Dalam rapat sore tadi, seseorang diantara kami menyebut kata petani, buruh, rakyat, upah, dll. Dan seorang 'kawan' yang lain langsung menyetop. "Hush...sekarang ga boleh pake kata petani, atau buruh, atau rakyat, ntar dicap komunis. Saya nyeletuk, "Iyah, bentar lagi dihapus dari Kamus Besar Bahasa Indonesia karena identik dengan komunis, kata yang paling serem. Sama dengan nasib buku2 pelajaran SMP, SMA yang katanya ga boleh diajarin di sekolah," kata saya, tentu saja ga serius tapi nyolot.
Kira2 kata2 itu diganti apa ya? Hmm..., petani: pergi pagi pulang petang macul tanah nanem padi buat makan. Buruh: pergi pagi pulang petang abis bulan potong gaji. Rakyat: warga, penduduk, masyarakat. Jangan pake kata ummat, tar dikira mo bikin negara Islam. Trus, upah: gaji yang disunat sana sini. Huh... ribet ya?
Abisnya, gerah banget dengan gambar dan berita di tipi yang diwartakan kawan2 seprofesi (upss...kata kawan sepertinya juga agak kiri, diganti kawin aja kali yak?). Tayangan di tipi mempertontonkan serangan sekelompok pembela agama menyerang sekelompok orang yang 90 persen perempuan karena kelompok yang berdemo menuntut utang luar negeri distop dan meminta pendidikan gratis ini dianggap mencoba menghidupkan lagi ajaran komunis di Indonesia.
Apa indikatornya? Konon, AD/ART kelompok yang diserang terdapat cara2 yang lazim digunakan komunis misalnya mengorganisir kelompok tani, buruh, dll. Oh God! Membela orang2 lemah dan tertindas (tani, buruh, adalah kelompok orang2 miskin dan lemah) ternyata sebuah kesalahan dan wajib diperangi, diserang dan harus dimatikan. Yang benar adalah, sibuk berceramah menjanjikan surga dengan cara menakut2i, dan hanya berdiam diri menonton mereka yang terus menerus dalam ketertindasan.
Mas Mbilung barusan bercerita pada saya, tentang sekelompok masyarakat di Desa Cipondok Kadu Gede, Kuningan Jabar. Buruh tani (argghhh...dua kata yang tidak tepat) disana, hanya mendapat sepertiga bagi hasil panen. Duapertiga, tentu saja buat majikan. Ya ampun, dalam agama pun, ada aturannya. Orang yang berkeringat harus mendapatkan hak sepenuhnya. Dan haram bagi majikannya menikmati hasil keringat orang lain dengan cara culas seperti itu.
Belum cukup derita mereka, hasil yang seupil itu, masih harus dipotong buat biaya ngolah sawah, misalnya beli pupuk dll. Lalu apa yang tersisa buat mereka makan setelah berpeluh 365 hari??? Boro2 mikirin sekolah anaknya, buat makan aja ga cukup. Lebih ironis lagi, karena ga punya beras, ibu2 tani menjual panci. Lalu, buat masak beras yang dituker ma panci tadi, mereka terpaksa minjem panci ke tetangga.
Apa ga kepancing nyumpahin anjing kalo denger cerita kek gitu? Tetangga macam apa kita yang hanya menonton derita orang2 seperti itu? Saudara sebangsa macam apa kita ketika hanya diam sebagai pengkhianat? Patutnya dinamakan apa kelompok pembela agama yang selalu kepanasan melihat kelompok lain membela petani, buruh dan kaum miskin? Apa gunanya ada UU yang katanya menghargai perbedaan pendapat dan kekebasan berkumpul dan berserikat?
* hiks...ternyata gw ga betah buat 'berhenti sejenak' :p
7 komentar:
Apapun pembelaan mereka, gw tetap sebel liat komunis karena praktek mereka yang pake kesusahan orang lain untuk berjuang.
Tapi buat gerombolan seperti FPI itu juga ga bener. Yang salah kan penggagasnya, bukan peserta ibu² dan petani² itu.
bu.. kok saya mencium bau2 bakal terjadi keramaian ya deket2 ini..
anjing itu salah apa kok disumpah-serapahi toh?
anjing!!! (bukan ngatain elo..)
lalu bagaimana ini kawan yati?
apa tindakan kita selanjutnya?
lawan? ato diam saja?
hahahaha.....sutra lah....pake belagak mau 'berhenti sejenak'...ayoooo tancaaaapppp trusss!!
jadi inget dulu pa ngadain majelis ta'lim, kok bisa2nya sayakasih nama pengajian sendal jepit... ya dibubarin!!
saya juga seperti bung hedi, benci komunis tapi rasanya buat pihak lain yang menggunakan kata ganyang atau bantai ya terasa sama saja....
"KITA SAMUA BASUDARA, TAPI JANG MACAM2, KITA TETAP BISA BAKULAHI"
Itu kalimat orang ternate yg artinya meski bersaudara sekalipun kalau keterlaluan yang bisa saja saling kelahi!
Posting Komentar