Minggu, 15 Januari 2006

Malapetaka 15 Januari

Dulu, guru sejarah gw di SMP pernah ngomong gini, "Setiap 20 tahun sekali, pasti terjadi peristiwa besar di negeri ini," katanya. Lalu bapak guru gw membuat satu garis tebal di papan tulis menggunakan kapur putih berdebu yang sebagian terhisap ke paru-parunya dan sebagian debunya menempel di seluruh pakaian, wajah dan rambutnya.

Garis tebal itu adalah bentang sejarah perjalanan bangsa. Gw belum ngeh ketika itu. Berjalan beberapa tahun, baru gw belajar menghitung. Memang tidak semua persis jaraknya 20 tahun, tapi masih sekitar itu. Kita mulai aja dari taon 45, proklamasi kemerdekaan yang diawali dengan pertempuran besar dan dua bom di Nagasaki dan Hiroshima yang membuat Jepang frustasi dan angkat kaki dari negeri ini. Lalu tahun 65, pembantaian warga besar-besaran, persis 20 tahun setelah Jepang pergi.

Kalau diinget sekarang, makin ke sini jaraknya makin rapat. Setelah 65, taon 74 udah ada peristiwa besar lagi yang dikenal dengan Malapetaka 15 Januari (Malari). Tepat 15 Januari, seperti hari ini. Dari Kompas gw membaca dan mengutip, peristiwa Malari ini adalah sebuah konflik internal yang agak mengubah konfigurasi politik kekuasaan pada era Orde Baru. Peristiwa setelahnya adalah kasus Tanjung Priok. Lalu 1998 dengan jatuhnya Soeharto dan serentetan tragedi dan kasus kerusuhan di seluruh negeri dari Sabang sampai Merauke.

Dari 65, kejadiannya sama.
Selalu ada kerusuhan
Selalu ada penjarahan
Selalu ada pembakaran
Selalu ada penangkapan
Selalu ada tentara yang terlibat
Selalu ada korban-korban tak berdosa
Selalu ada kekerasan
Selalu berakhir tanpa penyelesaian
Selalu hanyut, tenggelam dan hilang dalam memori usang para pelaku yang tiba-tiba amnesia.

Dan orang-orang yang pilu
hanya bisa mencipta ode penyambung asa
bagi Rene Louis Conrad, Dortheys Hiyo Eluaway, Muhammad Yusuf Rizal, Yun Hap, Bernardus R Norma Irmawan, Engkus Kusnadi, Heru Sudibyo, Lukman Firdaus, Sigit Prasetyo, Teddy Wardani Kusuma, Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery Hartanto, Moses Gatotkaca, Andi Sultan Iskandar, Muh Tasrif, Syaiful Bya, dan banyak lagi.

Memuakkan ketika kita harus berhadapan dengan orang2 amnesia atas nyawa2 yang dihilangkan itu. Lalu untuk meredam kasus lama, konflik etnis dan agama dimunculkan, mahasiswa dibentrokkan.
Dari Kompas, gw mengutip pelajaran Malari ini.
Pertama : Selalu ada pihak-pihak yang mengail di air keruh demi kekuasaan. Mereka tidak peduli dengan kerugian nyawa maupun harta yang biasanya hanya diderita oleh kita, rakyat biasa
Kedua : Dalam demokrasi dibutuhkan leadership yang mau melakukan dialog sehat dengan siapa saja. Tak ada tempat lagi bagi kepemimpinan model nanti saya gebuk, gitu aja kok repot, yang diam seribu bahasa, atau yang terlalu banyak berwacana
Ketiga : Sikap oposisi oleh parlemen sungguh penting. Sudah waktunya partai-partai politik yang beroposisi segera membentuk kabinet bayangan supaya tidak asal ngoceh
Keempat : Jangan sebentar-sebentar ribut. Masalah bangsa ini sudah beranak-pinak. Kemarin ribut soal studi banding ke Mesir, hari ini heboh soal sedan Jaguar, dan esok... entah apa lagi....?!

8 komentar:

nie mengatakan...

lalu negara kita harus bagaimana donk? orang2 di atas sana ga ada yang sadar sekalipun tuhhh... jadi? gimana mau berubah donk? koq setiap saat selalu sama saja perkaranya...
indo indo.. gimana mo berkembang?
gimana kabar yat? baek2?

Awan Diga Aristo mengatakan...

mmmm...
analisis dari guru mbak yati sebenernya kurang tepat (maap pak guru)
untuk di Indonesia, lonjakan2 pergerakan itu biasanya 10 taun
sejak 1945, taun 1955-1959 pada masa2 liberal juga sangat sarat pergolakan sampe dekrit 1959. Pergolakan selanjutnya taun 1965-1966.
10 taun kemudian malari
kira2 10-15 taun berikutnya mulai muncul kasus tanah di jawa barat dan tanjung priok beberapa taun berikutnya.
taun 1998 orde baru jatuh...
jadi, saya perkirakan, pergolakan selanjutnya adalah 2008 sebelum pemilu, atau 2009 pas pemilunya.
semua ini bisa dilihat indikatornya, bertepatan dengan melonjaknya intensitas pers mahasiswa (silakan dipelajari sejarah pers mahasiswa di Indonesia... taun2nya sangat pas).

Sementara dari pengamatan saya, waktu 20 taun itu adalah periode waktu dimana amerika serikat selalu melakukan peperangan. awalnya adalah PD I awal 1910an, lalu PD II taun 1940an, lalu perang vietnam tahun 1964-an, lalu perang teluk taun 1985an, lalu perang di afganistan dan Irak sekarang...

Menurut sy, memang ada periode waktu dimana di suatu bangsa terjadi pergolakan, tapi seiring kedewasaan bangsa itu, periodenya semakin lama. Untuk kasus Amerika, bahkan ada indikasi dimana perang2 itu disetting untuk mengembalikan patriotisme bangsa Amerika, karena kalau diperhatikan, beberapa taun sebelum amerika pergi berperang, biasanya ada kecenderungan terjadi gonjang-ganjing di pemerintahan atau kehilangan kepercayaan terhadap bangsa mereka sendiri...

wallahu'alam...

Anonim mengatakan...

aduh commend nya berat - berat....
pusing mikirnnya, enggak jadi kasih commen ah.
perubahan di awali dari diri kita sendiri

JUST NOTHING!! mengatakan...

nah, menyinggung parpol...ga ada satupun parpol yg aku percaya.

Anonim mengatakan...

Ngga enak ya, nginget2 semua yang serba negatif di Indonesia. Tapi ya mau gimana lagi, memang seperti itu.
Bener kata arie. Perubahan dimulai dari diri sendiri. Selain itu... bener banget, bergerak! :D

Anonim mengatakan...

radenmas_minke....
klo baca tulisan ini kaya lagi merenung seh ANG SAN MEY di JEJAK LANGKAH NYA pramoedya..tapi mang kita butuh TULISAN macam ini...BERGERAK trus MBA ANA:D aq selalu mendukung km

Anonim mengatakan...

This is very interesting site... Domaine huizingen rollover forex no interest pool spa and saunas albany new york Car amplifiers cheap new clomid side effect vomiting nausea Toy wheelbarrows Proactiv solution works

Anonim mengatakan...

Where did you find it? Interesting read lexus Zyrtec and stomach pain fairfield resorts Web server administrator boars hill tits ass cunt spank enema taxi eyeglass frames eyewear Winners office chair Cooling+wheelchair+pad