Minggu, 08 Oktober 2006

Forget the Nobel, Remember Munir

Bukan kurang kerjaan ato ga ada bahan postingan. Tapi topik dalam obrolan gw di YM semalem, emang pas ma yang gw niatin mo diposting. Biar netral dan ga ada NB-NB-an lagi, "pengobrol" dilakonkan GW dan DIA. Ok, ga ada pertanyaan!

DIA: awas infeksi pernapasan
GW: dah mulai neh
GW: tenggorokan sakit
DIA: berakrab2 dengan penyakit
GW: hehehe
[yup, tiap bangun pagi, bukan udara seger yg gw hirup, tapi asap. Pemandangan di depan kamar gw ke arah bukit2 yang kemaren2 masih ijo, sekarang jadi abu2, burem, nyaris tak tembus pandang. Mata perih, tenggorokan sakit, yup, ISPA mulai menyerang. Dan bapak presiden hanya bisa berdoa minta hujan agar kebakaran hutan bisa padam.
Pak, yang dibutuhkan adalah penegakan hukum bagi pembalak dan pembakar hutan. Minimal upaya pemadaman dengan ujan buatanlah. Masa sih tiap taon ekspor asap mulu? Bukan ga percaya kekuatan doa Bapak Presiden yang terhormat, tapi...hahaha, ga tau deh mo komentar apa...hari ini kami butuh yang konkrit pak! Masa nunggu satu negeri sakit ISPA semua sih? Flu burung ma Antraks aja lom tertangani
]

DIA: aksi greenpeace asik2 ya
DIA: seperti mewujudkan ide-ide kemarahanmu
GW: hehehe....
GW: tapi kata bakrie: "apa bener mereka grinpis? kok rasanya kalo grinpis itu pinter2 yak? kok mereka nggak ya? mereka itu ga ngerti persoalan"
DIA: trus denger koment gitu, org greenpeace-nya ngomong gini: "kirain kita berhadapan dengan seorang menteri, taunya dengan seorg idiot".
GW: gw lom baca yg itu...
DIA: emang cuma dalam pikiran gw
GW: hahaha...kirain
[minggu lalu Bakrie mencibir aksi grinpis saat kelompok ini menumpahkan lumpur di depan kantor dia. Bencana lumpur udah 4 bulan. Sejak 4 bulan pula gw nyari2 grinpis. Gw malah sempet bilang, jangan2 urusan grinpis cuma soal satu ekor paus di lautan deket kutub sana, bukan soal rusaknya lingkungan di Sidoarjo. Baru minggu lalu mereka nongol. Jangan2 dikatain gitu ma Bakrie trus mereka ga bersuara lagi? Plis dong, tetaplah bersuara karena Bakrie mungkin butuh suapan lumpur panas di mulutnya. Hehehe...lagi2, di lokasi lumpur KM 38 Porong sana, SBY berdoa, Amiiin!]

DIA: trus editorial jakarta post itu keren ya.. dah baca?
GW: lom...mana?
GW: bukan english kan?
DIA: "Forget the Nobel, Remember Munir"
DIA: ya ingles lah
GW: (harusnya dia tetep inget, masalah terbesar gw tetep ENGLISH, hahaha)
[gw lupa masukin soal ini dipostingan gw sebelumnya tentang Munir, walopun gw dah bahas soal 'ga layaknya' nobel buat TUAN, berkali-kali. "Ga ada yg kebal hukum di negeri ini" cuma pemanis bibir SBY. Suciwati dah nantangin "Mana keberanian SBY tuntaskan kasus Munir?". Cerita lama :p.
Tak ingin terus dicerca, Kejagung katanya mo PK keputusan MA soal Polly meski hal itu ga diatur dalam KUHAP. Kejagung ingin mencoba seperti pengalaman Mochtar Pakpahan dalam kasus buruh di Medan. PK mungkin dilakukan jika ada novum. Mungkin Novum bisa ditemukan setelah ada tindak lanjut dissenting opinion salah satu hakim MA kemaren.
Entahlah, kita tunggu aja bagaimana Kejagung bertindak. Karena sangat aneh bin ajaib menghukum Polly hanya 2 tahun (kemaren dia sudah menjalani 573 hari di tahanan) dengan tuduhan 'hanya memalsukan surat tugas'. Lucu bin menjengkelkan karena sama sekali tidak ada pertanyaan lanjutan untuk apa dia memalsukan surat tugas. Harusnya ada jawaban: Untuk menghilangkan nyawa Munir.
So, lupakan Nobel, basi! Maka gw ijin ma TJP buat ngambil judul editorialnya: Forget the Nobel, Remember Munir
]

