Minggu, 02 Maret 2008

Ribut2 Soal Susu, di Makassar Ibu Hamil Mati Kelaparan

Boro2 ribut soal kandungan bakteri Sakazakii dalam kemasan susu bayi yang tercemar, Dg Basse yang tengah hamil tujuh bulan dan seorang anaknya malah mati kelaparan. Jangankan untuk beli susu bagi anaknya, makan sehari tiga kali aja ga pernah. Jangankan kenal yang namanya susu formula yang bikin cerdas, mereka cuma bisa makan nasi dan garam setiap hari [kalau berasnya ada].

Sediiiih sekali. Sekaligus maraaaah banget mendengar berita itu. Membayangkan sebuah keluarga yang tinggal di lingkungan yang padat, punya banyak tetangga, tapi tak ada yang tau, Basse dan tiga anak kecilnya hanya makan bubur berbumbu garam sekali sehari agar bisa berhemat. Berjejal di satu ruangan di rumah panggung kontrakan yang tak sanggup dibayarnya meski bagi orang lain Rp 50.000 per bulan mungkin bukan jumlah yang sangat besar.

Sementara di kompleks dekat rumah mereka, tinggal dengan nyaman keluarga2 pembesar, pejabat kota dan provinsi, yang saban hari mengurusi data-data orang miskin, namun tak sempat melihat kemiskinan yang nyata-nyata di depan matanya. Baru pada hari kematian Dg Basse dan anak dalam kandungannya, serta satu anak lainnya, orang sekitar kompleks itu melihat keberadaan mereka. Para tetangga, baru membawa tiga anak Dg Basse lainnya ke rumah sakit agar tak ikut mati dalam pusaran kelaparan dan kemiskinan.

Telah nyata ibu dan anak itu meninggal karena kelaparan, pejabat kesehatan masih saja mempertentangkan. Padahal keluarga Dg Basse cuma butuh makanan. Bukan teori2 tentang kesehatan. Mereka tak punya kepentingan pada kandungan bakteri dalam susu formula. [sebab meski bukan peneliti, Dg Basse mungkin lebih tau bahwa susu sapi hanya baik untuk bayi sapi sementara untuk bayi manusia, Tuhan telah menciptakan susu tanpa bakteri]

Keluarga Dg Basse tak perlu tau mereka masuk golongan mana dalam banyak singkatan GAKIN, RASKIN, asal ada sesuatu yang bisa dimakan hari ini. Mereka tak perlu tau bagaimana para mahasiswa yang suka tawuran itu mengobral janji memperjuangkan orang miskin macam mereka. Mereka ga perlu tau akan kemana bapak wapres dengan pengawalan kendaraan yang meraung2 melintasi depan rumah kontrakan mereka. Mereka ga mau tau sudahkah para anggota dewan yang dipilihnya dalam pemilu lalu mendapatkan tunjangan komunikasinya. Mereka ga perlu tau ada apa antara ibu menkes, IPB, BPOM, YLKI yang sibuk membincangkan susu formula.

Keluarga Dg Basse hanya butuh makanan. Bukan perdebatan2 tak berujung tentang harga minyak, kampanye, RUU Politik, maling BLBI, pencipta neraka Sidoarjo. Mereka butuh duit untuk biaya anak2nya kelak agar tak bernasib sama dengan ibu, saudara dan bakal saudaranya. Bukan tebar pesona, bukan album baru, bukan poco-poco, dan bukan konfrensi pers yang diadakan jauh2 di Jakarta. Kemana kalian (dan kita) semua???

5 komentar:

Anonim mengatakan...

saya marah dan malu...

* menunduk

( Nggak tahu ya tempo hari sempat ngobrol sama Enda tentang Pesta Blogger 2009 di acaranya paman Tyo..Masih relevankah ? Apakah Blogger hanya menjadi menara gading ditengah masyarakatnya )

Anonim mengatakan...

padahal persediaan beras harusnya masih cukup karena adanya import beras. sayang beras itu untuk diperjualbelikan guna mendapatkan fee, bukan untuk dibagikan kepada rakyat miskin...

Anonim mengatakan...

sistem yang sudah busuk sampai akarnya toh?

sekarang, gw kepengen tahu pendapat loe :
1. mati karena kelaparan
2. enggak mati2, tapi terus kelaparan
which one is better? karena pilihan itu bukan kita yang selalu buat.

gw pikir, itu salah satu cara pemerintah ngurangin population explosion. the strong individuals survive, the weaklings die.

ga puas? ditambah lagi, kasus seperti ini ga akan pernah bisa berkurang selama cuman SATU atau DUA orang aja yang sadar akan hal itu.

*sebuah hasil studi banding dari teman dari negara tetangga*

Anonim mengatakan...

bkan hanya pejabat yang gak waras, tetangga2nya juga. akankah semakin hilang kepekaan sosial kita?

Anonim mengatakan...

beberapa hari lalu aku baca ttg ini, cuma gak sanggup nerusin.

apa tetangganya miskin juga ya ? or mereka yg terlalu tertutup ?