Sabtu, 30 September 2006

G30S/NBS; Nobel Buat Siapa?

Tenggelamkan, tembak di tempat, lalu pailit.
Tiga skenario besar itu gw yakin pasti akan dilakukan Bakrie dengan lumpurnya. Tenggelamkan Porong dan sekitarnya, lalu Sidoarjo, bahkan ujung timur pulau Jawa semuanya sudah terjadi. Gimana nggak, para ahli udah memprediksi kalo semburan lumpur itu bakal abadi. Sekarang aja udah 8 desa terendam dan tanah2 sekitarnya udah ambles tanpa harus menunggu Desember seperti prediksi para ahli.

Lalu ada perintah tembak di tempat bagi warga yang melakukan aksi unjuk rasa. Gw juga yakin ini bukan sekedar ancaman. Yang ga mengganggu kapital penguasa aja diculik dan dibunuh. Dan undang2 yang memihak pemilik modal itu, jelas2 memberi kewenangan kepada aparat keamanan untuk melakukan apa saja demi pengamanan modal. Lihat misalnya Freeport yang menganggarkan sedikitnya Rp 50 miliar setahun untuk biaya keamanan.

Skenario terakhir, jika Bakrie telah bosan, maka satu-satu perusahaannya akan dilepas. Sekarang saja kasus lumpur ditangani tim nasional (baca: negara). Lama2 saat perusahaannya satu per satu dilepas, grup Bakrie yang ngurusin Lapindo akan dinyatakan pailit. Dan itulah akhir semua skenario. Saat pailit, berarti perusahaan tidak akan dituntut apa2. Lalu negara yang akan menanggung semuanya (itu pun kalo penguasanya lagi waras).

Anak kecil pun tau. Menghilangkan sumber hidup orang lain dengan membenamkannya di lumpur panas itu, lalu nmengancam tembak mati (najis, padahal peluru2 itu dibeli dari pajak yang kami bayarkan setelah keringat kami habis terperas), lalu pailit (dengan sengaja lewat tipuan dokumen) adalah kejahatan kemanusiaan terbesar.

Tapi, kalian cuma rakyat jelata, terimalah nasibmu. Di negeri ini, tak ada satu pun tempat yang aman dari resiko pelanggaran moral, hukum dan kemanusiaan. Jangan coba2 bicara tentang HAM, karena tak ada tempat dan waktu untuk persoalan itu. Daerah yang paling kaya dengan perusahaan migasnya, otomatis menjadi daerah yang terbanyak penduduk miskinnya. Karena migas adalah dewa baru sumber UANG yang tak boleh dibagi pada kalian para jongos.

Hari ini, 30 September, puncak peringatan sejarah kelam bangsa ini ketika sekitar 500.000 orang dibantai tanpa mereka tahu kesalahannya. Kapan pengadilan buat mereka?
Hari ini 30 September, warga Sidoarjo tak tau lagi arti hak asasinya sebagai manusia.
Hari ini 30 September, hari terakhir penilaian pemberian Nobel Perdamaian. Nobel Buat Siapa? Jika nobel itu ada di tangan, masihkah daftar kasus Trisakti, Semanggi, 27 Juli, Munir, Tanjung Priok, Lampung, Aceh, Papua, Timor Timur, hanya menjadi koleksi sejarah?
Hari ini, esok, nanti, apa masih layak mereka yang justru penindas itu disebut manusia?



NB...thanks kiriman hujannya, sakit gw jadi lebih indah...

5 komentar:

Anonim mengatakan...

wah mbake.. saya malah semalam nunggu imsak (alias makan sahur) sambil nonton VCD film pemberontakan G30S (PKI) itu lho...

sadis memang nonton film fiksi tur horor kok sambil makan.. tapi gimana lagi the best indonesian science fiction movie ever je!!! huahahahahaha

-Fitri Mohan- mengatakan...

walah, jauh deh dari nobel perdamaian. melihat kondisi yang saat ini sedang terjadi.

btw, jangan bingung :) namanya juga mimpi. saya pernah juga lho ngimpi ngobrol seru (bahkan sampe marah-marah dan nyaris ngepruki) sama orang yang belum pernah saya temui. misalnya,brad pitt. nah tuh, apa nggak tambah bingung...

Anonim mengatakan...

"kakek" saya masih hidup tuh, kasih aja nobelnya buat dia.

Anonim mengatakan...

nobel? kalo kana suka baca nobel2 yg rada feminis karna sayah perempuan :)

**komen yg gak nyambung n gak penting**

Nunu Nursyamsi mengatakan...

Maaf ikut nimrung nihh ..tau dari bang Pi'i..ada blog bergerak
Bagaimanapun jika sampai nobel itu jatuh kepelukanku ,,ehh kepelukan SBY maksud saya.Saya ikut bangga setidaknya menunjukan bahwa penyelesaian Aceh bisa ditangani dengan jalan dialogis bukan dengan fisik/senjata.kita tunggu saja 13 oktober yaa..