Kamis, 31 Mei 2007

Lagu Baru untuk Pasuruan

Memuakkan!
Bagaimana saya tak makin benci pada mereka? Menggunakan peluru-peluru tajam untuk menembaki warga. Peluru2 yang seharusnya digunakan di daerah perbatasan untuk menjaga negeri ini, malah digunakan menembaki rakyat sendiri. Hanya karena tanah! Tanah tempat latihan. Huh, latihan yang ga pernah ada hasilnya karena kenyataannya, wilayah laut kita tetap dijarah, pasir2nya diangkut ke negeri seberang, ikan2nya dihabisi, minyaknya dicuri.

Dulu, zaman reformasi, mereka dianggap sebagai satu2nya loreng yang masih bisa menjadi pelindung rakyat. Dari cerita teman, saat konflik melanda Ambon, mereka juga menjadi aparat yang bisa dipercaya dibanding temannya yang buaya darat dan justru jadi pemicu konflik.

Ternyata, kini mereka juga berubah buas. Mereka bukan lagi pelindung. Mereka kini jadi penembak jitu. Berperang di darat, melawan warga. Menembaki para perempuan dan anak-anak, yang sungguh bukan lawan yang sebanding. Sadisnya lagi, peluru mereka yang memang tak punya mata (dan pemegangnya tak punya hati), membuat seorang ibu hamil kehilangan nyawa.

Saya muak, benar2 muak dan marah dan tak bisa menulis banyak!
Saya jadi ingat tentang lagu baru para ibu di Jeneponto, pasca penyerangan pasukan Raider pada November 2005 di sebuah kampung di sana. Sejak saat itu, kaum perempuan konon lebih selektif memilih jodoh, boleh memilih suami berprofesi apapun, asal jangan Raider. Konon pula, Raider juga akhirnya termasuk salah satu pantangan yang benar2 harus dihindari selain flu burung dan anthrax. Dan bahkan, para ibu punya lagu baru untuk menidurkan anaknya. Nina bobo, oh nina bobo...kalau tidak bobo digigit Raider...
Ada yang punya lagu baru pengganti lagu Raider tadi untuk hiburan bagi mereka di Pasuruan?

Selasa, 29 Mei 2007

Jaksa Mati, Berkas Raib, Apalagi...?

Bayangkan...!!!
Tiga buah berkas setebal hampir setengah meter (kira2 delapan tumpuk buku seri keenam JK Rowling, Harry Potter and the Half Blood Prince) mendadak dangdut, eh raib, alias hilang tak berbekas. Tiga biji, setebal itu, bisa ilang, ga ada yang tau kemana. Masuk akal ga sih? Wooo, iya, pasti. Segala yang buat orang mormal ga masuk akal, di negeri ini, sangat mungkin terjadi.

Para jaksa yang berniat menyidik ulang kasus Soeharto pun kelabakan! Kok bisa sih? Ya bisalah...! Apalagi kalo berkas yang hilang ini adalah berkas pemeriksaan kasus Soeharto. Jangankan cuma berkas, nyawa orang aja bisa ilang! Masih inget kasus2 jaksa penyidik kasus Soeharto yang meninggal misterius?

Dimulai dari Baharuddin Lopa yang gw yakin meninggal karena diracun pada 3 Juli 2001 di Arab Saudi. Lalu pada 26 Mei 2004, Ferry Silalahi meninggal diberondong lima peluru saat mengendarai mobil bersama istrinya, di Palu, Sulteng. Lalu awal Agustus 2005, Umbu Lage Lozara ditemukan tewas dengan lidah terjulur, di sebuah penginapan di Raha, Sultra. Lalu terakhir, Senin, 22 Januari 2007, Ris Pandapotan Sihombing meninggal tiba-tiba, ga tau sakit apa.

Kembali soal berkas tadi, se-gimana-pun kuatnya niat Jaksa Agung yang baru untuk menyelidiki kembali kasus Soeharto kalo berkas aslinya ilang semua, ya mental lagi. Harus memulai dari nol lagi. Para jaksa bingung lagi. Ada yang menduga, berkas2 tebel ini hilang ketika Gedung Bundar Kejaksaan dibom pada 4 Juli 2000 lalu.