DIA: kalo pun ada yg layak dapat nobel dari konflik aceh... itu cuma GAM
GW: napa gitu?
DIA: yup... mereka yg mengorbankan segalanya....
DIA: untuk "perdamaian" itu
GW: oh...iya, mereka yg ngalah
GW: bener2 ya, nasionalisme = pedang bermata dua
DIA: berdamai dengan "penyerang" itu, sebenernya ngga aceh banget
GW: yup
DIA: tp toh mereka lakukan.... untuk itu, nobel pun sebenernya ngga cukup
GW: sama sekali bukan aceh yg gw kenal
DIA: dan kalau nobel itu hendak dibagi dua.... pemenang lainnya adalah... tsunami
DIA: tanpa dia, omong kosong ada MoU itu.
GW: kalo ga dikasih tsunami ma tuhan... yup...bener!
[aaarrggghhh....begitulah Tuhan bekerja. Begitulah Tuhan campur tangan. Beginilah setelah Tuhan menjentikkan ujung jari-Nya di Aceh sana. Lalu...kami, manusia tanpa daya ini, coba2 menyimpulkan!]

11 komentar:

Anonim mengatakan...

moga hujan turun hari ini....
*dan enyah kau pekat* hehe

Anonim mengatakan...

dari jendela kantor gw jelas banget juga kelihatannya...putih berkabut...tapi tadi denger di radio pas mau ke kantor, ternyata Bapedal belum ngitung berapa tingkat pencemaran udaranya..aneh juga, mengingat dengan mata saja sudah terlihat di sini lagi kabut asap.

Anonim mengatakan...

percakapan yang melompat-lompat. begitu banyak yang harus dipikirkan, begitu sedikit waktu yang tersisa...

seperti pemusik yang harus memainkan empat simfoni suntuk, padahal penonton sudah keburu dikepung rasa kantuk...

tp lumayan berhasillah... ini salah satu percakapan paling efisien yang pernah kulihat... dan kubuat.

munir, tak semua kami lupa...
sby, tak seluruh kami terpesona.

Sultan Dito mengatakan...

Hehehe..repot-repot mikir negara...
negara aja ga mikir kita..
temenku IP cum laude 3 thn nganggur, rumahnya kena lumpur cuman dijatah nasi bungkus...

Anonim mengatakan...

there's always silver lines in every storm cloud

ada secercah cahaya dalam tiap awan
badai

btw, nyari sniper yang bisa dibayar murah dimana ya ?

o ya, Mas Joem orang grinpis loh

Anonim mengatakan...

emang sih...english..teteplah english.
link me yah..biar temenan

Anonim mengatakan...

entah,, tapi rasa pesimis itu terus bercokol meski telah mendengar grinpis berprotes ke depannya. grinpis bisa jadi hanya dianggap sebuah lsm. sedangkan dia?? tanpa banyak kata kau pasti tau siapa dia

btw, dah ada peraturan tertulis ttg pembagian tugas antara situ n om yoyok yah di Sb? :p

L. Pralangga mengatakan...

Well, I guess SBY can not make everyone happy.. can he? :)

For one thing I know, so far he'd do his best.. but still not perfect...and I guess will never be perfect towards everyone's opinion.

Awan Diga Aristo mengatakan...

kok pollycarpus doang sih yang disorot? kenapa ya ga ada yang ngurusin siapa yang nyuruh pollycarpus?? kalopun benar pollycarpus yang bunuh (asas praduga tak bersalah), mestinya yang dicari tetep yang nyuruhnya dong...

dan kalo ternyata emang bener pollycarpus bukan yang bunuh... kasian jg ya, walo bagaimanapun masyarakat dah menganggap dia pembunuh...

entah siapa yang tau kebenarannya...

Awan Diga Aristo mengatakan...

o iya, nambah lagi...
sepakat sama mas luigi.
dari semua presiden pasca soeharto, gw rasa sby yang paling "mendingan". tapi emang sih, menteri2nya masih yang itu-itu juga, dan parpol-parpolnya, juga masih yang itu-itu juga, dan DPR/MPRnya, yah, masih yang itu-itu juga, aparat desanya, polisinya, jaksanya, hakimnya, orang pemdanya, pegawai kelurahannya ....

maka negara ini, masih begini-begini juga...

udah busuk ni negara!

susah memang untuk memuaskan 220 juta jiwa...

Anonim mengatakan...

mau baca ini mbakyu?? http://mbnw.blogspot.com/2006/10/kisah-fiskus-dan-20-anak-yatim.html :D