Domingos Bere, karena diyakini terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut. Da Silva dan Bere merupakan anggota Tim Susi.

Sambil baca berita itu, gw ga sengaja melihat status ym-nya Agus, yang ngucapin met ultah buat Pram. Gw baru ngeh kalo ultahnya sama ma Mas Mbilung. Gw sms lah Mas Mbilung dan dijawab: Lho kok baru tau sih? Sama Harmoko juga tapinya :( . Wakakaka...Harmoko? Lalu Mas Mbilung nanya: Udah ngasih kado buat Harmoko? Kasih bunga aja.

Ga ah...untuk mantan menteri penerangan, kadonya harus tulisan. Dan gw memaksakan diri buat posting dan memaksakan postingan soal ultah Harmoko, Pramoedya dan Mas Mbilung ada hubungannya dengan berita Yunus Yosfiah tadi. Keliatan maksa banget kan? Bodo lah...pokoknya posting!

Gw cuma pengen nanya, kira2 di ultahnya Harmoko hari ini, dia masih sempet mengingat-ingat masa lalunya ga ya? Sempet baca berita soal Yunus Yosfiah ga ya? Ketika Yunus Yosfiah jadi Menteri Penerangan di era Habibie, kran (halah, kran aer kali) kebebasan pers akhirnya terbuka lebar2, ga perlu SIUPP segala. Tapi tengok masa lalunya, menembaki jurnalis? Itu gila! Ok, di masa lalu, Harmoko ga nembakin pake senjata memang. Tapi pake segala aturan sesukanya untuk mendapatkan untung, mematikan hak2 orang untuk tau informasi yang bener, dll, termasuk Pram salah satu korbannya. Bisakah dia diingatkan tentang hukum atas perilaku masa lalunya itu?

Gw ga sedang mengipasi bara. Gw ga sedang memupuk dendam. Toh secara pribadi, gw ga ada hubungan dengan mereka dan mungkin tidak dirugikan oleh mereka. Namanya juga postingan maksa, wajar kan? Eh...mungkin bener kata Agus, hari ini hari lahir orang2 hebat. Coba liat, ada Mas Mbilung, Pramoedya, Harmoko. Iyaaa, kata siapa Harmoko ga hebat? Bisa membungkam segitu banyak mulut dan mematahkan ribuan pena, itu sesuatu yang hebat kan? Bukan begitu Sir?

Selasa, 30 Januari 2007

Bayar Utang Pake Minyak Mentah

Pekan ini ada cerita me...menyedihkan atau memuakkan, terserahlah, dari negeri antah berantah. Konon, petinggi2 disana baru saja merasa kecolongan. Bayangin, baru merasa kecolongan setelah kapal asing itu hampir sebulan ada di Selat Makassar sana. Telat abis. Bukannya dah curiga dari kemaren2. Tadinya, dikira kapal itu bantuin nyariin Adam Air karena baik hati, taunya harus mbayar. Itu kekagetan pertama.

Skarang, pada seneng2 ada yang bantuin nemuin dan ngangkat pesawat tenggelam, taunya kapal itu sedang sibuk meneropong kekayaan minyak yang ada disana (sambil menyelam minum minyak, mabok dong!). Seorang anggota sirkus heran pas tau tempat pesawat itu tenggelam adalah salah satu blok minyak, baru deh teriak, woiii...kita kecolongan. Hah....kemana aja lo?

Yang dikuatirkan tentu saja, si empunya kapal ga mau bagi2 data yang didapet ma alat canggihnya itu. Jelaslah...dah tau zionis. Ada 12 blok migas yang ada disana, keknya baru 5 yang udah mulai dikerjakan, sisanya masih ditawarkan. Peluang besar buat masuk negeri ini, mengeruk segala isinya dengan perjanjian yang tidak menguntungkan.

Eh iya, soal pencarian Adam Air, konon katanya dah ngabisin APBN Rp 20 miliar. Biaya buat ngangkat logam besar yang diduga bangkai adam air di perairan Majene dengan kedalaman 1.800-2.000 di bawah permukaan laut, katanya mahal banget dan butuhkan alat canggih. Katanya minimal Rp 9,9 miliar. Biaya mendatangkan alat itu aja, sekitar 1 juta dolar AS, belum lagi sewa per harinya 100 ribu dolar AS. Jadi kalo misalnya pencariannya lebih dari sehari, yang Rp 9,9 miliar itu bakal membengkak. Kalo nasibnya sama kek Lapindo, muter2 kemana2 akhirnya negara juga yang mbayar.

Kisah lain tentang minyak dan duit2 pinjeman negeri antah berantah ini, konon, Pertamina saat ini mbayar utangnya senilai 310 juta dolar AS (sekitar Rp 2,79 triliun, pake kurs Rp 9.000 per dolar) kepada Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dengan minyak mentah sebanyak 600.000 barel setiap bulannya selama 5 tahun, sejak Juni 2006. Minyak mentah ini diambil dari Minas, Duri, dan Pinta di Pekanbaru.