Hmm...mengingat kasus2 kematian jaksa, kasus bom ini rasanya juga spesial, meski tak ada korban jiwa. Kenapa? Karena, bom ini meledak, hanya berselang sekitar satu jam setelah Hutomo Mandala Putera atau Tommy Soeharto meninggalkan Gedung Bundar, usai diperiksa sebagai saksi atas tersangka mantan Presiden Soeharto.

Dan pada dua bom yang belum meledak yang ditemukan waktu itu adalah bom TNT (trinitrotuluene) seberat empat kilogram bertuliskan, "Bahan Peledak TNT 160 gram M1, LOT No.1/96 PT Pindad (Persero)". Konon bahan peledak berkode M1 (military one) itu, sangat berbahaya dan hanya digunakan untuk keperluan tugas militer.

Apa artinya ini? Pak Hendarman Supandji, hati-hatilah! Jangankan berkas, nyawa Pak Baharuddin Lopa aja bisa ilang! Semoga Tuhan masih mendengar doa orang2 yang teraniaya, bukan doa orang berduit dari hasil korupsi!



ps: Tolong dijawab: Listrik di Kaltim (daerah penghasil batubara terbesar di dunia dan penyumbang terbesar keuangan negara ini karena migas dan kayu) kemaren padam dari pagi sampe pagi lagi dan berlanjut lagi hari ini, dan tidak satu bijipun telur busuk yang melayang ke kantor PLN sebagai bentuk protes, masuk akal ga sih? Menurut Anda, itukah cerminan masyarakat yang super sabar?

Sabtu, 26 Mei 2007

Setahun Lumpur Lapindo, Ayo Memaki!

Pas!
Pas setahun gw menghujat Ical. Pas setahun gw berniat nyeburin dia ke lumpur panas di Porong. Pas setahun gw memaki2 pemerintah soal lumpur. Pas 365 hari, dan Lapindo masih gitu2 aja, pemerintah masih gitu2 aja...tuli, ga punya hati! Cuma 365 hari, dan mereka semua tetep bisa duduk tenang, tidur nyenyak, makan enak, serba ada.

Sementara di Sidoarjo.., orang2 masih tinggal di tenda. Duduk tak nyaman, tidur tak nyenyak, makan nasi bungkus basi, semua serba terbatas. Rumah mereka tenggelam, sumber hidup mereka dibenamkan lumpur panas Lapindo (wajib di-) Brantas (karena Brengsek), anak-anak terpaksa berhenti sekolah karena ga ada duit buat mbayar (ganti rugi belum dikasih, yg di atas masih sibuk mikir bagian mana yang bisa dipotong untuk kantong pribadi), dan bahkan sekolah mereka tenggelam bersama semua yang pernah mereka punya!

Demo...tiap hari, nyegat kereta iya, ke Jakarta iya, mogok makan iya, jahit mulut iya, kok tetep aja ga didengerin? Mau sok bagi2 tanah buat orang miskin (yang mungkin akan lebih banyak jatuh ke tangan orang ga miskin), soal pengungsi Lapindo aja ga bisa diselesaikan. Malah lempar-lemparan tanggung jawab. Ya sudah kalo yang jadi pejabat juga jadi pengusaha! Jelas aja korbannya rakyat. Udah akhir Mei, dan belum ada yang satu warga Perumtas pun yang menerima ganti rugi, yang 20 persen pun belum! Dasar, janji palsu, monyet!

Capek ya, memaki? Ya iyalah bego! Iyah, gw tau, ada beberapa pengunjung blog ini yang muak (mungkin sampe muntah2) ngeliat gw yang katanya marah2 terus, memaki2 terus, suuzon terus! Lha, gw ga nulis fitnah, gw nulis omongan dan kelakuan mereka yang mungkin ga akan didapat di koran atau tipi! Trus ada yang nanya lagi, kalo udah memaki, masalahnya selesai? Ya nggaklah...kalo memaki trus bisa selesai masalahnya, gw pasti memaki tiap hari biar semua masalah di negeri ini selesai! Lha ini postingan gw masih bolong2! Tapi ya puas aja! Kalo ga suka baca blog ini, ya jangan ke sini! Blog ini kan ekspresi pribadi gw, dan gw ga menuntut siapapun untuk suka blog gw!
Hoshhh...hosh...Keknya gw abis makan daging singa tadi, puas beneeeeeerrrrrr!!!!

