Spanduk berisi plesetan akronim DPR itu dibentangkan puluhan tangan keriput di depan kampus Atmajaya. Tangan kanan mereka memegang pinggiran spanduk dan tangan kiri mereka terkepal, terangkat tinggi. Dulu, para orangtua itu hanya mengenal satu garis, Islam tradisional. Kini, sejak anak-anak mereka jadi tumbal, tangan kiri terkepal mereka jadi simbol perlawanan.
Beberapa lelaki dan perempuan tua bergantian berorasi. Sudah sewindu lamanya mereka menagih janji, menagih penghilang nyawa anak-anak mereka segera dihukum. Agar mereka yang menikmati empuknya kekuasaan hari ini tidak pernah lupa pada mereka yang telah berkalang tanah. Tapi orasi mereka bagai angin lalu, menguap, kering, tak berjejak.
Jawaban yang mereka dapat dari DPR sangat menyesakkan. Orang2 terhormat yang duduk disana baru saja menyatakan tidak ada pelanggaran HAM dalam kasus Semanggi I. "Saya tidak tahu di mana nurani mereka," kata orang2 tua yang berorasi. Plesetan akronim itu, tak ada apa2nya dibanding kehilangan mereka.
Bukti terbaru kebohongan mereka diceritakan kawan2 yang lagi sekolah di Eropa. Mereka memergoki (ada juga yang sengaja membuntuti) 30-an anggota DPR yang terhormat itu lagi belanja2 di tempat2 mewah. Dalam jadwal, ada dua hari bebas buat ke Prancis. Padahal katanya mereka studi banding soal perkeretaapian di Jerman. Seperti rombongan anak TK sedang wisata. Ah, nggak, mereka lebih mirip kawanan bebek dapet comberan.
Tak mengenal lelah, 17 perempuan yang telah melahirkan Engkus Kusnadi, Sigit Prasetyo, Heru Sudibyo, Muzammil Joko, Uga Usmana, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Abdullah/Donit, Sidik, Kristian Nikijulong, Hadi dan yang lainnya terus menagih meski tak pasti akan direspon. Tapi mereka selalu yakin, pasti ada jalan untuk sebuah kebenaran!
Bang Pii, sabar dulu ya...yang dapet jatah kenaikan gaji 400 persen di Depkeu baru level pejabat atas. Tetaplah menjadi orang2 yang selalu mensyukuri nikmat, tak seperti pejabat di Depkeu yang bilang, "Biar udah naek 400 persen, gaji kita masih jauh dibawah orang2 BI dan profesional swasta". Bener2 dah, bukannya berjanji ga korup lagi karena gaji dah gede, malah...ya udah, jangan jadi PNS!
Selasa, 14 November 2006
DPR: Dewan Pembohong Rakyat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
iya bener...jangan jadi PNS. masuk neraka!!! :D
ups...simbok kasar banget. tapi bukan nang Pii khan, mbok?
DPR gajinya besar karena kerja nya susah, bayangin aja nipu jutaan orang pak gimana gak susah makanya gaji tinggi wajar lah :D :))
Setuju juga dengan Mas Laksono...wajar aja mereka masih nganggap kurang gajinya yang baru naek 400% itu, secara yang harus dibohongin itu juga banyak kok. Kalo bawahan kan yang harus dibohongin itu cuma beberapa.
Posting Komentar