Selasa, 12 April 2005

Catatan yang Tercecer

Selasa, 12 April 2005
* Tulisan ini, jawaban dari keluhanku hari kemarin. Kukumpulkan coretan2ku di sampul2 buku yang sempat terkumpul. Mirip dengan nukilan diary pada kumpulan coretanku yang lain....

Biasanya kalau beli buku, gw suka nulis-nulis di sampulnya, bisa jadi berhubungan dengan perasaan gw saat beli buku itu, ataupun apa yang sedang gw pikirkan. Sebenarnya masih banyak, tapi hanya sebagian ini yang kutemukan. Sebagian buku dipinjem temen, baik satu kota maupun beda pulau, sebagian tertinggal di kota yang pernah kutinggali, sebagiannya lagi hilang atau tak kembali setelah dipinjem.

Uh, paling sebel deh kalo ada yang minjem buku trus ga dibalikin. Kalo dia ngomong jujur saat bukunya ilang, masih mending, mungkin bisa gw maafin. Tapi biasanya, mereka menghindar dan seolah-olah lupa kalo pernah minjem buku. Setiap ditanya selalu ngeles, hmm...alamat buruk!

Paling sebel lagi kalo buku itu dipinjem (diambil) tanpa seijin gw, trus dipinjemin lagi ke orang lain, juga tanpa seijin gw. Huh, dongkol abis, pengen ngamuk aja rasanya.

Gw jadi inget cerita dongkol temen gw juga tentang buku. Kata dia, "Gw paling kesel sama peminjam buku. Ga tau diri, apalagi sampe ngilangin buku. Mereka ga tau kalo gw aja sampe nabung lama, nahan2 laper, nahan keinginan untuk jajan, hanya untuk beli buku. Dan mereka dengan enaknya tinggal minjem, pake diilangin lagi, tanpa harus kehilangan uang jajan".

Kedengaran pelit dan sadis, tapi gw setuju banget. Karena hal yang sama gw lakukan juga, rela berlapar-lapar untuk beli buku. Dasar orang miskin!!!Ceritanya udah panjang, inilah catatan yang tercecer itu....

Kota Tepian, 29 November 2004
Disertai selarik sms
yang resah
Dari awan di batas
sepi
Yang mendamba hati
riang di balik jendela
(Insiden Anjing Tengah Malam Yang Bikin Penasaran, Mark Haddon)

Makassar, 14 Juli 2 ribu 4
Setelah 1,5 tahun
Kembali kaki berpijak
Di tanah merah Makassar
Pepohonan telah tumbang
Berganti batangan baja
Berselimut beton
(Dan Damailah Di Bumi, Karl May)

Kota Tepian, 26 Desember 2004
* Hari-hari penuh tipuan
Kupikir nama di sampul buku ini
adalah lentera merahku
Tapi aku salah kaprah
Mungkin karena terlalu besar
Harapan yang kupupuk untuknya
Jika tanaman, mungkin aku telah mati
Setelah menelan terlalu banyak
pestisida dari pupuk yang kutebar
Tapi harapan, anehnya, tak pernah mati
(Rakkaustarina, Jamal)

Kota Tepian, 13 Maret 2005
Sore yang dibasahi hujan Bulan Maret
Saat insomnia masih menderaku
Saat kejenuhan membebatku
Saat kesepian menyergapku
Saat kesendirian menemaniku
Saat kebosanan mengiringiku, setia...
sesetia dirinya
Yang tak pernah menungguku di ujung waktu
(Tuhan Kiri, Aris Wahyudi)

Makassar, 16 Juli 2004
Heran pada perkembangannya
Sebentar lagi jadi belantara beton
Tanah ini
Tanah merah
Tanah merdeka
Tanah tempat menanam rindu
(Eragon, Christopher Paolini)

Kota Minyak, 12 September 2003
Usai percintaan panjang kita semalam
Ada yang membuatku rindu
Untuk selalu kembali padamu
Bau keringatmu di tubuhku
Takkan bermusim
Seperti sakura
(Penafsir Kepedihan, Jhumpa Lahiri)