Rabu, 23 Mei 2007

si miskin, seutas tali dan sebidang tanah

Hampir setiap tahun ada kisah tragis usai ujian. Kali ini dari Jogja. Tentang Novianto Eko Putro (14), siswa SMP Muhammadiyah II Playen, Kabupaten Gunungkidul. Dia nekat gantung diri, karena malu belum bayar uang piknik. Tapi usahanya berhasil digagalkan ibunya. Untuk menutupi malu, bekalnya cuma seutas tali. Dan ini bukan cerita pertama. Tahun-tahun sebelumnya juga ada cerita seperti ini. Semuanya berpangkal pada satu hal, kemiskinan. Tak punya uang untuk bayar sekolah, seutas tali selalu jadi jawaban.

Lalu kemarin, penguasa di Jakarta berunding. Lalu mereka sepakat untuk membagikan sebidang tanah gratis untuk si miskin. Jumlah yang sudah pasti akan dibagikan sekitar 10 juta hektare yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Yang berhak menerima, CUMA orang miskin.

Saya, yang bukan siapa-siapa ini tentu saja sangat gembira mendengar kabar itu. Tapi isi kepala saya (yang penuh prasangka ini :p) telah dipenuhi amat banyak kekhawatiran. Saya bener2 takut, kegembiraan kali ini akan jauh lebih berdarah-darah dibanding program bagi-bagi duit BLT dulu.
Berapa banyak korban terinjak-injak saat antri? Berapa banyak duit salah sasaran yang dipakai bukan buat modal tapi buat beli pulsa? Berapa banyak orang miskin palsu yang ikut berebut dana ini? Berapa banyak lurah yang menyunat uang yang bukan haknya itu?

Saya bisa tidak peduli pada rencana busuk dibaliknya untuk meraih simpati pada pemilu 2009. Saya hanya kuatir, jumlah orang miskin tiba-tiba bertambah jutaan setelah ini. Setelah tanahnya diterima, berapa banyak mall dan perumahan elit akan berdiri setelah orang2 miskin ini merelakan tanah2nya diambil lagi setelah ditukar sedikit uang tunai?

Sepertinya...pemerintah ga cuma harus menyiapkan tanah untuk orang miskin. Tapi juga tali. Ya, seutas tali untuk menggantung orang2 yang suka ngaku2 miskin agar bisa merebut hak orang-orang miskin beneran, dan tali untuk gantung diri bagi orang miskin yang ga berani melawan orang-orang yang sengaja memiskinkannya!

Senin, 21 Mei 2007

Kenangan dari Desa Tapol

Hampir semua hal yang saya liat dan dengar ketika berada di kampung pembuangan tapol PKI, Desa Argosari, Kecamatan Samboja, Kutai Kertanegara, Kaltim, ga bisa saya lupain. Sayangnya, saya ga bisa menggambarkan semuanya sebagus dan sedetil karya Pulau Buru-nya Pramoedya. Halah...emang saya ini siapa? Nulis blog aja ga becus :p. Tulisan2 lalu tentang desa tapol ini aja sama sekali ga mengudang selera buat dibaca. Puanjaangggg...!

Tapi, menyaksikan kesederhanaan hidup (baca: keprihatinan hidup) mereka di zaman yang katanya era milenium, di negeri yang katanya gemah ripa loh jinawi, membuat hati perih. Di salah satu rumah warga, sebisanya, saya dan tiga teman lain (dari Kompas, Gatra dan Bisnis Indonesia) mencari bahan obrolan agar ajakan makan tuan rumah segera tertutupi, seolah2 perbincangan lagi seru. Soalnya, siapa yang menjamin jatah makan mereka tetap terpenuhi bulan ini jika kami yang rakus ini nekat ikut melahap makanan mereka?

