Rabu, 01 Maret 2006

Pejalan yang Takut Berjalan

Organ tubuhnya boleh tak sempurna, namun cita-citanya setinggi langit. Dan cita-cita itu tak pernah padam sejak kecil. Ingin keliling Indonesia menggunakan sepeda. Bibit Wahyudianto, lelaki pengembara ini pun mengaku tak pernah membaca buku-buku kisah avonturir Gola Gong. Begitu tamat SMA tahun 1984/1985, Bibit berusaha mengumpulkan uang untuk bisa membeli sepeda yang akan dipakainya keliling Indonesia.

Model sepeda yang dimodifikasinya sendiri cukup unik. Rodanya ada tiga, satu di depan dan dua di belakang. Kebalikan dengan becak, namun sadel dan atapnya menyerupai becak. Yang unik lagi, pedal sepeda bukan terletak di bagian bawah, tapi di depan sebagai pengganti stang. Jadi Bibit mengayuh sepeda tidak dengan kakinya yang memiliki keterbatasan tapi dengan kedua tangannya.

Perlengkapan yang dibawa Bibit selama perjalanannya tidak banyak. Sebuah ember kecil warna hitam tergantung di bawah tempat duduknya. Isinya berupa alat-alat sederhana untuk persiapan jika terjadi kerusakan kecil pada sepeda antiknya. Yang lain adalah empat lembar pakaian yang bisa dicucinya di setiap persinggahannya, biasanya di kantor polisi atau di masjid.

Sudah dua tahun Bibit menyusuri jalan-jalan di Indonesia. Titik star selalu mengambil tempat di kota kelahirannya, Blitar, Jawa Timur. Pria kelahiran 2 Mei 1963 ini memulai perjalanan ke arah barat dari Surabaya, sampai Jakarta, menyeberang ke Sumatera dan menyusuri Lampung, Bengkulu, Jambi, Palembang, Padang dan Pekanbaru.

Setelah mengalami kecelakaan di dekat perbatasan Riau-Sumatera Utara, Bibit pun balik kanan melewati kepulauan di pesisir timur Sumatera, kembali mengambil star di Surabaya untuk lanjut ke daerah Indonesia Timur. Mula-mula ke Bali, lalu Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Kupang, Ambon, Sorong, Manokwari, Jayapura. Kembali lagi ke Surabaya, lalu ke Kalsel dan saat ini tengah berada di Kaltim.

Sumut dan Aceh sepertinya tak masuk lagi dalam agendanya karena sepeda tuanya tak mungkin menapaki pendakian terjal di daerah sepi penduduk. Selama perjalanan ini, Bibit telah mengganti ban depan 24 kali dan ban belakang dua kali. Sudah dua buku catatan harian ditamatkannya dan telah dikembalikan ke Blitar untuk kelak disusun jadi buku. Selama perjalanan ini pula, Bibit mengaku sering diberi uang saku oleh pejabat-pejabat dan tidak jarang dititipi brosur wisata untuk dibawanya ke daerah yang akan dilaluinya.
***
Tulisan yang udah dipotong2 ini gw bikin minggu lalu, dan dimuat di koran dua hari setelahnya. Usai meletakkan buku catatan dan berkas-berkas miliknya di sepeda antiknya, gw mengucapkan selamat jalan. Dengan malu gw juga bilang "Semoga gw bisa ngikutin jejak Anda". Yup, yang dijalani Mas Bibit adalah cita2 gw yang tertunda. Gw ngaku pejalan tapi takut jalan sendiri. Terlalu pengecut dibandingkan Mas Bibit, juga Bang Roy...eh maksud gw Gola Gong. Apa kabarmu kini Bang? Udah lama banget gw ga ngontak Abang via imel. Tapi kabar rumahdunia-mu kuikuti dari sebuah milis. Pengen banget bisa sepertimu. Perjalanan Asia-mu mengilhamiku....:d

8 komentar:

Anonim mengatakan...

yati emg heubat. postingan soal karpet merah untuk koruptor, langsung dibantah sby! (toga)

Yati mengatakan...

hmm...bapak presiden yang terhormat...terima kasih atas jawaban bapak terhadap postingan saya soal tudingan karpet merah. JAwaban bapak sekaligus mengakhiri debat di blog ini.
Hahahaha....GR amat yak gw????? Pokoknya gw ngutip jawaban SBY di headline kompas, Kamis (2/3). Ini jawabannya:

Tidak Betul Ada Karpet Merah
Presiden: Pemberantasan Korupsi Tak Mungkin Dihentikan

Suhartono

Phnom Penh, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyayangkan adanya syak wasangka dirinya memberikan karpet merah kepada para pengutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Para debitor harus mengembalikan utang dan menjalankan kewajiban, termasuk mereka yang harus dihukum.
Demikian penegasan Presiden Yudhoyono menjawab pers sebelum mengakhiri kunjungan kenegaraan di Kamboja, Rabu (1/3). Dalam jumpa pers itu Presiden sekaligus menjawab tuduhan bermacam-macam akibat kedatangan tiga debitor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Kantor Presiden awal Februari lalu. ”Waktu itu yang saya tahu, karena saking semangatnya, mereka berusaha bertemu menteri-menteri dan pihak-pihak terkait yang kebetulan saat itu sedang di Istana,” katanya.
Kejadian itu tidak harus menimbulkan syak wasangka. ”Ada kalimat-kalimat yang saya sayangkan. Ada apa kok mereka ke Istana. Ada yang menyebut koruptor dikasih karpet merah. Siapa yang kasih karpet merah? Koruptor itu dicari untuk kembalikan uang negara. Kalau harus kembalikan kewajiban negara, ya kembalikan. Jika harus menjalankan hukuman, ya jalankan hukuman itu. Tolong kita bicara jernih dan rasional. Jangan membuat rakyat bingung,” ujarnya.
Menurut Presiden, tiga debitor itu datang untuk mengembalikan dana BLBI yang berjumlah Rp 1 triliun. Ia menilai hal itu sebagai sesuatu yang baik.
”Bagaimana tidak baik, mereka yang harusnya menjalankan hukuman kabur dan selama ini tidak bisa kita cari, lalu mulai kembali. Ini tidak salah. Justru ini yang kita harus lakukan. Saya tak habis pikir, kalau meminta mereka kembali untuk melunasi kewajiban atau menjalankan hukuman, mengapa itu dianggap salah?” katanya. bla bla bla....dipotong...)

Anonim mengatakan...

ayo donk bergerak jangan diem aja hehehe...btw pa kabar... kok gak pernah mampir lagi..

syafrina-siregar mengatakan...

Setuju! Jgn pernah berhenti bermimpi dan berusaha mewujudkannya.
Tak ada yg bisa menghentikan mimpi, tak juga segala keterbatasan semu.

Anonim mengatakan...

Pastinya..saya gak bisa keliling Indonesia pake Sepeda Motor

may hendrawati mengatakan...

pergilah kemana angin membawamu pergi :-)

danu doank mengatakan...

ayo bergerak... sesuai dengan nama blognya... jangan pernah takut melakukan sesuatu sebelum melakukannya... wah ini apaan seh... sok tahu yah sayah... permisi ah...

Anonim mengatakan...

ikut dong ..kliling indonesia kan? ntar saya jadi porter..it's ok deh, yg penting ditraktir ;))