Selasa, 20 Mei 2008

Seabad Indonesia Bisa ...!

Hari ini kita mengingat kembali berdirinya Budi Utomo, 100 tahun Kebangkitan Nasional, dengan bangga dan prihatin. Begitu kata Ndoro. Kita bangga karena jauh sebelum zaman serba modern, jauh sebelum adanya gedung2 pencakar langit di negeri ini, telah lahir orang-orang pintar dan berhati mulia di zamannya.

Atas saran dari dr Wahidin Sudirohusodo, dr Sutomo, Cipto Mangunkusumo dan kakaknya, Gunawan serta atas dukungan para pemuda pelajar STOVIA, berusaha memberi bantuan kepada sesama warga agar mereka yang cerdas dapat masuk ke lembaga pendidikan Belanda. Sutomo diangkat menjadi ketua.

Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.
Sutomo yang kemudian menjadi dokter, selalu berpindah tempat. Ia pula yang membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.

Karena sering berpindah tugas, ia semakin mengerti bagaimana kehidupan rakyat yang sesungguhnya. Karena itu, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran. Ketika arah pergerakan nasional semakin terasa, ia terjun ke bidang pilitik. Tujuannya bukan memperdaya rakyat, tapi memajukan kehidupan rakyat.

Karena itu, peringatan 100 tahun kebangkitan nasional hari ini, buat saya juga merupakan sebuah keprihatinan. Saya tak bisa membayangkan bagaimana seandainya mereka, pendiri Budi Utomo itu melihat kondisi sekarang, ketika segala yang mereka perjuangkan, nyaris tak berbekas.

Pendidikan? Nyaris hanya orang2 kaya yang bisa sekolah karena biaya pendidikan makin mahal. Sekolah Belanda? Hehehe...sekolah negeri aja mahal! Pengobatan gratis? Nanti dulu...kami ini kuliah di kedokteran tidak gratis! Biar balik modal, kami buka praktek dengan tarif mahal. Para politikus? hehehe, kalo ga korup, ya main pilm bokep.

Oke, ada sekolah gratis. Ada juga dokter murah [di Balikpapan ada dr Aryono Wardiman, tarifnya dulu hanya Rp 5.000, lalu Rp 10.000 dan kini Rp 15.000, selama bertahun-tahun lamanya]. Tapi jauuuuuuh masih lebih banyak lagi warga yang tidak bisa mengakses keduanya karena tetap tidak mampu misalnya untuk beli pakaian sekolah, transpor ke sekolah atau ke dokter, dan beli obat. Udahlah, jangankan untuk baju, transpor dan obat modern, buat makan aja susah. Apalagi jika BBM nanti jadi naik. Yang jumlahnya bertambah tidak cuma orang miskin, tapi juga orang gila!
Jadi, slogan baru 'Indonesia Bisa' sepertinya akan makin luas maknanya. Bisa gila, bisa ancur, bisa...ouh, berdoa yang baik2 aja, bisa bangkit dan bersama kita bisa (gila?)

4 komentar:

Anang mengatakan...

kebangkitan korupsi, kebangkitan kemiskinan, kebangkitan... yuk mari

Raf mengatakan...

susah dicari bekasnya dari nilai perjuangannya pencetus kebangkitan nasional 08 .

salam kenal dari Raf , jika berkenan klik raf-startwithnothing.blogspot.com

wassalam
Raf

Anonim mengatakan...

lantas..siapakah yang harusnya bercermin dari 100 tahun itu, pemimpin atau rakyat yang harus bercermin

Eko Rusdianto mengatakan...

Indonesia Bisa...
Bukunya Mochtar, ada dong. Sepertinya sudah beredar kok.

Saya punya Empat. Mau. Tapi 100 ribu perbuah, harus beli empat, diluar ongkos kirim. Ok

Salam kakak Yati...