Rabu, 19 April 2006

Untunglah Wiji Thukul Tak Jadi Peluru

Kiamat2 kecil beruntun terjadi pekan ini. Gunung meletus, tabrakan kereta, kereta terguling, kereta nabrak minibus, kapal karam, lalu terakhir kemaren seorang bocah bernama Aswin Dhaneswara kena peluru nyasar seorang aparat songong.

Buat gw, semua menimbulkan kepiluan yang dalam. Soal kereta, udah terlalu sering terjadi kecelakaan serupa, tapi kok keknya ga ada tindakan dari orang2 pinter itu? Ups…tar ada lagi yang protes gw nyalahin pemerintah mulu. Kenyataannya, mereka emang ga berbuat apa2 kok.

Di Korea sana, karena merasa bersalah maen golf, orangnya mundur dari jabatan, malu. Di sini, udah diuber2 jaksa karena korupsi, malah petantang petenteng jalan-jalan ke luar negeri pake uang negara (rakyat kek gw mah ga punya duit). Songong lagi, pake nantangin, “Silahkan buktikan kalo saya korupsi”, beeehhh…muak gw. Parahnya lagi, hakim dan jaksa jadi keder ditantangin, lolos lagi dah, bedebah!

Budaya yang sama di Jepang, malu ga bisa kerja, pada mundur. Di sini, boro-boro mundur, malah pura2 ga tau. Udah berapa ratus jiwa melayang karena kecelakaan pesawat, kereta, bus, dll? Boro-boro benerin fasilitas transportasi kalengan sarden itu, benerin jalan yang ambruk aja kagak. Adanya ribut saling menyalahkan tapi yang punya kerjaan ga bener itu tetep dikasih kerjaan baru.

Pernah ga sih mereka jalan ke Kalimantan, Sulawesi dan Papua? Daerah kaya penghasil ribuan barrel minyak per hari (yg harganya di negara polisi dunia sana lebih murah dibanding harga minyak dunia), gas dan batubara terbesar kedua di dunia (yang kalian pake di luar sana untuk menjaga apartemen kalian tetep anget saat salju turun) nikel, aspal dan emas (yang telah membunuh banyak warga kulit hitam itu) plus kayu (yg udah abis) ini, nyaris ga punya jalan aspal penghubung antar daerah.

Pernah ke pedalaman Kalimantan? Menempuh perjalanan berhari2 masuk hutan bertemu warga Suku Dayak yang nyaris terisolir dan ga pernah kenal garam apalagi bumbu dapur lainnya? Yang hanya hidup dari alam yang juga udah habis tergerus orang2 serakah itu? Lalu mereka harus berjudi mempertaruhkan istri sendiri demi makan hari ini karena alam sudah enggan menyediakan sesuatu buat mereka? Lalu mereka perlahan2 mati dalam kesengsaraan dibelit busung lapar…???

Gw nangis nulis ini…tapi percuma gw ceritain, jangan2 tulisan ini dijawab “hari gini masih ada yg kek gitu? Boong lu” …halah, tae!!!
Banyak yang pengen gw tulis, teramat banyak.

Juga tentang Aswin…! Korban arogansi oknum tentara. Oknum berpangkat Serma itu marah mobilnya ketabrak motor. Dia lalu ngeluarin pistol, mukul spion pengendara motor dan DORRR…Aswin kena peluru nyasar. Segitu gampangnya nyawa dihilangkan, bukan di medan perang saat membela negeri tercinta tapi di jalan raya saat tak mampu memerangi emosi jiwa.

Aswin adikku sayang…
Maafkan tak sempat mengingatkan
peluru memang tak punya mata
pemegang senjata itu,
sudah lama tak punya hati

nb: dukungan penuh buat aksi kawan2 di Makassar, Tolak RUU TNI. Satukan jemari jadi kepal, tunduk ditindas, bangkit melawan, mundur pengkhianatan (hati2 di-MUNIR-kan!)
--mengenang AMARAH: April Makassar Berdarah--

* judul diambil dari buku kumpulan puisi Wiji Thukul: Aku Ingin Jadi Peluru. Untunglah kau tak jadi peluru karena peluru tak punya mata. Tapi di mana kini kau kawan? (maaf, kuklaim kau sebagai kawanku)

13 komentar:

Vendy mengatakan...

beda budaya, beda malunya :P

Gagah Putera Arifianto mengatakan...

Teori mengatakan kalo manusia itu lebih pintar dari binatang karena manusia punya akal untuk belajar dari kesalahan, sehingga membentuk pengalaman. Dan ternyata, orang Indonesia dengan hebat membuktikan kalo teori itu salah, karena Indonesia TIDAK PERNAH belajar dari pengalaman.

Anonim mengatakan...

gw juga nggak suka sama militer ... cuma yg sering gw seselin .. kenapa banyak mahasiswa seakan mengidolakan cara-cara militer dalam mengungkapkan pendapat ... anti kekerasan mestinya jangan sampe sebatas aktivisme .. tapi mesti jadi nafas hidup

Dini mengatakan...

...dan saya yang sedang merasa nyaman berada di comfort zone saya hanya sibuk memikirkan assignment demi assignment yang gak jelas end resultnya untuk apa... :(

ester mengatakan...

duh... merinding bacanya...
menggenaskan yah negara kita ini.
nggak bisa memperbaiki itu semua, terutama pemerintah2 yang terhormat diatas, saya pikir lebih baik mulai dari diri sendiri, make a better me...

KangHadi mengatakan...

aku menangkap nada amarah dalam tulisan ini. aku juga setuju dengan pendapat mbak Yati. memang sekarang ini para pembesar negara koq ya kayaknya kurang memahami dan kurang menghayati penderitaan rakyatnya. mungkin bukan saat ini saja kali ya, tapi dari dulu kali ya. mungkin hanya Dia yang Maha Menguasai hati yang bisa menggerakkan hati "beliau-beliau" itu agar terguncang hati mereka dan menyadari betapa menderitanya rakyat ini dan insyaf seinsyaf-insyafnya sehingga mau memperbaiki kelakuan mereka dan menyadari bahwa semua itu sebenarnya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir.

Awan Diga Aristo mengatakan...

LAWAAAAAANNNNN !!!!!!

Hiks... gw rindu jadi mahasiswa... gw rindu untuk mengucapkan sebaris kalimat dalam rapat yang mulai mentok : "sabar, sabar, sabar dan tunggu, itu jawaban yang kami terima. Ternyata kita harus ke jalan, robohkan SETAN yang berdiri mengangkang!!" (Bongkar-Iwan Fals)

Anonim mengatakan...

ogixxnya rusak k'aco

bazzbeto mengatakan...

hmmmm...
gw hanya bisa menitikkan airmata membayangkan pedalaman kalimantan.
kpn ya gw bisa kesana....

Anonim mengatakan...

saya lebih suka yang HANYA ADA SATU KATA: LAWAN.... atau pecas ndahe .. :D

Anonim mengatakan...

Memang begitu tuh. Gw juga sebel. Sulit memang. Sudah jadi budaya. memang sudah banyak yang rusak.

Anonim mengatakan...

mantong itu ikan sarden!
hidup ikan baronang!!

dyn307 mengatakan...

hehe makasih udh memikirkan saya dlm postingan ini.
keep posting ya mba. mudah2an dg baca blog nya saya bisa banyak belajar dan kembali banyak belajar.

ah~ seberapa pun banyaknya saya belajar...ahhumm (menarik napas)....


~dyn~
turun satu pringkat ke lante2