Sebelumnya, kami sudah mendengar cerita ini. Di desa yang dihuni 200-an lebih KK (awalnya, kampung buangan ini dihuni 165 tapol), hanya terdapat beberapa KK yang digolongkan Keluarga Miskin alias gakin. Otomatis, hanya yang tergolong gakin yang berhak dapat Beras Miskin alias raskin. (Hueks...gakin, raskin, singkatan2 yang memuakkan). Jatah raskin adalah 20 kg per gakin per bulan. Asas sama rasa sama rata masih dipertahankan disini. Atas kesepakatan warga, jatah 20 kg yang hanya untuk beberapa KK, akhirnya dibagi rata seluruh desa dan semuanya akhirnya dapat raskin masing-masing 5 kg per KK.

Asal tau aja, Kaltim bukan lumbung pangan. Beras, sayur mayur dan segala macamnya didatangkan dari Sulawesi dan Jawa. Kalo mau makan batu bara sih, banyak tuh di kebun mereka. Minyak? Disini memang ladangnya, tapi kalo mo dapet, tetep aja harus antre. (tapi di tempat lain di Kaltim, sombongnya luar biasa. Ga ada orang yang datang saat operasi pasar beras Dolog. Saat terjadi krisis minyak tanah, banyak yang masak pake avtur!)

See...? Apa jadinya kalo kami ikut makan siang waktu itu? Jatahnya cuma 5 kg per bulan dan satu KK isinya bisa sampe 10 orang! Dan waktu itu, udah dua bulan mereka ga dapet jatah raskin. U know- lah...orang pusat sendiri lagi ribut2 soal beras impor, jadi ngapain mikirin orang daerah? Bekas tapol pula! Sampe sini...masihkah kalian suka nyisain dan membuang2 makanan?

***
20 Mei kemaren, adalah peringatan Hari Kebangkitan Nasioal ke-99, nyaris seabad! Hari ini, tahun ke-9 reformasi digulirkan. Reformasi yang tak pernah tuntas. Soeharto, dengan segala kasus kejahatan kemanusiaan dan kasus korupsi, tak kunjung diadili. Yang ada, para jaksa yang coba membidik kasusnya, satu per satu berguguran. Lalu, Kebangkitan dan Reformasi, akankah hanya jadi ritual tanpa makna sepanjang sejarah negeri ini ???



*) Hei...kok bisa postingan ini begitu pasrah dan tidak meledak2 seperti biasa?

Senin, 14 Mei 2007

Aksi Kakek dan Mensos

Namanya Sukardi, usianya 80 tahun. Dia adalah warga Desa Renokenongo, salah satu dari ribuan warga korban lumpur panas Lapindo Brengsek, eh, brantas aja! Demi solidaritas, lelaki renta itu ikut aksi mogok makan. Setelah tiga hari, dia ambruk karena ngedrop.

Semula, warga yang ikut mogok makan jumlahnya 200-an orang. Perlahan-lahan mereka berguguran satu per satu, termasuk si kakek 80 tahun itu. Saat siuman dari pingsannya, Sukardi masih menolak disuapi warga lainnya. Dia tetep keukeuh ikut aksi. Setelah dibujuk, akhirnya Sukardi nurut, alasannya karena faktor usia.

Selain mogok makan, warga yang ikut aksi ini juga merantai kaki mereka lalu digembok. Mereka menuntut uang makan diberikan dalam bentuk uang tunai saja, bukan dalam bentuk nasi bungkus. Soalnya selama ini, nasi bungkus yang mereka dapat, kadang tidak mengandung gizi, bahkan nasinya basi!

Tapi apa jawaban Menteri Sosial? Katanya, tuntutan warga ga akan dipenuhi karena bakal merepotkan pemerintah daerah sendiri. Katanya, kalo dikasih uang dan mereka masak sendiri, pemerintah daerah khawatir akan terjadi kebakaran. Apalagi disana daerah pasar. Mensos cuma pesen sama orang did apur umum agar jatah makan Rp 15 ribu, jangan ada kesan itu dikorupsi.

Apa rasanya ga pengen meledak mendengar itu? Awalnya saya sebel dengan aksi kakek2 itu. Duh, udah tua kok nekad ikut mogok makan. Apa ga nyusahin sesama warga dan anak cucunya? Atau mungkin si kakek mikir, udahlah, lewat juga gpp, udah tua ini, daripada berlama2 melihat kebobrokan negeri! Tapi mendengar jawaban Mensos, rasanya...uugghhh! Masih pantes ga sih ada Mensos di negara ini? Masih pantes jugakah ada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat?