Hiks....bayar utang pake minyak mentah, baru denger gw. Hari gini, kirain ga ada sistem barter lagi, pengen ikan, tuker pake sayur, hihihi...! Pantesan minyak di dalam negeri mahal dan langka, dipake bayar utang sih. Trus rakyatnya disuruh rame2 pake gas elpiji buat masak. Eh, berarti, kalo ga bisa bayar sewa kapal pencari dan pengangkat bangkai Adam Air itu pake duit, mereka mau ga ya terima pembayaran pake minyak mentah? Trus suruh nambang sendiri aja, gimana? Duuuh, kesian bener sih negeri ini?

Minggu, 28 Januari 2007

CGI ga ada hubungannya ama SILIT

silit. itu nama merk alat2 masak yang diproduksi di jerman sono.
ya, Anda cukup tau, SILIT itu merk alat masak. TIDAK PERLU MENCARI TERJEMAHAN LAIN DALAM BAHASA APAPUN, JIKA TAK INGIN TERLIHAT BODOH KEK GW!
keknya maksa banget deh postingan kali ini. soalnya dikomporin ma tiga manusia ini, pak tua, dokter, em o em o en, ditambah simbok. Ga tau deh, tika kebangetan, bikin juga ato ga, soalnya dia lagi kencan sebelum obrolan berakhir. katanya, kami harus bikin postingan temanya sama tapi bahasnya beda2 sesuai blog masing2. gw coba jadiin 'komporan' mereka buat bahan ngomporin orang2 di gedung sirkus sana. sapa tau mau studi banding biar tau cara bikin silit. ini buat kepentingan rakyat banyak booo...alasannya pas banget buat jalan2.

masih inget kan Desember kemaren mereka maksain bener nyari2 alasan biar bisa ke hongkong, katanya mo ngurusin pekerja migran. ga taunya, mereka malah didemo sama pekerja migran disana. uh, hebat, salut buat pekerja migran hongkong, paling militan dah! (mereka pasti make silit pas nggoreng isu bahan demonstrasi. :p halah maksa, biarin ah, yang penting pake kata silit)

bisa juga rombongan sirkus pake alasan belajar bikin dan jualan silit ke jerman sono (PERINGATAN SEKALI LAGI, SILIT ADALAH MERK ALAT MASAK, BUKAN ALAT LAIN) biar pas pulang ke indo, bisa ngajarin orang2 bikin...yaa...semacem industri rumahan gitu deh (pake silit tentu saja). soalnya, Consultative Group of Indonesia (CGI) dibubarin kan? ga ada tempat minjem2 duit lagi. hubungannya apa? ga tau...pokoknya nulis soal silit.

gw cuma mo bilang, sapa pun pemberi dan pihak yang diberi pinjaman, yang berkuasa adalah pemberi pinjaman, mereka juragan. penerima adalah kacung, harus nurut kek kebo dicucuk idungnya. mereka ngasih pinjeman bukan karena baik hati tapi karena pertimbangan ekonomi. mereka untung dari bunga dan kita, negara pengutang dan korup kelas kakap ini mesti, harus, kudu, wajib, membeli barang-barang yang dihasilkan negara pemberi utang. apa2, pasti disetir sama pemberi utang. mang enak hidup kek gitu?

CGI, samalah kek pemberi utang yg lain. meski namanya ada Indonesia-nya, yang mengendalikan bukan Indo, tetep aja mereka2 itu. Indo cuma kebagian bikin laporan apa PeeR-nya dah kelar ato belum. Padahal utang Indo sekarang aja, katanya ada 134,362 miliar dollar AS, termasuk yang swasta tuh. tahun anggaran 2006 aja, bayar bunga dan pokok dana kita abis 26,5 persen dari total anggaran atau Rp 171,6 triliun.

Artinya, apa? kalo duit kita cuma dipake buat bayar utang, kapan bisa membangun? blom lagi mbiayain semua kerusakan2 karena bencana dan korupsi. hubungannya apa sih sama silit alat masak tadi? jawabnya: secara langsung ga ada. tapi kalo orang2 sana mo serius ngurusin rakyat, mereka bisa ngasih pinjaman modal buat usaha sektor riil. ga tau caranya? tanya dong sama yang dapet nobel kemaren, pak Muhammad Yunus (bener ga sih namanya?)

duit negara akan lebih berguna dengan cara kek gini. bukannya malah dikorup semua buat kepentingan satu dua orang doang. trus ntu duitnya tommy asoeharto yang ditabung di Inggris sono dua bulan setelah bapaknya tidak berkuasa lagi, napa ga dibalikin ke sini aja? jumlahnya buanyak bo...60 juta Euro atau kalo pake kurs satu Euro = Rp 11.777,36, hasilnya Rp 706,641 miliar. duit semua tuh! berdoa aja semuanya dibalikin buat rakyat dalam bentuk pinjaman silit buat bikin gorengan, masakan, pokoknya buat jualan di warung deh!

akhirnya siksaan menulis seragam dari mereka kelar juga, hufhhh...