Sabtu, 08 April 2006

Buah jatuh jauh dari pohon

Pertengahan tahun lalu gw cuti, pulang ke kampung, di sebuah lembah pegunungan. Hari-hari indah bebas deadline itu gw nikmati bener2, termasuk bangun siang dengan sarapan yang ikut kesiangan. Tapi suatu subuh yang duingin, gw terusik tangisan ponakan gw yang lagi nginep di rumah. Sebenernya sih bukan terusik juga, itu peringatan biar gw bangun lebih pagi, hehehe…

Gw tanya ma nyokapnya napa anak itu nangis. Taunya karena dia dilarang sekolah, soalnya semalem sakit panas. Tapi anak itu berkeras pengen sekolah. Semua jadi pada gemes. Gw ketawa sendiri. Anak ini pasti lom tau rasanya lagi males sekolah dan terpaksa pura2 sakit biar bisa bolos sehari.

Nyokap juga cuman ketawa dan nyeritain kalo bapaknya ponakan gw itu, dulunya jago bolos. Kalo ga dipaksa sekolah, sampe harus dikerasin dengan lecutan rotan ato sapu (ups…ini bukan KDRT, tapi cara mendidik tempoe doeloe), dia ga akan ke sekolah. Ato kadang2 berangkat dari rumah dah rapi banget, taunya bolos juga, maen ke sungai seharian dan baru pulang pas jam pulang sekolah. Jadi buah jatuh tak jauh dari pohonnya keknya ga berlaku buat ponakan gw.

Prestasi ponakan gw di sekolah, ga bagus2 amat, cuma 10 besar di kelas. Tapi katanya yang ga kuat buat ditinggal bolos sekolah itu ternyata acara maen ma temen2 pas jam istrahat pelajaran. Ga papalah, yang penting masih pengen sekolah (walaupun sekolah bukan satu2nya jalan mencerdaskan), rajin baca buku, dll. Namanya juga anak2, yang utama emang tetep…maen!

***

Hari ini gw baca di koran, 2.000-an anak TKI di Malaysia ga bisa sekolah karena dilarang ma pemerintah di sana. Tega banget. Lalu siapa yang harus tanggung jawab? Pemerintah pusat? Ah, kalau tidak salah, mereka cuma cinta sama devisa yang didatangkan orang tua anak-anak itu. Lembaga dunia yang ngurusin anak2? Kejauhan kali ya, mereka ga denger kasus ini. Lalu siapa?

Suatu hari, anak-anak itu -- dan keluarganya mungkin, kalau tidak terjaring razia dan kekejaman majikan di sana -- akan balik ke Indonesia. Membawa kebuta-aksaraan mereka. Lalu beranak pinak di sini. Uang hasil menjadi TKI di luar sana lambat laun habis. Lalu, anak2 mereka pun ga bisa sekolah karena pendidikan mahal. Benarlah kiranya, orang miskin memang ga boleh sekolah. Mereka harus dibiarkan terjerat dalam kemiskinan struktural hingga keturunan terakhir mereka.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

bener pemerintah emang gak pernah peduli ama kesejahteraan dan keselamatan rakyatnya, apalagi yang menurut mereka lemah dan gak punya kekuatan buat nuntut, jadi yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya akan semakin kaya.
orang miskin dilarang sekolah, orang miskin dilarang sakit, berikutnya apalagi
orang miskin dilarang mati, nanti siapa yang bakal jadi bulan-bulanannnya pemerintah(baca:orang kaya)

Awan Diga Aristo mengatakan...

siapa ya yang harus tanggung jawab???

mmmmm....

kita?

ester mengatakan...

mengenai topik yang di bawah...
hhhh... *menghela nafas berat sambil prihatin*
"no comment deh..."

pengen komen topik yang diatas aaahhh... hehehe...
dulu waktu kecil juga pernah tuh, excited banget masuk sekolah sampe kaga mau dilarang meski sakit juga. pokoknya harus ke sekolahm titik!

tapi seiring bertambahnya umur dan semakin banyaknya racun2 kehidupan yang mengkontaminasi gue, hehehehe.... akhirnya setiap caturwulan pasti deh absennya nggak pernah bersih, pasti gue jatah minimal 1 untuk tiap2 jenis.
1 untuk SAKIT
1 untuk IZIN
1 untuk ABSEN

bukan contoh yang baik :p

abhirhay mengatakan...

sedih... membiarkan satu jalan masa depan anak2 itu tertutup oleh ketidakpedulian pemerintah. tapi apa yg bisa diharapkan dari pemerintah sekarang untuk pendidikan. bukannya memperbaiki, malah giat bikin bikin argumentasi ketika digugat pgri soal anggaran pendidikan yg sembilan koma satu persen. setelah kalah, naga2nya tak ada tindakan semestinya untuk memenuhi putusan itu. rasanya pemerintah ada memang untuk jadi penguasa, bukan pelayan rakyatnya. kapan pendidikan murah dan merata?

abhirhay mengatakan...

sedih... membiarkan satu jalan masa depan anak2 itu tertutup oleh ketidakpedulian pemerintah. tapi apa yg bisa diharapkan dari pemerintah sekarang untuk pendidikan. bukannya memperbaiki, malah giat bikin bikin argumentasi ketika digugat pgri soal anggaran pendidikan yg sembilan koma satu persen. setelah kalah, naga2nya tak ada tindakan semestinya untuk memenuhi putusan itu. rasanya pemerintah ada memang untuk jadi penguasa, bukan pelayan rakyatnya. kapan pendidikan murah dan merata?

bazzbeto mengatakan...

kapan keturunan terakhir mereka lahir? bersamaan dengan akhir dunia kah?

Anonim mengatakan...

gimana caranya supaya buah itu jatuhnya pas? :)

Anonim mengatakan...

heeh... tul...tul!
betul itu guru!
kapan kita bikin negara cs? ayomi!

danu doank mengatakan...

sedih sekaligus marah...