Sabtu, 12 Mei 2007

Sembilan tahun menagih janji

Tahun demi tahun
ritual sama
menabur bunga
menabur air mata
turun ke jalan
membawa keranda
membawa foto kenangan
menagih janji dari gedung ke gedung
sembilan tahun terlewati
tak ada yang berubah
hanya sisakan bunga layu di batu nisan

*)Mengenang Tragedi Mei Berdarah '98

Minggu, 06 Mei 2007

Hari Tertawa dan Hari Cuci Tangan

Tanggal 6 Mei, rupanya hari yang istimewa.Terlebih tahun ini. Disaat para menteri dalam ketegangan, berdebar2 menunggu giliran dipanggil ke Cikeas, menteri paling ajaib satu ini ngajarin cara cuci tangan yang baik dan bener, serempak di empat kota. Ada empat menteri yang hadir dalam acara itu, termasuk menteri kesehatan. Trus kenapa yang ngasih contoh harus Ical? Kok bukan Ibu Menkes?

Hmmm...sepertinya, dia emang paling ahli dalam hal cuci tangan. Ini beberapa manfaat cuci tangan ala Bakrie yang patut dicontoh:
1. Menjauhkan dari kuman2 bernama tuntutan masyarakat korban lumpur panas Lapindo
2. Mencegah diceburin ke lumpur panas oleh warga Sidoarjo
3. Mencegah pengeluaran harta pribadi untuk membayar ganti rugi, diganti dengan APBN
4. Mencegah stres dan jantung berdebar2 karena SBY masih ragu soal resuffle
5. Mencegah dilengserkan dari jabatan sebagai menteri
6. Memberi contoh perilaku hidup bersih dengan mengotori tangan orang lain
7. Menekan angka kejadian penyakit menular(-kan jabatan kepada orang lain. Lha gw aja lom balik modal, baru menjabat 2,5 tahun). Maksaaaa....hahaha!

Apalagi keistimewaan 6 Mei kali ini? Hmmm...mungkin tak banyak yang tau kalo hari ini adalah Hari Tertawa Internasional. Konon, di Solo, Jawa Tengah, puluhan orang menggelar aksi tertawa di pinggir jalan dengan iringan lagu Ayo Ngguyu yang dipopulerkan penyanyi Waldjinah.

Tujuan tiga acara di tiga tempat berbeda ini, pada dasarnya sama aja. Cuci tangan untuk kebersihan dan kesehatan. Tertawa juga untuk kesehatan. Lalu di Cikeas? Tujuannya sama, demi mencari pejabat yang bersih dan sehat. Ga ada hubungannya sih, cuma kebetulan aja terjadi bersamaan hari ini.
Harapannya sih, moga-moga aja orang Solo yang sedang merayakan hati tertawa sedunia itu tidak sedang menertawai yang sedang cuci tangan dan berdebar-debar. Bisa subversif lho!

Sabtu, 05 Mei 2007

Bukan Resuffle yang Kami Tunggu

Sampai saya menulis postingan ini, konon mr presiden masih sibuk rapat dengan para gubernur se negeri antah berantah, dengan para menteri dan calon menteri di istana baru, Cikeas. Capek juga ya jadi presiden. Rapat sejak kemarin pagi, cuma bicara satu kata, resuffle. Halah...halah...! Tapi lebih capek lagi para menteri atau yang GR bakal jadi menteri. HP ga pernah dimatiin. Ga boleh keluar kota. Karena sapa tau mr presiden mo nelpon, ngabarin kalo dijadiin menteri, pembantunya mr presiden. Gw mikir, jangan2 juga nahan buang air, biar ga ketinggalan satu kata pun dalam siaran berita di tipi soal resuffle.

Mereka udah ga peduli dengan keriuhan bulan Mei. Keriuhan para buruh. Keriuhan anak-anak sekolah yang sibuk ujian nasional. Riuhnya sambutan bagi ilmuan cilik yang meraih emas di Cina dan Rusia. Riuhnya tepuk tangan bagi Inu Kencana dan Munir serta SCTV yang dapet penghargaan Poncke Princen Human Rights Prize 2007.