Jakarta, 24 Desember 2003
* Buku ini dibeliin Koko, udah ada kata-kata indah di sampulnya, jadi gw ga perlu nambahin lagi dengan coretanku yang kacau

Lalu Bapakmu akan berkata, bintang tak pernah secantik tampakannya, tak sedekat yang kita duga. Ia cuma penghias panas malam para pemimpi.
Tapi aku mau terbang. Aku mau menyentuh bintang. Jika ujung jariku melepuh, akan kubelah lima. Dan aku pulang dengan sepasang tangan berjari lima puluh.
(Cala Ibi, Nukila Amal)

Kota Tepian, 26 Desember 04
* Abis nipu orang, padahal udah tau dosa:(
Buku ini gw bangettt!!!
Biru sampulnya
Biru hatiku
Biru isinya
Haru biru jiwaku
(Subject:Re:, Novita Estiti)

Kota Minyak, awal Januari 2004
Rinai hujan menusuk sepi
wangi tanah dan hijau dedaunan
menyambutku di tanah baru ini
akan betahkah aku di sini?
setelah terbiasa dengan mobilitas
kota garang, panas berdebu
yang selalu memanggilku untuk kembali
meninggalkan kegamangan berbeda
di kota berminyak ini
(Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta, Seno Gumira Ajidarma)

Kota Minyak, 22 Mei 03
Sehari setelah lima tahun reformasi
apa yang kulakukan disini?
sementara mereka yang lainnya sedang berperang
di sini, yang kanan sedang membendung kiri
di sana, konon kiri menggiring kanan
aku hanya menonton
atraksi penuh ketololan itu
diam saja, biarlah dikatai bodoh
dan tak berbuat apa-apa
aku benci harus bergesekan
hingga kulitku lecet dan perih
karena kulit saudaraku sendiri
(Mereka Bilang Saya Monyet, Djenar Maesa Ayu)

Kota Minyak, 31 Maret 04
Hari terakhir kampanye pemilu
benar-benar memuakkan
menonton kebohongan diumbar
kenapa kendaraan mereka
hanya melewati jalan protokol
tak pernah sempat melongok dalam gang sempit dan berbau itu
padahal di sana sumpek dan harus dibebaskan
(Imipramine, Nova Riyanti Yusuf)

Kota Minyak, 090503
Hari kedua kebahagiaanku sebagai buruh
Juga jadi lebaran kedua yang menyedihkan
(Lebaran di Karet, di Karet....Umar Kayam)

Kota Tepian, 24 Agustus 2004

Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan
Mereka lebih memilih berpeluh
hanya dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa mereka masih hidup dan harus tetap hidup
Keringat mereka adalah api
Dari keringat itulah asap dapur masih tetap terjaga
Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka
Mereka pun menyusui laki-laki
Menyusui hidup itu sendiri
(Tarian Bumi, Oka Rusmini)

[[[Perempuan, di sudut manapun di seluruh negeri ini, sama kuatnya dengan perempuan Bali. Mereka perkasa dan bukan pengeluh!]]]

Kota Tepian, 29 Agustus 2004

Apakah hidup akan menyisakan sepotong kecil,
seukuran kuku kelingking,
sedikit saja,
keinginanku yang bisa kutanam dan kusimpan sendiri?
Hyang Widhi, apakah sebagai perempuan, aku terlalu loba, tamak
Sehingga Kau pun tak mengizinkanku memiliki impian?
Apakah Kau laki-laki? Sehingga tak pernah Kau pahami keinginan dan bahasa perempuan sepertiku?
(Sagra, Oka Rusmini)

Kota Minyak, 26 September 2003
* Disertai rasa sirik pada perempuan2 kaumku, yang begitu piawai mencipta tulisan
Renggutlah dawai yang bergetar itu
sebab takdir
menjatuhkan manusia
kuajak kau semua menangis bersamaku
(Ode Untuk Leopold Van Sachen-Masoch, Dinar Rahayu)

Tidak ada komentar: