Jumat, 29 Februari 2008

Karpet Merah Lagi untuk Maling BLBI dan Lapindo

Harapan perbaikan apalagi yang masih kita punyai di negeri ini? Barusan Kejaksaan Agung menyatakan membebaskan Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim. Alasannya, tidak ditemukan unsur dugaan perbuatan melawan hukum yang mengarah kepada tindak pidana korupsi. Apalagi, katanya mereka udah menyerahkan asetnya ke BPPN. Oh, jadi begitu caranya? Kalo ada pencuri, yang akhirnya mengembalikan hasil curiannya [setelah dipaksa dan diuber2 hingga ke luar negeri], maka dia boleh dibebaskan dan ga diapa2in lagi? Apalagi kalo duitnya banyak! Sementara maling ayam, udah dipukuli sampe mukanya hancur, ayamnya udah diambil lagi ma yang punya, malingnya tetep harus dipenjara.

Mungkin itu nasehat yang diberikan tuan presiden ketika dulu, dia menggelar karpet merah saat para pencuri2 itu, katanya, "datang baik2" menemuinya di istana untuk bertanya tentang kepastian hukum di Indonesia. Mungkin jawaban tuan, begini, "Tenang aja sodara2. Di negeri ini ga ada yang pasti kok. Setelah keluar dari istana, Anda boleh cepet2 keluar negeri. Biar saya saja yang menangani jaksa2 itu agar mereka tidak bener2 memburu Anda. Yah, yang penting ada upetinya ya, jangan lupa!" Lalu melenggang-bebaslah pencuri2 itu. Dan tim jaksa yang menyelidiki kasus ini, yang katanya 32 jaksa hebat itu, bubar. Kerjaan selesai. Yang penting semua senang dan kenyang!

Si tuan itu belum puas rupanya kalo hanya menguras uang negara untuk membela anak emasnya. Jadi pencuri2 itu, juga harus dibebaskan. Sadar benar dia rupanya, bahwa panggung Indonesia ini akan sangat sepi kalo sehari aja dia ga bikin keributan. Kemaren, setelah menggelar rapat yang mengundang menteri kesejahteraan merangkap pencipta neraka Porong, tuan itu memutuskan mengambil Rp 700 juta uang APBN untuk membeli tiga desa untuk mengalirkan lumpur Lapindo Brengsek.

Apa gw bilang? Tiga skenario itu telah berjalan dengan amat sangat baik! Bahkan melampaui target. Tidak lagi sekedar: Tenggelamkan, tembak di tempat, lalu dinyatakan pailit, tapi ditambah dengan kuras uang negara, dan ga perlu bayar ganti rugi. Sebab kata Ical: Lapindo Sudah Bermurah Hati! Anjrit! Katanya Lapindo udah baik hati bener mo membayar ganti rugi meski pengadilan menyatakan mereka tidak bersalah atas luberan lumpur panas dari pengeboran Lapindo itu. Enaaaak banget dia ngomong! Yah, mungkin juga karena kebodohan anggota2 sirkus sih. Seperti kata Ical yang pinter itu, "soal tangung jawab Lapindo, sudah selesai seperti diatur dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2007. Ini sesuai kan dengan usulan DPR." Nah, tuh! Liat!

Jadi...dari presidennya, menterinya, DPR-nya, jaksanya, hakimnya, aparat keamanannya, kompak untuk membuat orang2 makin sengsara. Kenapa begitu sulit menyita aset Ical untuk membayar kerugian dan penderitaan orang2 di Porong? Mengapa lebih gampang membagi2kan duit Ical ke tim2 ga jelas itu ketimbang membayar ganti rugi? Mengapa begitu sulit menyita aset pencuri2 untuk kesejahteraan orang2 yang setiap hari masih harus bekerja keras hanya untuk mendapatkan seliter minyak tanah, untuk mendapatkan sesuap nasi...? Dan mengapa begitu sulit mengusut orang2 DPR yang telah memakan Rp 23.055 miliar dana yang sebenarnya diperuntukkan bagi korban tsunami?

5 komentar:

Herman Saksono mengatakan...

Gimana ya... aku kok jadi speechless gini.

Mestinya pemerintah paham kenapa rakyatnya semakin hari semakin brutal: karena mereka semakin terbiasa kehilangan hak-nya demi kemakmuran segelintir orang di atas sana.

Anonim mengatakan...

UUD..ujung ujungnya duit, lha itu para akademisi, ilmuwan kok ada juga yang mau maunya ngebela , buat seminar bahwa penyebab utama bencana itu adalah efek gempa bumi di Jogja..

Anonim mengatakan...

Nah, ini yang gw suka dari mbak yati :)
tulisan-tulisan seperti ini yang bikin gw kagum. agitatif tapi jujur. penuh kemarahan tapi merakyat. mungkin gak terlalu mendidik tapi menjabarkan fakta karena tentu, tulisan tidak selamanya soal edukasi tapi juga mengeluarkan isi hati. dan bukan soal karena blbi dan lapindo lagi ngetrend tapi karena isi tulisannya unik dan laen dari tulisan2 sejenis.

raja karpet merah kan mending daripada nulis nama :)
yap, mungkin gw masih belum sependapat dengan cara mbak dengan menghujat pribadi orang, tapi gw sama tidak setujunya dengan sikap dan perbuatan mereka2 itu karena gw juga rakyat dan gw sangat mencintai negeri ini walopun tambah hari tambah miris dengan fakta2 yang terjadi disana

ical dan laen2 yang disebut, itu tentu tetap hak lo yang bikin tulisan. gw cuma makasih karena tulisan ini lebih berharga daripada sekedar hal remeh-temeh soal nama jalan dan bisa memicu kebencian pribadi yang berlebihan bagi orang2 awam kayak gw :)

keep writing, mbak yati!

Anonim mengatakan...

itu orang2x yg ngembat duit tsunami, keparat amat sih ? gak abis pikir. kok bisa ya ? apa ya yg ada didalam otak mereka saat itu. huuuuhh speechless

lol speechless tapi ngomelnya panjang

korban lapindo mengatakan...

Lapindo sudah berbaik hati tai kucing. Nih fakta dari lapangan biar si Om tak seenak udelnya sendiri ngomong.

Saat ini, Bakrie Group telah menguasai tanah hampir 800 ha, dg harga 300rb/m2, cukup dengan membayar cuman 20 persen. Kalau lumpur dah berhenti, dengan Bakrieland Development-nya, akan dibangun perumahan dan pertokoan, dibangun berbagai fasilitas, akses jalan tol dipulihkan. Harganya akan jadi selangit. Coba lihat pantai indah kapuk di Jakarta atau kawasan Pakuwon di Surabaya. 5 tahun lalu, siapa yang mau tinggal disana. Tetapi begitu dikembangkan dan jadi perumahan mewah, harga tanahnya aja udah jutaan


Jadi, berbaik hati dari mana? Ini sih persis cerita musang berbulu domba.


salam dari sidoarjo


korbanlapindo