Keriuhan yang membawa kegembiraan saja tak bisa mereka dengarkan, apalagi jerit kesakitan. Tak ada waktu untuk mendengar tangis pilu seorang ibu saat anaknya meninggal dikeroyok kakak2 kelasnya di sebuah sekolah dasar di Jakarta. Tak ada waktu melihat wajah lesu Lexie yang ditahan Polda Jabar karena menyuntik Cliff Muntu dengan formalin. Tak bisa mendengar kengerian para orang tua melepas anak2nya sekolah tatkala oknum guru mereka sendiri menjadi penganiaya dan sekolah tempat belajar itu justru menjadi tempat paling tidak aman bagi anak2. Apalagi hanya untuk mendengar keluhan para pengungsi lumpur panas Lapindo. Ah, buat apa didengarkan. Lama2 mereka akan terbiasa hidup di tepi kubangan beracun itu.

Yang mereka pikirkan, hanya bagaimana agar posisi mereka tetap aman di kursi empuk. Mata mereka tak pernah lepas dari layar kaca, memastikan nama mereka tak tergeser dari kabinet. Handphone tak pernah lepas dari genggaman agar tak luput dari panggilan mr presiden. Hah...capek! Padahal orang2 kelaparan di luar sana ga bisa nungguin resuffle. Mereka hanya ingin tau, hari ini ada sesuatu yang bisa dimakan, ada obat gratis yang bisa menyembuhkan, ada sekolah tempat anak-anak menimba ilmu! Bukan resuffle.

Selasa, 01 Mei 2007

May Day Bikin Kaya

May Day bisa bikin kaya raya. Konon, ada seseorang yang bisa menjadikan hari pestanya para buruh sedunia ini sebagai bisnis paling menjanjikan. Panen sekali setahun dengan keuntungan bersih, yang luar biasa besar.

Hal ini mungkin berawal dari perubahan paradigma para pemilik modal, bahwa sesekali, kaum buruh juga layak mendapatkan liburnya sehari dalam setahun, yang mungkin ingin digunakan untuk berteriak sesukanya. Tapi pelayanan pada konsumen juga tidak boleh terganggu di hari buruh itu. Sebab, kalo pelayanan terganggu, ga ada pemasukan. Ga ada pemasukan, keuntungan berkurang. Keuntungan berkurang, gaji buruh bisa turun.

Bagaimana agar dua hal itu, hak konsumen dan hak para buruh tetap terpenuhi? Otak cerdas seseorang itu, dikolaborasikan dengan otak si pemilik modal. Kata pemilik modal, buruh saya boleh ikut demo, terserah mau dibawa ke Istana, mau ke Bunderan, mau ke patung, mau ke pertigaan mau ke gedung sirkus, terserah! Asalll...demo jangan dilakukan di lingkungan pabrik ini!

Ok, deal, kata si seseorang. Beri saya Rp 5 juta saja, maka demo semuanya akan diarahkan ke jalanan. Dan lingkungan kantor Anda tetap bersih. Jika timbul huru hara, kantor dan pabrik Anda aman. Paling yang pecah pot-pot bunga, lampu jalan, tapi masih ada APBN untuk dipake bersih2in semuanya.

Maka, hitunglah jumlah perusahaan yang ada di Jabodetabek dikali Rp 5 juta, itulah keuntungan yang didapat si seseorang. Rp 5 juta, ga ada artinya buat pemilik modal yang menginginkan asetnya tetep aman dari kemungkinan huru hara kan? Soal tanggungan angkutan bagi buruh ke lokasi demonstrasi, air minum, nasi bungkus, ah, itu sih gampang. Gaji kami para buruh masih mencukupi, meski harus urunan. Demi yel yel Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!

Sungguh malang, kaum buruh tak pernah tau ada deal seperti itu. Mungkin deal itu memang tidak merugikan siapa-siapa secara material. Tapi itu bentuk penghianatan! Di depan corong dan kamera tipi, si seseorang itu sibuk berteriak lantang dengan mengepal tangan kiri, mengaku sebagai kawan (Almh) Marsinah, sementara tangan kanannya, meraup duit dari kawannya, si pemilik modal.