Selasa, 07 Agustus 2007

Sepotong Kisah Tan Malaka

Udah lama saya pengen didongengi tentang Tan Malaka. Rasa penasaran saya ga pernah habis untuk tau sejarahnya, karena begitu besar misteri yang melingkupinya. Selama ini saya cuma bisa mereka-reka sosoknya lewat sebuah buku tua, Pacar Merah Indonesia yang saya pun udah lupa dimana buku itu dan seperti apa bentuknya sekarang. Saya udah bermohon pada Tuan Ini dan Ndoro Ini yang biasanya punya pengetahuan yang ga umum, tapi tidak terpenuhi. Membaca buku sekolah? Ouh... Tan Malaka dicap KIRI, ga akan ada buku sejarah yang akan mengulasnya. Menyebut namanya pun, hampir tak ada!

Lalu saya dapat beritanya dari kawan2 di Persda Network. Seseorang bernama Harry A Poeze, sejarawan dari Belanda, mengaku menemukan kuburan kerangka Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kediri. Ouw...jangan langsung underestimate dengan penemuan ini karena tentu saja sangat beda dengan penemuan tuan yang rajin berkomentar di media itu tentang lagu Indonesia Raya.

Kesimpulan Harry soal lokasi kuburan Tan Malaka diperoleh dari banyak sumber, mulai dari para mantan aktivis Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) dan para veteran perang sampai dokumen di Kodam V/Brawijaya. Harry akhirnya berkesimpulan, prasasti di pinggir Kali Brantas dalam kota Kediri yang selama ini dipercaya sebagai lokasi eksekusi Tan Malaka, tidaklah benar. "Itu tempat pembunuhan tiga pengawal Tan Malaka, yang kemudian dibuang ke sungai," katanya. Ia akhirnya sampai di Desa Selopanggung, sekira 20 Km di sebelah barat Kediri.

Di desa itulah, pada 21 Februari 1949, dibantai satu pasukan yang dipimpin Soekotjo atas perintah sebuah divisi yang dipimpin Soengkono. Soekotjo kelak jadi walikota pertama Surabaya di zaman Orde Baru. Menurut Harry, motifnya adalah perselisihan paham di kalangan tentara, bukan atas perintah Soekarno-Hatta atau Jenderal Sudirman, meskipun, Tan Malaka adalah penentang utama politik diplomasi Soekarno-Hatta.

Sebelum ditangkap tahun 1949 itu, Tan Malaka juga pernah ditangkap tentara di bawah pimpinan Abu Bakar Lubis pada Maret 1996 atas tuduhan kudeta. Saat itu, Muhammad Yamin sebagaimana terbaca dalam dokumennya yang dihibahkan ke Arsip Nasional RI, juga ikut mengecam tindakan sewenang- wenang rezim Sukarno-Hatta melalui pernyataan pers. Yamin sendiri kemudian dituduh kudeta oleh rezim Sukarno dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Namun, sebagaimana dicatat sejarah, Yamin setelah itu justru jadi loyalis Sukarno dengan menjadi aneka menteri berkali-kali. Sedangkan terhadap Tan Malaka, Sukarno menggelarinya sebagai pahlawan nasional 14 tahun setelah kematiannya.

Kisah ini dibukukan Harry dalam Verguisd en Vergeten, Tan Malaka, De linkse Beweging en Indonesische Revolutien 1945-1949 atau Dihujat dan Dilupakan: Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949. Edisi Indonesia sedang diterjemahkan Hersri Setiawan, sastrawan kiri yang dipenjara di Pulau Buru antara 1969-1978, dan jilid pertama buku itu akan terbit paling cepat Januari 2008.

Oh iya, konon, pemerintah berniat membentuk tim forensik untuk uji DNA Tan Malaka dan akan dicocokkan dengan seorang keponakan Tan Malaka bernama Zulfikar, anak dari Kamaruddin Rasad, adik Tan Malaka. Konon pula, kalo kerangka itu udah ada kepastian, Depsos akan memindahkan kerangka itu Taman Makam Pahlawan di Kalibata. Yah, kita liat saja nanti.

Hei...ada mars PKI, Darah Rakyat. Ini sebagian liriknya:
Kita bersumpah pada rakyat
kemiskinan pasti hilang
Kaum pekerja akan memerintah
dunia baru pasti datang


mmmm.... saya ga akan ditangkap setelah postingan ini kan? :p

9 komentar:

Anonim mengatakan...

hmm..ntar beliin buku-nya buat kado yg tertunda,wekekekke.

*santai, kodam blm pasang internet :-j

Anonim mengatakan...

FYI, Pada 30 Juli 2007 pukul 10 pagi di Gedung Joang, Jakarta diluncurkan buku Harry Poeze “Verguisd en Vergeten, Tan Malaka, De linkse Beweging en Indonesische Revolutien 1945-1949” (Dihujat dan Dilupakan: Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949). Buku ini terdiri dari tiga jilid dalam bentuk hard cover yang keseluruhannya 2194 halaman.
Buku tersebut merupakan lanjutan dari disertasi Harry Poeze mengenai Tan Malaka tahun 1976 yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dalam dua jilid berjudul Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 (tahun 1988, dibredel tahun 1989) dan Pergulatan Menuju Republik 1925-1945 (tahun 1999). Masing-masing buku itu tebalnya lebih dari 400 halaman. Jadi total seluruh buku yang ditulis Poeze mengenai Tan Malaka adalah lebih dari 3000 halaman. Ini merupakan biografi terbesar yang pernah ditulis dalam sejarah Indonesia.

Anonim mengatakan...

Kalo ditangkep, kasih tau saya aja. Ntar dibantuin deh, melarikan diri, hehe.

Mengenai Tan Malaka, setahu saya, beberapa bulan lalu juga ada diskusi mengenai Tan Malaka di TIM, Jakarta. Pak Harry dan beberapa sejarawan Indonesia ada disana.

Anyway, infonya Ndoro Kakung, bagus.

Anonim mengatakan...

kalo ditangkep, jangan bawa2 anak gw yang ganteng itu ya, co :D

Unknown mengatakan...

hmm, gw juga penasaran soal beliau ini...

Anonim mengatakan...

"Lalu saya dapat beritanya dari kawan2 di Persda Network."

Dikasih via e-mail atau gimana, nih? Kalo ada URL-nya, cantumin dong. Biar nggak konon, konon, mulu...

sastrorujiyo mengatakan...

mending Tan malaka dari pada habib riziq

sastrorujiyo mengatakan...

bebas-bebas aja atuh!

Erwin Jahja mengatakan...

TOP BGT..thanks tulisannya bozz